Klik Di Sini Untuk Melihat Pesan Mingguan Tahun 2024
PESAN MINGGU INI 21 DESEMBER 2025
KETULUSAN DOA SEORANG IBU
“Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan Tuhan telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada Tuhan; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan.” Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada Tuhan.” (1 Samuel 1:27-28)
Hana tidak disebut secara khusus sebagai perempuan pendoa yang saleh. Namun demikian, melalui kisah kehidupannya, sangat tepat bila ia disebut sebagai ibu pendoa yang saleh. Ia adalah seorang ibu, istri Elkana, yang kecewa karena selalu dihina oleh Penina, madunya, sebab Hana tidak dikaruniai anak.
Alkitab menjelaskan bahwa Allah menutup kandungan Hana. Hal ini berarti kemandulan Hana merupakan tindakan langsung dari Allah. Tuhan mengizinkan Hana mengalami kekecewaan karena kondisi yang menimpanya. Namun, Hana meresponinya dengan baik. Ia terbentuk menjadi seorang ibu pendoa yang tekun.
Hal yang sama sering dialami oleh orang percaya. Tuhan kadang mengizinkan situasi sulit agar kita terbentuk menjadi pribadi yang sungguh-sungguh berdoa dan bergantung pada kehendak-Nya. Jadi, bila dalam perjalanan hidup Allah menuntun kita ke dalam situasi yang sulit, belajarlah untuk meresponinya dengan baik dan tepat. Sesungguhnya, Allah sedang menuntun kita ke dalam kondisi di mana kita merasa tidak mampu tanpa pertolongan-Nya.
Seperti Hana yang langsung berdoa dan menyerahkan kepedihan hati serta kekecewaannya kepada Tuhan, ia menjadi sosok beriman yang mengabdikan hidupnya dengan setia berdoa di bait Allah. Dengan sungguh-sungguh ia memohon anugerah Allah agar dikaruniai seorang anak. Ketika Allah mengabulkan doanya, anak itu diberi nama Samuel, yang berarti “anak yang diminta dari Allah.” Hana melanjutkan pengabdiannya dengan menepati nazarnya kepada Tuhan: ia menyerahkan Samuel untuk melayani di bait Allah di bawah pengasuhan Imam Eli.
Melalui perjalanan hidup Hana, sangat jelas terlihat kekuatan doa seorang ibu. Hana adalah seorang ibu yang tak henti-henti berdoa bagi anaknya. Samuel kemudian bertumbuh dewasa menjadi seorang imam.
Demikian pula dengan kisah Agustinus, seorang bapak gereja yang pada masa mudanya hidup dengan sangat buruk. Namun, ibunya, Monika, dengan tekun dan penuh kasih mendoakannya. Doa sang ibu tidak sia-sia — Agustinus akhirnya bertobat, menjadi bapak gereja yang baik, dan seorang teolog ternama.
Dalam banyak kesaksian, para hamba Tuhan sering mengangkat tokoh seorang ibu yang berdoa bagi anak-anaknya. Doa seorang ibu mampu membawa perubahan besar, bahkan menjadikan anak-anaknya pelayan Tuhan. Doa seorang ibu adalah sesuatu yang sangat kuat, karena didasari oleh kasih yang besar kepada anak-anaknya. MT
Minggu 21 Desember 2025
PESAN MINGGU INI 14 DESEMBER 2025
KETULUSAN DI DALAM PERISTIWA KELAHIRAN YESUS
“Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa,” (Lukas 2:29-31)
Simeon dan Hana adalah dua tokoh Alkitab yang jarang diangkat sebagai figur penting dalam peristiwa Natal atau perayaan kelahiran Yesus Kristus. Namun, keduanya memiliki peran yang sangat berarti dalam kisah tersebut.
Simeon dan Hana muncul setelah Yesus berusia delapan hari, ketika Ia dibawa ke Bait Allah untuk disunat dan dipersembahkan kepada Tuhan, sesuai dengan hukum Taurat. Dipimpin oleh Roh Kudus, Simeon datang ke Bait Allah pada waktu yang sama. Di sanalah ia menyatakan bahwa Yesus adalah keselamatan yang telah lama dinantikan.
Tak lama kemudian, hadir pula Hana — seorang nabiah, anak Fanuel, dari suku Asyer. Ia yang sudah berusia 84 tahun, tidak pernah meninggalkan Bait Allah, tetapi senantiasa beribadah, berpuasa, dan berdoa siang malam. Ketika melihat bayi Yesus, Hana bersyukur kepada Allah dan dengan penuh semangat menceritakan tentang Yesus kepada banyak orang.
Sangat jelas bahwa pengakuan Simeon tentang Yesus sebagai keselamatan yang dinantikan itu lahir dari ketulusan hatinya. Ia dikenal sebagai orang saleh, kudus, dan setia. Pengakuannya melanjutkan kesaksian para gembala yang sebelumnya telah menyaksikan bayi Yesus terbaring di palungan dan menceritakan pertemuan mereka dengan malaikat serta bala tentara surga kepada Maria.
Dengan demikian, ketulusan hati menjadi benang merah yang menyatukan semua tokoh dalam peristiwa kelahiran Yesus — para gembala, Simeon, Hana, bahkan Maria, Yusuf, Zakaria, dan Elisabet. Mereka semua menyatakan iman dan sukacita mereka dengan hati yang murni dan tulus.
Tak ketinggalan, para majus yang datang dari Timur pun menunjukkan ketulusan mereka. Mereka mengikuti petunjuk bintang, datang untuk menyembah, dan mempersembahkan hadiah-hadiah berharga kepada bayi Yesus — emas, kemenyan, dan mur. Semua dilakukan dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam.
Oleh karena itu, ketulusan hendaklah menjadi dasar dalam setiap perbuatan dan ibadah kita, terlebih pada saat kita merayakan Natal. Sebab Natal bukan sekadar perayaan lahiriah, melainkan peringatan akan kasih Allah yang lahir di tengah dunia dalam kesederhanaan dan ketulusan.
Marilah kita merayakan Natal dengan sukacita yang tulus, sebagaimana para tokoh iman di sekitar kelahiran Yesus menunjukkan ketulusan hati mereka dalam menyembah, bersyukur, dan bersaksi tentang Sang Juruselamat. MT
Minggu 14 Desember 2025
PESAN MINGGU INI 07 DESEMBER 2025
KRISTUS SANG PEMBAWA DAMAI
“Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: ”Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Lukas 2:13-14)
Para gembala mendapatkan kehormatan istimewa dari Allah ketika malaikat datang membawa kabar sukacita tentang kelahiran Yesus. Hal itu tentu tak pernah terbayangkan oleh para gembala yang hidup sederhana dan penuh pergumulan. Mereka bukan hanya menerima berita kelahiran dari seorang malaikat, tetapi juga menyaksikan kemuliaan surgawi — mendengar pujian para malaikat dan sejumlah besar bala tentara surga yang memuliakan Allah.
Salah satu kalimat dari pujian surgawi itu berbunyi: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai di bumi.” Kalimat itu sungguh menyentuh hati para gembala, sehingga mereka segera berangkat dengan penuh semangat untuk menemui bayi Yesus di kandang domba di Betlehem. Mereka tidak menunda, sebab mereka percaya bahwa kelahiran Sang Juruselamat membawa damai bagi dunia.
Setelah bertemu dengan bayi Yesus, para gembala kembali ke padang dengan hati yang penuh damai dan sukacita, sambil memuliakan Allah. Mereka merasakan bahwa damai yang dibawa Yesus bukan sekadar damai secara lahiriah atau politis, melainkan damai sejati yang berasal dari Allah sendiri. Yesus benar-benar datang untuk membawa damai yang sejati, damai yang meliputi seluruh kehidupan manusia. Dalam Yesus, kita mengalami tiga bentuk damai yang utuh:
-
- Damai dengan Allah. Yesus datang sebagai Juru Damai yang memulihkan hubungan antara manusia berdosa dengan Allah. Setiap orang yang percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat diangkat menjadi anak-anak Allah. Dalam Yesus, hubungan dengan Allah menjadi indah, hidup, dan penuh damai.
- Damai dengan diri sendiri. Para gembala belajar menerima diri mereka apa adanya — sebagai gembala yang sederhana, namun kini berharga di hadapan Allah. Mereka bahagia karena tahu bahwa mereka milik Yesus. Dalam Yesus, kita pun belajar berdamai dengan diri sendiri, hidup tanpa rasa takut atau rendah diri.
- Damai dengan sesama. Orang yang telah mengalami kasih Kristus akan memiliki kemampuan untuk mengasihi orang lain. Kasih Allah yang kita terima di dalam Yesus menjadi dasar dan jaminan hidup yang penuh damai dengan sesama.
