BELAJAR BERJIWA BESAR
Dalam kehidupan, kita tidak dapat memaksa semua orang untuk mencintai kita dan sependapat dengan kita.
Pasti banyak pengalaman pahit yang kita alami, bahkan yang melukai dan menyakiti kita.
Hidup kita tidak mungkin lepas dari semua itu, namun yang terpenting adalah bagaimana kita menanggapi pengalaman tersebut. Hidup kita akan susah atau bahkan hancur jika kita memilih untuk bersedih dan meratapi hal-hal yang melukai dan menyakitkan kita.
Tanpa sadar, kita bahkan mungkin akan tenggelam dalam kubangan kesedihan yang sebenarnya tidak ada artinya. Ya, tak ada artinya kerana kita tak akan mendapat apapun sesudahnya.
Namun jika kita memilih untuk belajar berjiwa besar dan menerima semua pengalaman yang tidak menyenangkan itu dengan hati yang lapang, kita adalah seorang yang boleh diajar.
Rahmat TUHAN akan memampukan kita untuk melihat pembentukan yang TUHAN lakukan melalui setiap kejadian itu, hingga suatu saat kita boleh mengerti dan bersyukur atas didikan dan pembentukan yang kita terima tersebut.
Jika kita mampu melakukan semua itu, niscaya kita juga akan menjadi satu pribadi yang tidak mudah menghakimi orang lain, kerana kita menyedari bahawa semua orang masih dalam proses pembentukan TUHAN dan proses itu belumlah selesai.
HANYA MANUSIA YANG BEBESAR HATI YANG SANGGUP MEMBERIKAN SEBUAH PENGAMPUNAN DI ATAS HARGA KEKECEWAAN !!!
Sedikit waktu mungkin tak sanggup melupakan rasa terluka kerana tersakiti, namun belajar pada luka bahwa mereka yang dewasa tak akan larut dalam kecewa yang berujung pada rasa dendam.
Hiduplah pada saat ini, bukan saat yang telah lalu yang masih menyimpan amarah atas kecewa. Saat ini hanya cerita bagaimana melepaskan kekecewaan menuju kebijakan sebenarnya. Alangkah indahnya dunia ini jika setiap kita dapat bersikap sebagai seorang yang benar di mata TUHAN.
“Sebab jika kita hidup kita hidup untuk TUHAN, dan jika kita mati, kita mati untuk TUHAN. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik TUHAN.” (Roma 14:8)
KERANJANG ARANG DAN KITAB SUCI
Seorang Kakek hidup di suatu perkebunan di suatu pegunungan sebelah timur Negara bagian Kentucky (Amerika) dengan cucu lelakinya yang masih muda. Setiap pagi Kakek bangun lebih awal dan membaca Alkitab di meja makan di dapurnya. Cucu lelakinya ingin sekali menjadi seperti kakeknya dan mencoba untuk menirunya dalam cara apapun semampunya.
Suatu hari sang cucu nya bertanya, ”Kakek! Aku mencoba untuk membaca Alkitab seperti yang kakek lakukan tetapi aku tidak memahaminya, dan apa yang aku pahami aku lupakan secepat aku menutup buku. Apa sih kebaikan dari membaca Alkitab?”
Dengan tenang sang Kakek dengan mengambil keranjang tempat arang, memutar sambil melobangi keranjang nya ia menjawab, ”Bawa keranjang ini ke sungai dan bawa kemari lagi penuhi dengan air.”
Maka sang cucu melakukan seperti yang diperintahkan kakek, tetapi semua air habis menetes sebelum tiba di depan rumahnya. Kakek tertawa dan berkata, “Lain kali kamu harus melakukannya lebih cepat lagi.”
Maka ia menyuruh cucunya kembali ke sungai dengan keranjang tersebut untuk dicoba lagi. Sang cucu berlari lebih cepat, tetapi tetap, lagi-kagi keranjangnya kosong sebelum ia tiba di depan rumah. Dengan terengah-engah, ia berkata kepada kakeknya bahwa mustahil membawa air dari sungai dengan keranjang yang sudah dibolongi, maka sang cucu mengambil ember sebagai gantinya. Sang kakek berkata, ”Aku tidak mau ember itu; aku hanya mau keranjang arang itu. Ayolah, usaha kamu kurang cukup.”
