Sabtu 15 Juni 2024
MENOLAK FILSAFAT AGAMA
Bacaan Sabda : 1 Tesalonika 2:1-16
Sabda Renungan : “10Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya. 11Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, 12dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.” (1 Tesalonika 2:10-11)
Jemaat Tesalonika menerima keselamatan dengan sukacita, tetapi karena singkatnya waktu menerima Injil tentu mereka mengetahui secara dangkal tentang kasih dan pengampunan dari Allah. Hal itu sangat termaklumi tetapi tentu saja tak boleh dibiarkan. Dalam kondisi pemahaman yang dangkal mengenai konsep kasih dan pengampunan melahirkan pemakluman kehidupan berdosa atas nama kasih. Rasul Paulus tidak menerima pandangan yang salah ini. Kehidupan berdosa haruslah ditinggalkan karena sangat bertentangan dengan semangat kasih dan pengampunan Allah.
Dalam memberi pengarahan untuk hidup berpadanan dengan Injil dan semangat kasih rasul Paulus menegaskan bahwa dia menjadi contoh yang hidup saleh, adil dan tak bercacat dalam perbuatan dan perilaku hidup sehari-hari. Rasul Paulus bukanlah menganggap dirinya benar atau lebih benar dari orang lain melainkan dia menyatakan fakta kehidupan yang dipraktekkan sebagai seorang pemberita Injil. Dia merasa perlu untuk menjelaskan perilakunya kepada jemaat agar tidak salah paham mengenai anugerah, kasih dan kebaikan Allah dalam Yesus Kristus sesuai dengan berita Injil. Dalam Kristus, hidup justru harus dibangun semakin kudus dan semakin tak bercacat karena sudah diterima sebagai manusia baru dalam Kristus. Sebaiknya sikap rasul Paulus ini harus menjadi sikap semua pemberita Firman. Khotbah jangan hanya diperkatakan tetapi harus juga dipraktekkan.
Rasul Paulus juga menyatakan bahwa pengkhotbah tidak cukup mengajari tetapi juga harus membapai dalam pengertian bersikap lemah lembut dan mengasihi bukan malah bersikap kasar dan benci kepada orang percaya yang hidup sembrono. Jangan sampai bertindak bagaikan orang penting terhadap orang yang tidak penting. Rasul Paulus mengetahui kekurangan dan kelemahan jemaat Tesalonika, tetapi justru hal itu membuat rasul Paulus merindukan dan mengasihi mereka. Sebagai seorang yang membapai jemaat, maka rasul Paulus pun siap membagi hidup dan pengalaman hidupnya kepada mereka.
Dalam hidup menjadi bapa orang percaya seperti rasul Paulus harus siap mengabdikan diri dalam banyak waktu dan siap juga berlelah-lelah supaya berita menjadi berterima dan memberi dampak. Sekali lagi bahwa semua orang percaya adalah saksi Kristus jadi haruslah berjuang untuk hidup kudus dan tak bercacat, sambil bersaksi dan sambil menasehati dan menguatkan hati orang percaya seperti seorang bapa bersikap kepada anak-anaknya. (MT)