Jadi, jika di dalam Yesus kita mengalami kasih Allah, maka di dalam Yesus pula kita dimampukan untuk hidup dalam damai dan mengasihi sesama. Itulah damai sejati yang dijanjikan Allah — bukan hanya untuk para gembala di Betlehem, tetapi juga untuk kita semua yang percaya kepada-Nya. MT
Minggu 07 Desember 2025
PESAN MINGGU INI 30 NOVEMBER 2025
KETULUSAN VS KEPURA-PURAAN
“Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat” (Roma 12:9-10)
Saling mengasihi adalah perintah Tuhan kepada gereja-Nya dalam membangun hubungan di dalam komunitas orang percaya. Kasih yang diperintahkan itu adalah kasih yang lahir dari hati yang tulus, bukan kepura-puraan atau kemunafikan.
Faktanya, tidak sedikit orang yang tampak mengasihi, namun sebenarnya hanya berpura-pura. Dengan manis mulutnya mengatakan “aku mengasihi”, tetapi hatinya masih menyimpan kebencian. Padahal, kasih yang sejati adalah kasih yang tulus, bukan kasih yang dibuat-buat. Mengasihi adalah nilai hidup yang tidak boleh dijalankan dengan kepura-puraan, sebab ketulusan adalah lawan dari kemunafikan.
Jika seseorang berbuat kebaikan tanpa ketulusan, maka perbuatannya hanyalah kemunafikan. Orang yang berbuat baik tanpa tulus biasanya memiliki berbagai tujuan tersembunyi: ingin dipuji, berharap imbalan, atau bahkan ingin menguasai dan mengatur orang yang menjadi objek perbuatannya. Bila harapannya tidak terpenuhi, ia akan merasa kecewa.
Berbeda halnya dengan orang yang berbuat kebaikan dengan ketulusan. Ia tidak mencari kehormatan atau keuntungan pribadi, melainkan tulus ingin menolong dan membahagiakan orang lain.
Rasul Paulus mengajarkan bahwa ada dua hal yang harus dilakukan dengan ketulusan, yaitu saling mengasihi dan saling mendahului dalam memberi hormat. Dalam komunitas orang percaya, hendaklah setiap anggota saling mengasihi dengan tulus hati. Bila kasih itu dilandasi ketulusan, pasti tercipta kehidupan bersama yang indah dalam komunitas tersebut.
Demikian pula, bila setiap orang berusaha saling mendahului dalam menghormati dengan ketulusan, hubungan antar anggota akan menjadi hidup, akrab, dan menyenangkan. Sebaliknya, jika hubungan dibangun atas dasar kepura-puraan, maka yang muncul hanyalah kemunafikan yang merugikan diri sendiri dan merusak kebersamaan.
Karena itu, ketulusan menghasilkan kemenangan dan kesatuan, sedangkan kepura-puraan membawa kekalahan dan kehancuran. MT
Minggu 30 November 2025
PESAN MINGGU INI 23 NOVEMBER 2025
MEMENANGKAN JIWA-JIWA DENGAN KETULUSAN
“Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.” (1 Korintus 9:19)
Menjangkau jiwa-jiwa bagi Kristus merupakan cita-cita dan harapan mulia bagi setiap orang percaya. Memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus adalah perintah langsung dari Tuhan Yesus kepada semua pengikut-Nya.
Memenangkan jiwa tidak berarti “mengalahkan” orang lain, melainkan membawa mereka kepada keselamatan di dalam Kristus. Rasul Paulus mengangkat kehidupannya sendiri sebagai teladan tentang prinsip-prinsip dalam memenangkan jiwa melalui penyangkalan diri demi keselamatan orang lain.
Dalam usaha memenangkan jiwa bagi Kristus, terkadang seseorang perlu rela melepaskan haknya dan mempertimbangkan status maupun keyakinan orang yang hendak dijangkau. Paulus berkata, “Sungguhpun aku orang merdeka, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang.” (1 Korintus 9:19).
Seorang pengikut Kristus perlu merendahkan hati dengan tulus, agar tidak membatasi diri dalam menjangkau jiwa-jiwa. Walaupun seseorang berada pada strata sosial yang tinggi, ia perlu memposisikan dirinya pada tempat yang rendah supaya memiliki kesempatan untuk menjangkau lebih banyak orang bagi Kristus.
Sikap merendahkan diri hendaklah dilakukan dengan ketulusan hati, bukan sebagai bentuk pencitraan. Rasul Paulus tidak mengorbankan prinsip-prinsip kekristenan demi menyesuaikan diri, tetapi ia menerima kenyataan demi memenangkan jiwa bagi Kristus. Ia siap menyesuaikan diri untuk menghormati keyakinan orang lain tanpa melanggar prinsip iman.
Untuk memenangkan orang Yahudi, Paulus menjadi seperti orang Yahudi. Namun, ia tidak pernah kembali kepada Yudaisme. Menjadi seperti orang Yahudi berarti taat kepada hukum Taurat—khususnya hukum moral dan sosial—tanpa terikat pada hukum ibadah yang berhubungan dengan keselamatan.
Menghamba secara tulus demi memenangkan jiwa bagi Kristus adalah hal yang mulia. Menghamba berarti merendahkan diri dan memposisikan diri lebih rendah dari orang yang hendak dijangkau.
Salah satu makna “memenangkan” adalah memberi kemenangan, bukan mengalahkan. Dengan demikian, memenangkan jiwa berarti menolong seseorang keluar dari kuasa dosa dan membawa mereka kepada kemenangan sejati di dalam Yesus Kristus. MT
Minggu 23 November 2025
PESAN MINGGU INI 16 NOVEMBER 2025
MENJADI TERANG
“Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang Tuhan terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu.” (Yesaya 60:1-3)
Nabi Yesaya menegur umat Allah karena kebutaan rohani mereka terhadap jalan-jalan Tuhan. Kebutaan rohani itu membuat umat berjalan dalam kegelapan, meraba-raba tanpa arah, seperti orang buta tanpa tongkat dan penuntun. Karena itu, Yesaya menyerukan agar umat Tuhan bangkit dan menjadi terang, untuk menghalau kegelapan yang meliputi bumi.
Fokus utama pemberitaan Yesaya adalah keagungan Allah yang kontras dengan kelemahan dan ketidaksetiaan umat-Nya. Namun demikian, Allah tetap setia pada janji-Nya untuk menjadikan umat-Nya sebagai terang bagi bangsa-bangsa. Allah menghargai doa syafaat dan kesetiaan sebagian kecil umat yang tetap hidup benar di hadapan-Nya di tengah-tengah generasi yang berpaling dari Allah.
Sesuai dengan arti namanya, Yesaya—yang berarti Tuhan menyelamatkan—ia disebut nabi penyelamat, sebab seluruh pemberitaannya menegaskan bahwa keselamatan berasal dari Tuhan. Yesaya sering disebut juga sebagai nabi Injili, karena nubuat-nubuatnya tentang kedatangan Yesus Kristus sebagai Juruselamat begitu lengkap dan mendetail.
Melalui nubuatnya, terang yang diserukan Yesaya pada zamannya merupakan kenyataan rohani yang digenapi sepenuhnya dalam diri Yesus Kristus. Dialah Terang Dunia, yang datang untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan dosa. Yesus menjadi jalan, kebenaran, dan hidup, agar setiap orang yang percaya kepada-Nya berjalan dalam terang yang menuntun kepada keselamatan dan kehidupan kekal.
Perintah untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa kini berlaku bagi gereja Tuhan di seluruh dunia. Setiap orang percaya dipanggil dan diutus untuk memancarkan terang Kristus, menghadirkan kasih, kebenaran, dan keselamatan bagi mereka yang masih hidup dalam kegelapan.
Sebagaimana Allah memanggil umat-Nya di zaman Yesaya, demikian pula hari ini Ia memanggil kita: “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang.” MT
Minggu 16 November 2025
PESAN MINGGU INI 09 NOVEMBER 2025
KETULUSAN DAN KEJUJURAN MEMBAWA KESELAMATAN
“Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu – yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api – sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” (1 Petrus 1:7)
Kemurnian iman terbentuk melalui ketulusan dan kejujuran dalam menjalani kehidupan sebagai umat beriman. Umat Tuhan yang hidup dengan dasar ketulusan dan kejujuran akan memperoleh kehormatan dari Tuhan dan juga dari sesama. Setiap orang percaya yang hidup dalam kebenaran dan ketulusan akan mengalami fakta pertolongan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Pertolongan Allah yang nyata itulah yang membawa kehormatan sejati. Kejujuran dan ketulusan lahir dari sikap mengenal dan menghormati Allah, yang selalu hadir untuk menolong, mengawasi, serta menuntun umat-Nya. Umat yang menjalani kehidupan iman dengan hati yang tulus—baik dalam perkataan maupun perbuatan—akan senantiasa terpelihara dalam kekuatan Allah. Kejahatan tidak akan mampu mencelakakan mereka, sebab kejahatan pasti dikalahkan oleh kebaikan dan kebenaran.