Maka sang kakek pergi ke luar pintu untuk mengamati usaha cucu laki-lakinya itu. Cucunya yakin sekali bahwa hal itu mustahil, tetapi ia tetap ingin menunjukkan kepada kakek nya, biar sekalipun ia berlari secepat-cepatnya, air tetap akan bocor keluar sebelum ia sampai ke rumah. Sekali lagi sang cucu mengambil air ke dalam sungai dan berlari sekuat tenaga menghampiri kakek, tetapi ketika ia sampai di depan kakek keranjang sudah kosong lagi.
Sambil terengah-engah ia berkata, ”Lihat Kek, percuma!”. ”Jadi kamu pikir percuma?” jawab kakek. Kakek berkata, ”Lihatlah keranjangnya.“
Sang cucu menurut, melihat ke dalam keranjangnya dan untuk pertama kalinya menyadari bahwa keranjang itu sekarang berbeda. Keranjang itu telah berubah dari keranjang arang yang tua kotor dan kini bersih luar dan dalam.
“Cucuku, hal itulah yang terjadi ketika kamu membaca Alkitab. Kamu tidak bisa memahami atau ingat segalanya, tetapi ketika kamu membacanya lagi, kamu akan berubah, luar dalam. Itu adalah karunia dari Allah di dalam hidup kita.” Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang.
KUPU-KUPU
Seseorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul dari kepompong. Orang itu duduk dan mengamati selama beberapa jam bagaimana si kupu-kupu berjuang memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.
Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Ternyata, Kupu-kupu itu mempunyai tubuh yang gembung dan kecil, dan sayapnya mengkerut.
Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yg mungkin akan berkembang dalam waktu.
Ternyata Semuanya tak pernah terjadi. kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang.
Kebaikan dan ketergesaan orang tersebut merupakan akibat dari ketidak mengertiannya bahwa kepompong yang menghambat, dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu berpindah ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga sayapnya menjadi kuat, dan siap terbang begitu memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.
Kadang-kadang pejuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yg semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.
- Saya memohon Kekuatan… Dan Tuhan memberi saya Kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
- Saya memohon Kebijakan... Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.
- Saya memohon Kemakmuran … Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.
- Saya memohon Keteguhan hati … Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.
Saya memohon Cinta dan Kasih sayang... Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong. - Saya memohon Kemurahan/kebaikan hati... Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan dan tantangan untuk diatasi. Saya tidak memperoleh yg saya inginkan… Tetapi … Saya mendapatkan segala yang saya butuhkan.
HIDUP DALAM KESUCIAN
Kita harus menyadari satu hal yang sangat penting yang harus kita capai dalam hidup ini yaitu, kita harus terus bertumbuh dalam kesucian Tuhan, hingga mencapai tingkat kesempurnaan hidup seperti yang Allah Bapa di sorga kehendaki. Terus bertumbuh dalam kesucian Tuhan tentu merupakan suatu hal yang tidak mudah. Hal ini membutuhkan perjuangan berat. Sebab kita tidak akan mungkin bisa mencapai tingkat kesempurnaan hidup, kalau kita tidak mau berjuang untuk mencapainya.
Ada begitu banyak orang percaya yang selama ini selalu menghindar untuk bertumbuh dalam kesucian Tuhan dengan satu alasan; ”Mana mungkin kita bisa menjadi sempurna seperti Allah?”. Ini adalah alasan yang selalu kita dengar. Padahal Firman Tuhan katakan kita harus sempurna “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” Matius 5:48 Kita harus berpikir dengan jujur bahwa, Allah Bapa di sorga tidak mungkin menetapkan sebuah standar hidup yang tidak bisa kita capai. Sebab kalau Allah menetapkan standar hidup yang tidak bisa dicapai, maka kita tidak perlu menerima anugerah. Sekalipun kita menerima anugerah, tetapi kalau standar hidup yang ditetapkan Allah adalah hal yang tidak bisa dicapai, itu artinya semua manusia pasti binasa di dalam api neraka dan tidak ada yang selamat.
