Sabtu 04 Mei 2019
CINTA SEJATI
Bilangan 28 – 29; Kidung Agung 8:5 – 14; Matius 24:32-51
Ayat Mas / Renungan
Kidung Agung 8:6-7 “Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN! “Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.”
Ada kecenderungan menggambarkan cinta bagaikan api. Hal itu berarti cinta itu harus tetap terukur dan terkendali. Sama halnya dengan api yang sangat dibutuhkan manusia. Semua alat transportasi digerakan oleh api yang terukur dan terkendali. Setiap hari manusia mengkonsumsi makanan matang yang sehat karena diolah dan dimatangkan dengan api yang terukur dan terkendali. Bila api tak terkendali dia akan menyambar dan membakar kemudian merusak karena menimbulkan kebakaran. Perumahan bisa rata dengan tanah dan hutan luas menjadi tanah kering kerontang dibuatnya.
Jadi api sangat dibutuhkan manusia tetapi juga haruslah tetap terkendali. Demikian halnya dengan cinta. Cinta itu kuat dan indah yang berpotensimenguatkan dan mengindahkan hidup. Tetapi bila cinta itu menjadi liar tak terkendali maka cinta akan melemahkan dan merusak yang seharusnya indah bisa menjadi buruk. Cinta berupa kegairahan tak terkendali digambarkan seperti maut dan dunia orang mati. Bila tak terkendali kualitas cinta menjadi sangat merosot dan buruk. Raja Salomo sedang mengevaluasi perjalanan cintanya yang liar yang sanggup melumpuhkan kebijaksanaan dan kedewasaannya. Salomo terperangkap kepada cinta tak terkendali bagaikan kuburan yang mengubur segala potensinya. Dari keadaan ini seseorang pun tak dapat melarikan diri. Bila cinta digambarkan sebagai api yang terukur dan terkendali cinta ini menjadi kuat dan indah. Air yang banyak tak mampu memadamkannya bahkan sungai tak dapat menghanyutkannya. Salomo sedang membicarakan cinta sejatinya kepada Sulam istri masa mudanya yang tidak pernah hilang oleh pengaruh 300 istri politisnya juga oleh 700 gundik-gundik yang mengelilinginya. Cintanya kepada Sulam tak pula tertukar oleh harta benda yang memenuhi rumahnya. Cinta tak terbeli oleh uang. Siapa pun yang melakukannya, dia telah melakukan tindakan yang hina dan bodoh. Itulah sebabnya perlu dihindari sikap membangun pernikahan yang berlandaskan daya tarik harta. Sikap seperti ini sering membuat suatu pernikahan menjadi gagal. Sangat jelas bahwa Salomo adalah raja pengagum pernikahan saling setia antara suami dan istri. Dia betul-betul sangat menyetujui monogami dan menentang poligami. Tetapi dia telah terjerat, penyesalan sudah tidak berguna. Dia hanya menyesal mengaku kesalahan fatalnya dan mengharap pengampunan dari Allah. Diampunikah dia? Itu urusannya dengan Allah, tidak perlu kita urus ya. Setialah dan setialah. (MT)
Cinta sejati selalu terkendali sebab bila tak terkendali cinta menjadi liar dan tak bermoral.