Allah akan selalu melindungi dengan kasih karunia dan kuasa-Nya orang-orang yang hidup dalam iman yang tulus dan benar. Dengan ketulusan hati, umat beriman akan terus berjuang membuktikan kemurnian imannya. Ketulusan dan kejujuran memang tidak selalu dihargai oleh manusia, namun pada akhirnya akan membawa kehormatan yang sejati . Rasul Petrus menulis surat ini kepada umat Tuhan yang sedang menghadapi penganiayaan. Banyak di antara mereka yang mulai berlaku tidak jujur karena berusaha menyembunyikan identitasnya sebagai pengikut Kristus. Melalui suratnya, Rasul Petrus memberikan dorongan dan penguatan agar mereka tetap tulus dan berani menyatakan diri sebagai murid Kristus untuk membuktikan kemurnian iman mereka.
Umat yang tulus dalam imannya akan tetap kuat dan bersukacita di tengah berbagai pencobaan. Allah mengizinkan pencobaan datang untuk memurnikan iman umat-Nya. Hanya mereka yang menjalani kehidupan iman dengan tuluslah yang mampu bertahan dan tetap setia kepada Kristus.
Kesetiaan kepada Kristus akan menghasilkan pujian dan kehormatan, baik bagi diri umat itu sendiri maupun bagi Tuhan. Dengan demikian, jelaslah bahwa kehidupan iman yang didasari kejujuran dan ketulusan hati tidak akan tergoyahkan oleh apa pun atau siapa pun. Setiap pencobaan yang datang justru akan memurnikan iman dan meneguhkan pengharapan.
Tuhan memandang ketabahan dan kesetiaan dalam menghadapi pencobaan sebagai nilai kehidupan yang sangat berharga. Bila umat-Nya dinilai berharga di hadapan Tuhan, maka sudah pasti mereka akan menerima kehormatan dari-Nya. MT
Minggu 09 November 2025
PESAN MINGGU INI 02 NOVEMBER 2025
KETULUSAN SEBAGAI ESENSI MELAYANI
“Demikian juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu.” (Titus 2:6-7)
Surat Rasul Paulus kepada sahabatnya, Titus, berisi nasihat dan petunjuk bagi para pemimpin serta pelayan jemaat. Sebagai pemimpin dan pelayan Tuhan, mereka harus berpegang teguh untuk hidup sebagai orang yang beriman kepada Allah, bukan sekadar beragama secara lahiriah.
Surat ini merupakan bentuk dukungan Paulus kepada Titus agar ia terus mengajarkan iman yang benar serta membimbing jemaat untuk berjuang hidup sesuai dengan kehendak Allah. Hal ini sangat penting guna mengantisipasi munculnya para pengajar dan pemberita Injil yang palsu.
Tugas penting yang harus segera dilakukan Titus untuk menghadapi para pengajar palsu adalah memilih dan menetapkan para penatua, serta memperlengkapi mereka agar hidup sesuai dengan pengajaran yang benar. Kehadiran para penatua ini terbukti efektif untuk menepis ajaran-ajaran palsu yang bertentangan dengan Injil Kristus.
Salah satu cara mengenali para pengajar palsu adalah melalui ketidaktulusan mereka dalam mengajar. Biasanya, para rasul atau pengajar palsu termotivasi untuk menarik orang menjadi pengikut mereka sendiri, bukan menjadi pengikut Kristus. Sebaliknya, Titus dan para penatua menjadikan kejujuran sebagai inti pelayanan mereka—melalui sikap menguasai diri, memberi teladan, dan bersungguh-sungguh mengajarkan kebenaran.
- Pertama, mereka memiliki penguasaan diri. Mereka tidak tergoda untuk mencari kesuksesan dengan cara yang salah atau dengan memalsukan ajaran Injil demi memperoleh banyak pengikut. Titus dan para penatua tetap konsisten mengajarkan kebenaran dan menuntun orang percaya menjadi pengikut Kristus yang sejati.
- Kedua, mereka memberi teladan. Mereka melaksanakan segala sesuatu yang mereka ajarkan. Bagi seorang pemberita Injil sejati, mengajarkan kebenaran harus selalu disertai dengan melakukan kebenaran.
- Ketiga, mereka bersungguh-sungguh dalam mengajarkan dan melakukan kebenaran Injil. Bersungguh-sungguh dalam mengajar juga berarti bersungguh-sungguh belajar. Mereka tidak merasa sudah mengetahui segalanya, tetapi menyadari bahwa masih banyak hal yang belum mereka pahami. Karena itu, mereka terus belajar dan setia melakukan apa yang telah mereka ajarkan serta sedang mereka pelajari.MT
Minggu 02 November 2025
PESAN MINGGU INI 26 OKTOBER 2025
HIDUP TULUS SEBAGAI SURAT YANG TERBUKA
“Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.” (2 Korintus 3:3)
Sebelum Rasul Paulus menyatakan bahwa pengikut Kristus adalah “surat Kristus”, ia terlebih dahulu menegaskan bahwa pengikut Kristus adalah “surat pujian” bagi para rasul sejati.
Istilah “surat pujian” muncul karena pada masa itu marak beredar surat-surat rekomendasi yang dimiliki oleh rasul-rasul palsu. Mereka memperoleh surat pujian dari tokoh atau kelompok tertentu sebagai bentuk pengakuan atas kecerdasan dan keberhasilan mereka dalam memberitakan Injil. Namun, semua itu dilakukan demi mencari nama dan keuntungan, bukan dengan ketulusan hati maupun tujuan yang benar.
Berbeda dengan para rasul sejati, mereka tidak membutuhkan surat pujian berupa selembar kertas. Surat pujian mereka adalah jemaat yang setia kepada Injil. Mereka tidak mencari keuntungan ataupun pengakuan. Dasar pemberitaan mereka adalah ketulusan dengan tujuan yang murni, yaitu membawa orang berdosa kepada Kristus.
Untuk mempertegas hal ini, para rasul sejati menyatakan bahwa pengikut Kristus adalah “surat Kristus.” Sebagai surat Kristus, mereka tidak ditulis dengan tinta di atas selembar kertas, melainkan ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup. Tulisan itu tidak terukir pada loh-loh batu, melainkan pada hati manusia. Inilah tulisan Kristus yang nyata dalam ketulusan iman para pengikut-Nya.
Sebagai surat Kristus, hidup orang percaya harus terbuka untuk dibaca semua orang. Manusia tidak dapat melihat ketulusan hati, sebab hanya Allah yang bisa membacanya. Yang dapat dibaca oleh sesama adalah perbuatan kita. Karena itu, perbuatan kitalah yang menjadi surat terbuka bagi dunia.
Maka, hendaklah perkataan dan perbuatan kita lahir dari hati yang tulus. Artinya, hati, kata, dan laku harus seirama agar menjadi surat terbuka yang indah dan menyenangkan untuk dibaca. Memang tidak mudah, tetapi juga tidak mustahil. Sering kali ketulusan justru mendapat penolakan, sementara kemunafikan lebih diterima sebagai bacaan yang menyenangkan. Namun demikian, berjuanglah dengan tekun untuk membentuk hidup yang tulus. MT
Minggu 26 Oktober 2025
PESAN MINGGU INI 19 OKTOBER 2025
MAKSIMAL HIDUP SEBAGAI GARAM DAN TERANG
“Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.” (2 Petrus 1:5-7)
Menjadi garam dan terang dunia bukanlah status yang otomatis diperoleh begitu seseorang percaya kepada Yesus. Garam dan terang dunia bukanlah sekadar status, melainkan suatu kualitas hidup yang hanya dapat dicapai melalui proses belajar yang panjang dan berkesinambungan.
Garam dan terang dunia nyata serta dapat terlihat melalui sifat-sifat baik dan perbuatan yang dipraktikkan oleh umat Tuhan. Sifat dan perbuatan baik itu harus terus dikembangkan dan dimaksimalkan. Selain sebagai status, menjadi garam dan terang dunia juga merupakan perintah yang tidak boleh diabaikan. Garam dan terang dunia harus diterima sebagai panggilan sekaligus pilihan. Semua umat Tuhan terpanggil untuk menjadi garam dan terang dunia, lalu secara sadar memilih hidup demikian.
Karena itu, hendaklah kita berusaha semaksimal mungkin supaya panggilan dan pilihan tersebut semakin teguh. Iman dan keselamatan adalah anugerah Tuhan, tetapi tidak boleh berhenti hanya pada percaya dan beroleh keselamatan. Iman dan keselamatan harus diisi dengan hidup sebagai garam dan terang dunia. Artinya, kita harus menjaga perilaku agar tidak bertentangan dengan firman Tuhan.