Saudaraku, kita harus sadarlah bahwa anugerah itu diberikan kepada semua manusia, supaya semua manusia yang mau percaya kepada Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus tidak binasa dalam api neraka. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Yohanes 3:16
Persoalannya sekarang adalah, setelah menerima anugerah, maka kita harus hidup sesuai dengan standar hidup seperti yang Allah Bapa di sorga kehendaki yaitu, hidup dalam kesucian, kekudusan, dan kebenaran Allah. Kita tidak bisa menghindar dengan alasan tidak mungkin bisa menjadi sempurna sama seperti yang Allah Bapa di sorga kehendaki. Sebab kita harus jujur melihat, Tuhan Yesus bisa mencapai standar hidup kesempurnaan seperti yang Allah Bapa kehendaki.
Jangan pernah berkata bahwa; ”Tuhan Yesus pasti bisa karena Dia Tuhan.” Kalau kita berkata demikian, maka itu artinya kita tidak belajar firman Tuhan dengan benar. Sebab seperti yang firman Tuhan katakan, saat di dunia Tuhan Yesus adalah manusia biasa.
Filipi 2: 5-6
2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,…
MACAN DENGAN NYALI TIKUS
“Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan” (I Timotius 1:7)
Salah satu alasan mengapa kita tidak bisa mengembangkan senyum lebih lebar adalah karena kita terlampau dicekam oleh ketakutan kita sendiri. Boleh percaya boleh tidak, namun fakta berkata bahwa ketakutan adalah seperti kanker ganas yang menggerogoti sukacita kita. Semakin kita mengijinkan ketakutan mempengaruhi kehidupan kita, maka semakin sulit kita merasakan sukacita.
Cerita lama dari India menceritakan tentang tikus yang ketakutan karena melihat seekor kucing. Itu sebabnya tikus tersebut pergi kepada tukang sihir untuk menyulapnya menjadi kucing. Setelah tikus tersebut jadi kucing, kembali lagi ia dicekam rasa takut karena melihat anjing. Maka segera saja ia kembali ke tukang sihir dan minta mengubahnya menjadi anjing. Setelah jadi anjing, lagi-lagi ia takut ketika bertemu dengan macan dan minta kepada tukang sihir untuk mengubahnya menjadi macan. Tetapi ketika ia datang lagi dengan keluhan bahwa ia bertemu dengan pemburu, si tukang sihir menolak membantu lagi, “Akan saya ubah kamu jadi tikus lagi, sebab, sekalipun badanmu macan, nyalimu masih tetap nyali tikus.”
Ketika kita percaya kepada Yesus, kita diubah menjadi manusia baru. Hanya sayang, kita seperti cerita klasik tersebut. Kita mengaku sudah menjadi manusia baru, tapi “nyali” kita tidak baru. Daripada mengijinkan Kristus menguasai kehidupan kita, kita lebih mengijinkan ketakutan yang menguasai kita. Bukan iman, tapi rasa kuatir. Bukan keberanian, tapi rasa cemas. Tak heran sukacita kita padam. Tak ada senyum. Tak ada keceriaan. Sebaliknya, kegelisahan dan ketakutanlah yang terpancar dari hidup kita.
Seandainya kita memiliki nyali Kristus, tentu kita bisa bersukacita dalam segala keadaan. Paulus memiliki nyali Kristus, itu sebabnya penjara tak bisa membendung sukacitanya. Demikian juga situasi dan kondisi yang paling buruk sekalipun tak akan pernah bisa memadamkan sukacita kita, seandainya kita memiliki nyali Kristus. Sungguh ironis kalau kita mengaku sebagai anak Tuhan tetapi tak mampu lagi bersukacita karena situasi dan keadaan yang menantang kita. Bukankah seharusnya kita berani menghadapi setiap tantangan hidup dengan optimisme dan sukacita? Kalau tak bisa tersenyum di tengah tantangan hidup, itu seperti seekor macan dengan nyali tikus.
Hadapilah semua tantangan hidup dengan optimisme dan sukacita.