Sebagai terang dunia, kita hendaknya membangun diri agar bertindak dan berkarya sesuai dengan firman Tuhan. Rasul Petrus memberi perintah yang sangat tepat, yaitu memaksimalkan hidup sebagai garam dan terang dunia dengan menambahkan kepada iman keselamatan tujuh sifat utama: kebajikan, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, kasih akan saudara, dan kasih akan semua orang.
Pertumbuhan dalam tujuh sifat ini tidak terjadi secara otomatis. Harus ada usaha yang disengaja dan sungguh-sungguh untuk terus mengembangkannya. Banyak umat Tuhan yang melalaikannya, sehingga bisa menggagalkan orang percaya masuk ke dalam Kerajaan Surga (1 Korintus 3:15).
Sebab itu, tidak ada cara lain selain terus memaksimalkan hidup sebagai garam dan terang dunia dengan berjuang setiap hari. MT
Minggu 19 Oktober 2025
PESAN MINGGU INI 12 OKTOBER 2025
MENJADI GARAM DAN TERANG SETIAP HARI
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.” (Matius 5:13–14)
Setelah Yesus mengajarkan tentang kebahagiaan sejati, Ia langsung menyatakan bahwa semua pengikut-Nya hendaklah membentuk diri menjadi garam dan terang dunia.
Melalui dua tema pengajaran Yesus, yaitu “Hidup Berbahagia” dan “Menjadi Garam dan Terang Dunia”, Yesus memotivasi para pengikut-Nya agar hidup diarahkan pada kesediaan untuk belajar, berjuang, dan berproses—hidup semakin baik, semakin cerdas, dan semakin benar.
Menjadi garam dan terang dunia bukan hanya sebuah pernyataan tentang nilai kehidupan pengikut Kristus, melainkan juga perintah yang harus ditaati oleh semua orang percaya.
Yesus kemudian melanjutkan pengajaran-Nya dengan menegaskan sikap yang benar terhadap Taurat. Hukum Taurat bukan untuk diabaikan, melainkan untuk dilakukan dan ditaati. Menjadi garam dan terang dunia juga mempertegas pentingnya menaati Taurat, khususnya Dasa Titah sebagai perintah Allah yang harus dipatuhi semua pengikut Kristus.
Perintah menjadi garam dunia dapat dipahami sebagai perintah untuk menjaga kesucian hidup. Ada delapan perintah atau larangan yang perlu ditaati agar umat Tuhan tetap berfungsi sebagai garam dunia. Kita tahu bahwa selain sebagai penyedap rasa, garam juga berfungsi mencegah pembusukan. Demikian pula, bila umat Tuhan setia menaati Firman, maka kehadirannya akan mencegah pembusukan moral dan peradaban manusia. Tetapi bila tidak taat, umat akan menjadi garam yang tawar, tidak lagi berfungsi menjaga dan mengembangkan peradaban dunia secara baik dan benar.
Dari Sepuluh Perintah Allah, hanya dua yang bersifat positif (harus dilakukan), yakni:
- Beribadah kepada Allah.
- Menghormati orang tua.
- Sedangkan yang lainnya berbentuk larangan, sebagai penjagaan agar umat tidak kehilangan fungsinya sebagai garam dunia.
Sementara itu, perintah menjadi terang dunia lebih bersifat aktif, yaitu melakukan perbuatan nyata untuk menciptakan kemajuan dan perdamaian. Menjadi terang dunia berarti berkarya, berbuat kebaikan, serta terlibat dalam membangun kesejahteraan manusia dan menciptakan dunia yang lebih baik. MT
Minggu 12 Oktober 2025
PESAN MINGGU INI 05 OKTOBER 2025
KETULUSAN YANG MEMBAWA ORANG KEPADA KRISTUS
”Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Matius 10:16)
Setiap orang percaya adalah saksi Kristus yang terpanggil dan diutus untuk membawa orang lain kepada Kristus. Sebagai umat yang diutus, fokus berkarya seharusnya diarahkan ke tempat yang sulit, sebab Yesus mengumpamakannya seperti domba yang berada di tengah-tengah serigala.
Membawa jiwa kepada Kristus hampir mustahil bila mengandalkan kekuatan manusia. Namun, bila Kristus yang mengutus, pasti ada mujizat sebagai bukti penggenapan janji bahwa Ia senantiasa menyertai. Dari pihak yang diutus, tetap ada tanggung jawab untuk menjalankan tugas sebagai saksi Kristus dengan sikap cerdik dan tulus.
Membentuk diri agar menjadi pribadi yang cerdik dan tulus adalah sebuah proses yang membutuhkan pembelajaran terus-menerus, dilakukan secara serius dan berkesinambungan. Cerdik saja tidak cukup, tulus saja pun tidak memadai. Karena itu, keduanya harus berjalan seiring.
Ketulusan adalah nilai luhur Kekristenan, namun tidak cukup hanya dipahami; ketulusan harus dihidupi. Dalam berkarya, bersaksi, dan mengabdi, ketulusan harus menjadi dasar. Khususnya dalam bersaksi, ketulusan menuntun setiap saksi Kristus untuk membawa orang berdosa kepada Kristus, bukan kepada dirinya sendiri.
Sayangnya, ada banyak orang percaya yang bersaksi tanpa ketulusan, sehingga justru menarik orang kepada diri mereka, bukan kepada Kristus. Ketulusan dalam bersaksi pasti akan membawa jiwa-jiwa menjadi milik Kristus. Berbeda dengan kecerdikan atau kecerdasan dalam bersaksi tanpa ketulusan—hal itu cenderung membawa orang kepada pribadi sang pemberita, meski mengatasnamakan Kristus.
Para pengajar sesat atau penginjil palsu yang sudah ada sejak zaman para rasul adalah contoh orang-orang yang cerdas tetapi tanpa ketulusan. Karena itu, mereka menyesatkan banyak orang percaya untuk menjadi pengikut mereka, bukan pengikut Kristus.
Sebaliknya, para rasul sejati seperti Paulus dan rasul-rasul lainnya adalah pemberita Injil yang cerdas sekaligus tulus. Mereka menaati perintah Yesus untuk bersikap cerdik dan tulus. Para rasul sejati tetap berada di jalan dan tujuan yang benar. Kecerdasan dan ketulusan menjadikan mereka setia membawa orang berdosa kepada Kristus, sehingga menjadi pengikut Kristus yang sejati. MT
Minggu 05 Oktober 2025
PESAN MINGGU INI 28 SEPTEMBER 2025
PENGHALANG MENGASIHI DENGAN TULUS
“Euodia kunasihati, dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan. Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang bersama aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan. Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Filipi 4:2–4)
Kita semua mendambakan dikasihi dengan tulus. Sebab, bila kasih yang kita terima tidak tulus, sesungguhnya kita sedang hidup dalam tipu daya. Tanpa disadari, hal ini sangat mengganggu dan berdampak buruk pada hubungan yang menjadi tidak sehat. Tentu saja, kita tidak mungkin memaksa orang lain untuk mengasihi dengan tulus. Namun, yang dapat kita perjuangkan adalah membangun diri sendiri agar semakin peduli terhadap sesama dan belajar mengasihi dengan ketulusan.
Sayangnya, ada penghalang besar yang sering membuat kasih tidak tulus, yaitu kecenderungan hati yang mementingkan diri sendiri. Rasul Paulus menyaksikan bahwa kehidupan jemaat Kristus pada waktu itu rusak karena banyak orang hanya berpusat pada dirinya sendiri. Mereka tampak seolah-olah mengasihi orang lain, padahal sesungguhnya hanya mencintai dirinya sendiri secara berlebihan. Akibatnya, kasih yang mereka tunjukkan hanyalah pencitraan, bukan kasih yang tulus.
Untuk mengatasi hal ini, Rasul Paulus memberi pengarahan praktis: meneladani Kristus. Paulus menekankan agar kita “menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus.” Yesus mengasihi dengan tulus, yang nyata melalui kerelaan-Nya meninggalkan kemuliaan-Nya sebagai Allah. Ia datang ke dunia sebagai manusia yang lahir di tempat hina, bahkan rela disalibkan untuk menyelamatkan manusia. Kerendahan hati Yesus adalah teladan bagi setiap pengikut-Nya.
Rendah hati adalah kunci untuk menghalau sikap mementingkan diri sendiri sekaligus jalan untuk dapat mengasihi dengan tulus. Karena itu, bila kita tidak ingin dikasihi dengan pura-pura, marilah kita terlebih dahulu belajar mengasihi dengan tulus.
Ada ungkapan yang mungkin terdengar ekstrem: lebih baik membenci dengan tulus daripada mengasihi dengan tidak tulus. Mengapa demikian? Sebab, ketika seseorang membenci kita secara terbuka, kita masih punya kesempatan untuk mempraktikkan Firman Tuhan, yaitu mengasihi dia dengan tulus. Tetapi, jika seseorang mengasihi kita tanpa ketulusan, kita bisa terjebak dalam situasi yang merugikan.
Karena itu, mari kita halau segala penghalang untuk mengasihi dengan tulus dengan cara meneladani Yesus dan merendahkan hati di hadapan-Nya. MT
Minggu 28 September 2025
PESAN MINGGU INI 21 SEPTEMBER 2025
DUNIA MEMBUTUHKAN KETULUSAN
“Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah.” (2 Korintus 1:12)
Tidaklah mudah hidup seperti Rasul Paulus, yang menjadikan ketulusan dan integritas sebagai alasan untuk bermegah dan bersukacita. Seandainya para pendeta masa kini meneladani Paulus, tentu mereka tidak akan tergiur atau terobsesi menjadi gembala dari mega church yang sering menjadi dambaan banyak hamba Tuhan zaman now.
Tujuan utama Rasul Paulus adalah membangun kehidupan yang semakin baik, benar, dan berguna bagi sesama, serta tetap setia kepada Tuhan Yesus seumur hidupnya. Ia berusaha hidup tulus dan berintegritas di dunia, tetapi menolak untuk hidup serupa dengan dunia.
Rasul Paulus menegaskan bahwa para pengikut Kristus adalah “surat Kristus” yang dibaca oleh manusia di dunia. Karena itu, setiap orang percaya harus membangun diri agar hidupnya menjadi bacaan yang bermutu dan berguna.
Pertanyaannya: hidup yang bagaimanakah yang dibutuhkan dunia untuk dibaca melalui para pengikut Kristus? Jawabannya adalah hidup yang ditandai dengan ketulusan dan integritas. Dunia tidak membutuhkan keberhasilan atau kekayaan orang percaya untuk dibaca. Justru pencapaian materi seringkali menimbulkan pertanyaan, bahkan kecemburuan.
Karena itu, kita perlu merenungkan: apakah hidup kita sudah dibangun dan dinyatakan dalam ketulusan serta kemurnian hati nurani? Pastikanlah demikian, sebab itulah yang paling dibutuhkan dunia dari para pengikut Kristus.
Rasul Paulus memberi teladan dalam membangun hubungan yang baik dengan sesama. Ia menyerahkan hidupnya untuk dikuasai oleh ketulusan hati dan kemurnian nurani. Semua itu bukan diperoleh dari hikmat duniawi, bukan pula dari kekuatan atau kehebatan manusia, melainkan semata-mata dari anugerah dan kasih karunia Allah.
Dunia membutuhkan bacaan yang lahir dari hidup para saksi Kristus: sebuah integritas yang nyata karena ketulusan hati dan kemurnian nurani.
Kemegahan seorang pendeta bukan terletak pada besarnya jemaat, melainkan ketika ia menyaksikan jemaat hidup berintegritas. Sukacita jemaat adalah memiliki gembala yang berintegritas, yang hidup sesuai dengan firman Tuhan. Dan hal terpenting adalah, dunia sungguh membutuhkan teladan itu untuk dimotivasi dan dituntun agar percaya kepada Kristus. MT
Minggu 21 September 2025
PESAN MINGGU INI 14 SEPTEMBER 2025
LANGKAH-LANGKAH MENGASIHI DENGAN TULUS
“Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” (Yohanes 15:12–14)
Mengasihi sesama manusia adalah perintah yang setara dengan mengasihi Allah. Jadi, sangat jelas bahwa mengasihi bukanlah pilihan, melainkan perintah. Namun, ketaatan untuk mengasihi tidaklah mudah, karena kasih yang diperintahkan adalah kasih yang tulus. Untuk mencapainya, dibutuhkan usaha dan upaya yang disengaja, melalui langkah-langkah dalam proses membentuk diri :
- Langkah pertama adalah mengerti bahwa Allah, di dalam Yesus Kristus, telah lebih dulu mengasihi kita apa adanya—bukan karena kita layak untuk dikasihi. Yohanes, salah seorang murid Yesus, sering menyebut dirinya sebagai “Murid yang dikasihi oleh Yesus” (Yohanes 13:26; 19:26; 20:2). Yohanes bukan dikasihi karena lebih baik dari murid yang lain, melainkan ia menyatakan dirinya demikian sebagai motivasi untuk terus belajar mengasihi dengan tulus, sebagaimana Yesus mengasihi dirinya dengan rela berkorban sebagai bukti ketulusan hati-Nya.
- Langkah kedua adalah belajar untuk semakin mengasihi. Petrus adalah murid Yesus yang sering tampil penuh semangat dan seolah lebih mengasihi Yesus dibanding murid-murid lain. Ia pernah menyatakan kesediaannya untuk berkorban bagi Yesus, sekalipun murid-murid lain meninggalkan Dia. Namun, ketika Yesus ditangkap dan diadili, Petrus menyangkal-Nya tiga kali. Setelah kebangkitan Yesus, Petrus merasa bersalah, tetapi Yesus memulihkannya dengan perintah: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Sejak saat itu, Petrus terus belajar untuk semakin mencintai Yesus dan sesama, yang kemudian tampak jelas dalam surat-surat pelayanannya.
- Langkah ketiga adalah hidup sebagai sahabat Kristus dengan menaati perintah-Nya. Segala sesuatu yang dilakukan Yesus selalu lahir dari ketulusan hati. Firman Tuhan berkata: “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat, dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu” (1 Petrus 1:14). Yohanes dan Petrus sama-sama belajar dari Yesus untuk hidup taat dan mengasihi dengan tulus.
Karena kita telah dikasihi Yesus dengan kasih yang tulus, maka sebagai sahabat-sahabat-Nya kita pun harus meneladani Dia: mengasihi Allah dan sesama dengan hati yang murni. Jangan pernah melakukan kebaikan tanpa ketulusan. Belajarlah dari Yesus untuk selalu mengasihi dengan tulus. MT
Minggu 14 September 2025
PESAN MINGGU INI 07 SEPTEMBER 2025
KETULUSAN YESUS
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati, dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (Matius 11:28-30)
Di hadapan banyak orang yang mengagumi Yesus karena berbagai mujizat yang dilakukan-Nya, Yesus mengecam kota Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum. Alasannya, karena di ketiga kota ini Yesus telah melakukan banyak tanda ajaib yang menyatakan bahwa sesungguhnya Dia adalah Anak Allah. Namun, penduduknya tetap tidak percaya dan menolak Dia.
Penolakan itu tidak menghentikan Yesus untuk terus berkarya menjangkau orang berdosa yang membutuhkan keselamatan. Di tengah orang banyak yang menolak maupun menerima-Nya, Yesus memberikan undangan yang sangat indah: agar semua orang yang letih lesu datang kepada-Nya untuk memperoleh kelegaan.
Dalam pandangan Yesus, beban yang membuat manusia letih dan lesu adalah dosa. Hanya Yesus yang berkuasa melepaskan manusia dari tekanan dan ikatan dosa. Undangan Yesus ini dengan jelas menyatakan ketulusan hati-Nya untuk memberi jalan keluar bagi manusia dari belenggu dosa.
Yesus bukan hanya mengundang manusia berdosa datang kepada-Nya, tetapi juga mengajak mereka untuk belajar kepada-Nya. Melalui undangan dan ajakan itu, nyata bahwa Yesus dengan tulus membuka diri. Ia dengan jujur menyatakan diri sebagai pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Pernyataan ini sangat beralasan, sebab meskipun ditolak, Yesus tetap menjangkau sebanyak mungkin orang berdosa agar memperoleh keselamatan.
Kelemahlembutan dan kerendahan hati Yesus adalah pernyataan diri yang tulus, terbukti karena tidak terhentikan oleh penolakan manusia. Segala sesuatu yang dikatakan Yesus tentang diri-Nya adalah kebenaran yang didasari ketulusan sempurna. Semua janji-Nya kepada pengikut-Nya adalah janji yang tulus dan pasti digenapi, karena bersumber dari kasih, kuasa, dan keadilan-Nya.
Segala karya Yesus untuk menyelamatkan manusia berdosa adalah karya agung yang tulus. Itulah sebabnya Dia tidak dapat dihentikan oleh apa atau siapa pun. Karena itu, marilah kita belajar kepada Yesus, menerima kuk-Nya yang ringan, dan menanggung beban yang diberikan-Nya. Jangan ragu, terimalah dengan tulus, sebab Dia pun memberikannya dengan janji yang tulus. MT
Minggu 07 September 2025
PESAN MINGGU INI 31 AGUSTUS 2025
PENGAMPUNAN YANG MEYELAMATKAN JIWA-JIWA
“Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya.” (2 Petrus 3:15)
Kesabaran Allah sudah pasti tidak terbatas, bersamaan dengan sikap kasih-Nya yang selalu mengampuni tanpa batas. Kesabaran Allah memberi kesempatan kepada manusia berdosa untuk memperoleh keselamatan.
Rasul Petrus menjelaskan kesabaran Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus dengan mengangkat kasus kesabaran Allah terhadap Paulus. Tuhan Yesus mengetahui dan melihat bahwa sebelum bertemu Yesus, Paulus menganiaya pengikut Kristus. Yesus sebenarnya bisa saja mencegah Paulus dengan cara-Nya untuk menghentikan dosa dan kesalahan Paulus. Namun, Allah sabar memberi kesempatan kepada Paulus untuk memperoleh keselamatan.
Yesus sendiri berinisiatif bertemu Paulus sebagai bukti pengampunan-Nya kepadanya. Paulus merespon dengan baik, sehingga terjadi perubahan hidup yang mendasar—bukan hanya menyelamatkannya, tetapi juga menjadikannya seorang rasul. Hal ini berlaku bagi semua manusia berdosa: Allah sabar memberi kesempatan agar mereka memperoleh keselamatan.
Tuhan Yesus sempat menghukum Paulus dengan membuat matanya buta untuk sementara waktu. Kadang-kadang Yesus menghukum bukan karena membenci, melainkan sebagai wujud kasih-Nya, agar manusia berdosa yang terhukum bertobat dan menerima anugerah keselamatan.
Allah di dalam Yesus Kristus memiliki pengampunan yang tak terbatas, sebab pengampunan Allah-lah yang menyelamatkan manusia berdosa. Namun, perlu dipahami bahwa para pengikut Kristus juga harus berusaha belajar dari Yesus untuk selalu lemah lembut dalam sikap mengampuni.
Matius 18:18: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga, dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
Firman Tuhan ini bertujuan mendisiplinkan pembuat kesalahan dalam gereja lokal. Dalam hal ini, tujuannya bukan menghakimi, melainkan mengasihi. Bila kesalahan seseorang sudah diampuni oleh umat di bumi, maka hal itu memberi jalan baginya untuk diampuni di surga.
Tujuan mendisiplinkan adalah melindungi. Karena itu, ajaran Yesus tidak dimaksudkan untuk diabaikan, tetapi harus dijalankan dengan hati yang mengampuni. Pengampunan yang diberikan gereja kepada pelaku kesalahan merupakan peluang baginya untuk menerima pengampunan yang menyelamatkan dari Allah. MT
Minggu 31 Agustus 2025
PESAN MINGGU INI 24 AGUSTUS 2025
DAMPAK MENGAMPUNI DAN TIDAK MENGAMPUNI
“Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: ”Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: ”Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Matius 18:21-22)
Pengampunan Allah adalah anugerah atau pemberian tanpa syarat. Namun, untuk tetap hidup sebagai umat yang diampuni, ternyata ada syaratnya. Syarat tersebut adalah selalu bersedia, dengan hati yang tulus, untuk mengampuni sesama.
Petrus memahami hal ini, tetapi ia berpikir bahwa mengampuni sesama tentu ada batasnya. Untuk memperoleh kepastian, Petrus pun bertanya kepada Yesus. Petrus sangat terkesima ketika mendengar jawaban-Nya, karena menurut Yesus, mengampuni sesama tidak ada batasnya. Kita harus selalu mengampuni tanpa mengingat berapa kali dan sebesar apa kesalahan yang dilakukan sesama terhadap kita.
Mengampuni harus dilakukan terus-menerus agar memberi dampak yang baik dan benar. Sekali saja kita tidak mengampuni karena kesalahan atau kejahatan sesama yang kita anggap terlalu besar, maka dampak baik dari mengampuni akan hilang, tergantikan dengan dampak buruk dari ketidakmauan mengampuni – walaupun hanya sekali.
Memang manusia terbatas dalam segala hal, tetapi keterbatasan itu bukan alasan untuk tidak mengampuni. Kita perlu selalu mengingatkan diri sendiri untuk mengampuni, sebab jika kita tidak mengampuni orang yang bersalah kepada kita, maka kita pun tidak berhak mendapat pengampunan dari Allah.
Dampak utama dari mengampuni adalah memperoleh pengampunan dari Allah. Sebaliknya, dampak buruk utama dari tidak mengampuni adalah tidak berhak mendapat pengampunan dari Allah. Pengampunan Allah atas dosa manusia tidak terpisahkan dari anugerah keselamatan kekal.
Mungkin kita sudah sangat terbiasa mendengar kata “mengampuni” sehingga nilainya dianggap biasa saja. Padahal, mengampuni adalah hal dan nilai hidup yang sangat penting, sehingga tidak ada alasan bagi umat Tuhan untuk tidak mengampuni. Mengampuni membawa kebaikan, baik bagi yang mengampuni maupun yang diampuni. Sebaliknya, tidak mengampuni merugikan, baik bagi yang tidak mengampuni maupun bagi yang tidak diampuni.
Jadi, teruslah mengampuni. Tidak ada alasan yang benar untuk menolak mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Tidak ada ruginya selalu mengampuni, dan tidak ada untungnya sama sekali jika kita memilih tidak mengampuni. Karena itu, tidak ada salahnya jika pengampunan tidak dibatasi, sebab sebesar apa pun kesalahan orang lain, tidak sebanding dengan dosa manusia terhadap Allah. MT
Minggu 24 Agustus 2025
PESAN MINGGU INI 17 AGUSTUS 2025
KOBARKAN CINTA UNTUK INDONESIA
“Dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka.” (2 Tawarikh 7:14)
Mengobarkan cinta untuk bangsa berkaitan erat dengan peristiwa pentahbisan Bait Suci pada zaman Raja Salomo. Pada saat itu, firman Tuhan secara khusus disampaikan sebagai panggilan untuk kebangunan rohani demi kemajuan bangsa. Allah menegaskan bahwa Ia akan menghukum bangsa yang hidup dalam kemerosotan moral.
Jika dikaitkan dengan kondisi zaman sekarang, gereja harus terus-menerus menyuarakan suara kebenaran guna mencegah terjadinya kemerosotan moral di tengah masyarakat tempat gereja hadir dan hidup. Oleh karena itu, gereja harus memiliki hati yang berkobar untuk mencintai bangsa tempat ia hidup dan berkarya. Dalam hal ini, gereja harus berjuang untuk menyuarakan dan menghidupi kebenaran.
Allah dengan tegas memberikan perintah melalui Raja Salomo agar umat-Nya menjalankan tanggung jawab bagi bangsanya. Ada 4 hal utama yang ditekankan:
- Merendahkan diri di hadapan Allah. Umat Allah harus terus-menerus merendahkan diri di hadapan-Nya. Ini berarti mengakui kekurangan dan ketidakmampuan untuk hidup sebagai terang bagi bangsa. Namun, di tengah keterbatasan itu, umat harus tetap berkomitmen untuk menaati firman Tuhan dan menjadi saksi-Nya melalui keteladanan hidup.
- Berdoa. Umat Allah harus bersatu hati dalam doa, berseru kepada Tuhan memohon kemurahan dan belas kasih-Nya bagi bangsa tempat gereja hadir dan berkarya. Doa yang sungguh-sungguh harus terus dipanjatkan agar Allah berkenan hadir dan melakukan karya-karya-Nya demi memberkati serta menuntun bangsa tersebut.
- Mencari wajah Allah. Umat Allah harus menjadi pelopor dalam mencari wajah Tuhan secara terus-menerus. Mencari wajah Allah berarti merendahkan hati dan berdoa agar hidup semakin dekat dengan-Nya. Kedekatan dengan Allah bukan hanya untuk menghindari malapetaka, tetapi juga untuk sungguh-sungguh bergumul melakukan kehendak-Nya setiap saat.
- Berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Gereja tidak hanya dipanggil untuk mengajak bangsa bertobat, tetapi juga harus menjadi pelopor dalam hidup pertobatan yang berkelanjutan. Dengan demikian, gereja menjadi teladan dalam pertobatan sejati dan menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat. MT
Minggu 17 Agustus 2025
PESAN MINGGU INI 10 AGUSTUS 2025
MENANG DALAM PENGAMPUNAN YANG TULUS
“Lalu dipeluknyalah leher Benyamin, adiknya itu, dan menangislah ia, dan menangis pulalah Benyamin pada bahu Yusuf. Yusuf mencium semua saudaranya itu dengan mesra dan ia menangis sambil memeluk mereka. Sesudah itu barulah saudara-saudaranya bercakap-cakap dengan dia.” (Kejadian 45:14-15)
Mempelajari fakta kejahatan saudara-saudara Yusuf tentulah tidak mudah baginya untuk mengampuni. Ternyata, pengenalan Yusuf kepada Allah telah membuatnya berwawasan luas untuk memahami segala peristiwa, termasuk tindakan-tindakan jahat yang dilakukan saudara-saudaranya kepadanya.
Yusuf meyakini bahwa Allah berkuasa atas tindakan-tindakan jahat untuk diarahkan pada tujuan dan kehendak-Nya, kepada umat yang taat dan takut kepada-Nya. Pemahaman Yusuf ini menjadi dasar yang kuat baginya untuk tidak pernah menyimpan dendam atas kejahatan saudara-saudaranya.
Betul bahwa Yusuf adalah seorang manusia biasa yang punya keterbatasan, dan tentu sulit mengampuni orang yang melakukan kejahatan yang melampaui batas terhadap dirinya. Tetapi karena Yusuf percaya akan pemeliharaan Allah kepadanya, ia pun mengetahui bahwa segala perbuatan jahat terhadap dirinya bukan hanya tidak mengubah rencana Allah, tetapi justru diizinkan Allah untuk mendatangkan kebaikan bagi dirinya.
Tak ada gunanya menyimpan kejahatan; lebih baik segera mengampuni. Perjalanan panjang yang diisi dengan kejadian-kejadian yang menyengsarakan telah membuat Yusuf menerima hadiah besar dari Allah, yang menjadikannya orang kedua di Mesir. Saat Yusuf menjadi pembesar di Mesir, justru saudara-saudaranya hidup sengsara karena terjadi kelaparan secara menyeluruh di Timur Tengah. Makanan hanya ada di Mesir karena kepemimpinan Yusuf. Keadaan memaksa saudara-saudara Yusuf untuk memperoleh makanan di Mesir. Di sanalah mereka bertemu dengan Yusuf. Mereka tidak mengenal Yusuf, tetapi Yusuf sangat mengenal mereka.
Dengan cara yang bijaksana, Yusuf menguji kakak-kakaknya untuk memastikan apakah sikap mereka kepadanya telah berubah, dengan menjadikan Benyamin sebagai korban pengganti dirinya. Terbukti mereka telah berubah, karena mereka melindungi Benyamin. Yusuf memeluk dan menangisi kakak-kakaknya sebagai bukti bahwa ia memberikan pengampunan yang tulus. Sangat beralasan bila Yusuf menghukum kakak-kakaknya, tetapi Yusuf memilih sikap yang benar dan tepat: mengampuni dengan setulus hati. MT
Minggu 10 Agustus 2025
PESAN MINGGU INI 03 AGUSTUS 2025
MENGAMPUNI SEPERTI YANG YESUS AJARKAN
“Tahukah Saudara bahwa tidak mengampuni orang yang bersalah kepada Saudara berakibat hati Saudara terinfeksi kejahatan dan kepahitan? Jagalah supaya jangan seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.” (Ibrani 12:15)
Itulah sebabnya Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa mengampuni orang bersalah adalah tujuh puluh kali tujuh. Itu artinya, mengampuni harus selalu — tidak usah dihitung-hitung. Mengampuni bukan hanya untuk kepentingan orang yang diampuni, tetapi juga untuk kepentingan orang yang mengampuni. Dengan mengampuni, kita membebaskan orang lain dari kesalahannya, juga membebaskan diri sendiri dari kemarahan dan sakit hati.
Tidak mengampuni berarti menjadikan orang bersalah sebagai narapidana dalam penjara. Hal itu berarti kita sendiri menjadi penjaga penjara. Orang yang terpenjara dan penjaga penjara sama-sama berada dalam penjara.
Tuhan Yesus sudah mengajar murid-murid-Nya, termasuk Petrus, berdoa:
“Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” (Matius 6:12)
“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Matius 6:14–15)
Tuhan Yesus pernah berkata kepada murid-murid-Nya, bahwa orang yang sedikit diampuni, sedikit juga berbuat kasih (Lukas 7:47). Jadi, kasih kita kepada Tuhan sangat berhubungan erat dengan pengetahuan kita akan betapa banyak kita telah diampuni. Hal itu menyadarkan kita bahwa kita berutang untuk melepaskan banyak orang melalui pengampunan kita.
Berbeda dengan orang yang legalistik, yang cenderung memiliki sikap membenarkan diri. Menurutnya, pelanggarannya hanya sedikit, berarti hanya sedikit pula yang perlu diampuni. Hal itu membuatnya minim dalam mengasihi, dan kasihnya pun menjadi sedikit.
Penerimaan dan pengampunan Yesus atas penyangkalan Petrus telah mengubah hidup Petrus secara radikal. Salah satu perubahan itu adalah kesediaan untuk mengampuni. Pengampunan membuat seseorang kembali merasa terhormat setelah kejatuhannya.
Para penuai yang budiman! Bila seseorang memfitnah kita, berarti kita tertantang untuk mengampuni. Berapa kali kita harus mengampuni? Selalu. Tidak perlu dihitung-hitung. Karena bila kita tidak mengampuni, mungkin saja kita sedang mendendam. Padahal, perintah Tuhan kita adalah: mengampuni, bukan mendendam. MT
Minggu 03 Agustus 2025
PESAN MINGGU INI 27 JULI 2025
MENGUBAH PENCOBAAN MENJADI KESAKSIAN
Mazmur 46:2-3 “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut”
Allah ingin membentuk kita menjadi sosok yang tangguh. Tangguh berarti tidak akan pernah dihentikan oleh kesulitan dan kegagalan. Allah menginginkan umat yang kuat dan mempunyai tekad yang bulat — umat yang tidak mau ditakut-takuti oleh pencobaan dan kegagalan. Kita perlu mengetahui bahwa, betapapun sulitnya masalah dan betapapun seringnya kegagalan datang, kita bukanlah satu-satunya orang yang pernah menghadapinya dan mengalaminya.
Kalau Allah mengizinkan pencobaan, maka Allah pun punya solusi, dan Ia memberikan kepada kita cara yang tepat untuk menghadapinya. Dia sudah sangat terbukti sebagai penolong dalam kesesakan. Kenyataannya, tidak ada manusia tanpa masalah, dan juga tidak ada manusia yang tak pernah gagal. Namun hal itu tidak pernah mengubah kenyataan bahwa Dia sesungguhnya sangat aktif bekerja bagi kepentingan umat-Nya.
Tokoh-tokoh Alkitab, yaitu para nabi yang kita jadikan teladan pada bahasan sebelumnya, semua menghadapi kesulitan dan seakan-akan mengalami kegagalan. Klimaksnya adalah kehidupan Yesus sendiri.
Dari banyak kesulitan yang menghadang pelayanan-Nya, ada tiga yang sangat menonjol:
- Penolakan. Yesus berulang kali mengalami penolakan. Lebih tragisnya lagi, penolakan yang paling keras justru datang dari tokoh-tokoh agama. Bahkan, Yesus datang untuk umat-Nya, tetapi umat-Nya menolak Dia.
- Penganiayaan. Yesus datang menebar kasih, berbagi kasih tanpa pernah menyakiti siapa pun. Tetapi justru Yesus disakiti dan dianiaya secara brutal dan sangat tidak manusiawi.
- Godaan dari Iblis. Yesus diganggu dan digoda oleh iblis yang berusaha menggagalkan karya penyelamatan-Nya atas manusia berdosa.
Namun Yesus terus maju, karena Yesus belajar taat melalui penderitaan-Nya (Ibrani 5:8). Cara yang dipakai Yesus adalah teladan bagi kita. Penulis renungan ini tidak pernah gentar oleh kesulitan dan berbagai kegagalan. Yang paling mengganggu dan menggentarkan adalah masa-masa mengalami kekeringan rohani. Bagi penulis, kekeringan rohani inilah yang disebut sebagai masa kesesakan (Mazmur 46:2). Dan kalau hal ini terjadi, hanya Allah sendirilah yang mampu menolong — tetapi juga dibutuhkan kesiapan diri sendiri untuk datang sujud dan berdiam di hadirat Allah. Jika kerohanian telah dipulihkan, maka berbagai kesulitan yang menghadang — seperti yang didaftarkan dalam Mazmur 46 — hanyalah hal-hal yang diizinkan Allah untuk memperkuat kita.
“Diamlah dan ketahuilah bahwa Akulah Allah…” (Mazmur 46:11) Berhentilah memegang hal-hal yang melumpuhkan kerohanian Saudara, maka kita akan diperkuat oleh berbagai-bagai pencobaan. Dengan demikian, pencobaan itu bukanlah sekadar penderitaan, tetapi justru menjadi kesaksian yang nyata — dalam dan melalui kehidupan umat-Nya. MT
Minggu 27 Juli 2025
PESAN MINGGU INI 13 JULI 2025
BERTUMBUH MELALUI PENCOBAAN
Katanya: ”Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.” (Ayub 1:21-22)
Ayub adalah seorang yang hidup saleh dan takut akan Allah. Namun, dalam kehendak-Nya, Allah mengizinkan Ayub mengalami pencobaan yang sangat berat, yang terjadi dalam waktu yang begitu singkat. Pada awal saya membaca kitab Ayub, saya sulit menerima kenyataan bahwa Allah sendiri mengizinkan iblis mencobai Ayub. Sebab, secara manusiawi, tidak ada alasan yang tampak cukup kuat untuk membuat Ayub harus mengalami penderitaan sedemikian rupa—kehilangan harta, anak-anak, dan kesehatannya.
Bukankah Allah adalah Pribadi yang penuh kasih dan menginginkan umat-Nya hidup dalam damai sejahtera? Benar. Tetapi kasih Allah tidak menghilangkan keadilan dan kebijaksanaan-Nya. Allah memang mengasihi umat-Nya, tetapi dalam kasih-Nya itu, Dia juga adil dan mahabijaksana. Karena itu, Allah bisa mengizinkan umat-Nya mengalami kesulitan. Kesulitan bisa datang karena: kesalahan kita sendiri, kejahatan orang lain, atau situasi yang tak bisa kita kendalikan, seperti bencana alam.
Apapun bentuknya, jika Allah mengizinkan kesulitan menimpa umat-Nya, itu bukan karena Ia lalai atau tidak peduli, melainkan karena Ia: Maha Adil: menghargai tanggung jawab manusia, Mahakasih: menyertai dalam penderitaan, Mahatahu dan Mahabijaksana: tahu tujuan akhir dari semua itu untuk kebaikan kita.
Dalam hal Ayub, Allah mengizinkan penderitaan bukan karena Ayub bersalah, tetapi justru karena Ayub benar di hadapan-Nya. Ayub yang sudah percaya dan hidup saleh, diuji agar semakin percaya, semakin saleh, semakin murni di hadapan Allah.
Penderitaan Ayub bukan tanpa hasil. Di akhir ujian, Ayub memberikan kesaksian luar biasa dalam Ayub 42:5: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Itu artinya, melalui pencobaan, iman Ayub naik ke tingkat yang lebih dalam dan lebih nyata. Ia bukan lagi hanya mengenal Allah secara teori atau cerita, tetapi mengalami-Nya secara pribadi.
Kitab Ayub mengajarkan kita satu kebenaran penting: Melalui pencobaan, Allah membentuk orang percaya menjadi semakin percaya; orang baik menjadi semakin baik. Jadi, bila hari ini Anda sedang berada dalam penderitaan atau ujian berat, ingatlah: Itu bukan tanda Allah meninggalkan Anda, tetapi mungkin justru cara Allah mendekatkan Anda lebih dalam kepada-Nya. MT
Minggu 13 Juli 2025
PESAN MINGGU INI 06 JULI 2025
SIKAP YANG BENAR DALAM MENYIKAPI PENCOBAAN
“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” (Yakobus 1:12)
Dalam Yakobus 1:2, dinyatakan bahwa semua orang percaya hendaklah menerima pencobaan sebagai sebuah kebahagiaan. Pencobaan yang dimaksud oleh Yakobus adalah penganiayaan dan kesulitan yang datang dari dunia dan iblis, yang bertujuan untuk menjatuhkan dan melemahkan iman para pengikut Kristus.
Rasul Paulus menyatakan dalam 1 Korintus 10:13 bahwa pencobaan adalah hal yang lazim bagi semua orang percaya. Bahkan Paulus dan Rasul Yohanes sama-sama menegaskan bahwa sikap yang benar dalam menghadapi pencobaan adalah bersukacita. Justru, ketika tidak ada pencobaan, itu bisa dianggap sebagai sesuatu yang kurang wajar. Namun demikian, pencobaan bukanlah sesuatu yang perlu dicari, karena ia pasti datang tanpa diundang. Pencobaan juga tidak perlu dihindari, melainkan harus dihadapi dengan iman dan keberanian.
Mengapa kita dikatakan berbahagia saat menghadapi pencobaan? Ada beberapa alasannya:
- Pencobaan adalah ujian iman yang menghasilkan ketekunan. Jika kita menghadapi pencobaan dengan keberanian, maka kita sedang membentuk diri menjadi pribadi yang tabah dan tekun. Ketekunan ini akan mendorong kita untuk semakin bertumbuh dalam iman.
- Pencobaan adalah kesempatan untuk mencapai kedewasaan iman. Setiap orang percaya harus siap menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan. Yakobus menyebut bahwa pencobaan adalah ujian terhadap iman—ujian yang bertujuan untuk meningkatkan, bukan menjatuhkan. Kesulitan bukanlah hukuman Allah atau tanda bahwa Allah tidak berkenan, melainkan tanda bahwa Allah sedang memurnikan dan menguatkan komitmen iman seseorang.
- Pencobaan memberi kesempatan untuk mengalami kemenangan bersama Tuhan. Dalam Kristus, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Setiap pencobaan justru memberi kita kemampuan baru untuk menghadapi hidup dengan bijak dan menang. Ketika kita tetap bertahan dalam pencobaan, maka kita akan menjadi pribadi yang tahan uji. Dan jika kita sudah tahan uji, waktu dan pengalaman akan terus membentuk kita menuju kedewasaan iman.
Ingatlah, semuanya dimulai dari sikap yang tepat saat menghadapi pencobaan—yaitu bersukacita dan berbahagia. Seperti kata Yakobus: “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan.” (Yakobus 1:2). MT
Minggu 06 Juli 2025
PESAN MINGGU INI 29 JUNI 2025
KONFLIK DALAM KELUARGA
“Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu, sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka.” (1 Tesalonika 4:11-12)
Konflik dalam keluarga adalah hal yang sangat umum dan tidak bisa dihindari. Menghindari konflik adalah usaha yang sia-sia, bahkan dalam hubungan dengan diri sendiri kita sering mengalami konflik batin. Apalagi dalam kehidupan suami istri, perbedaan karakter, sudut pandang, dan kebiasaan sangat mungkin menimbulkan konflik. Penyebab umumnya adalah banyaknya perbedaan, kesalahpahaman, dan hambatan komunikasi yang efektif. Maka, yang penting bukan menghindari konflik, melainkan menemukan sikap yang benar dalam menghadapinya.
Ada tiga sikap umum dalam merespons konflik: pesimis, emosional, dan rasional :
- Sikap Pesimis. Sikap ini menganggap konflik selalu merugikan hubungan, sehingga memilih mengubur masalah daripada menghadapinya. Akibatnya, komunikasi menjadi tersumbat, dan hubungan suami istri menjadi hambar meski masih bertahan. Masalah yang disembunyikan tidak pernah terselesaikan dan bisa muncul kembali dalam bentuk lain.
- Sikap Emosional. Sikap ini menanggapi konflik secara spontan dan meledak-ledak, tanpa memahami akar masalah terlebih dahulu. Biasanya terjadi saling tuding, saling menyalahkan, dan bahkan melukai perasaan pasangan. Situasi ini sering digambarkan seperti perseteruan anjing dan kucing, yang penuh ketegangan dan tanpa solusi.
- Sikap Rasional. Sikap ini adalah cara terbaik dalam menghadapi konflik. Suami dan istri duduk bersama dengan tenang, saling mengemukakan pendapat, dan mempelajari bersama akar permasalahan. Dengan dialog terbuka dan suasana penuh kasih, mereka bisa mencapai kesepakatan yang adil dan membangun. Sikap rasional membuat konflik menjadi kesempatan untuk bertumbuh dalam hubungan.
Dari ketiga sikap tersebut, reaksi rasional adalah yang paling tepat. Namun, harus disertai dengan ketaatan pada Firman Tuhan. Dalam Matius 5:13–16, Yesus mengajarkan prinsip hukum positif dan hukum negatif:
- Hukum positif: menjadi terang dunia, yaitu saling mengasihi dan mengampuni.
- Hukum negatif: menjadi garam dunia, artinya jangan melakukan tindakan yang bertentangan dengan kasih.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, setiap konflik dalam keluarga dapat menjadi momentum pertumbuhan iman dan kedewasaan hubungan, bukan perpecahan. MT
Minggu 29 Juni 2025
PESAN MINGGU INI 22 JUNI 2025
MEMBANGUN KOMUNIKASI DALAM KELUARGA
“Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi. Lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya. Bibir orang benar menggembalakan banyak orang, tetapi orang bodoh mati karena kurang akal budi.” (Amsal 10:19-21)
Pada dasarnya, berkomunikasi adalah berkata dan mendengar. Namun menciptakan suasana saling berbicara dengan baik dan saling mendengarkan dengan sungguh-sungguh dalam keluarga bukanlah hal yang mudah. Dalam berkomunikasi, khususnya dalam membangun hubungan suami istri, yang paling penting adalah kejujuran dan keterbukaan. Jadi, membangun komunikasi dalam keluarga adalah hidup jujur dalam saling berbicara dan mendengarkan secara terbuka dan sungguh-sungguh.
Ada yang berpendapat bahwa berbicara adalah hal yang sangat mudah. Hal itu benar, jika yang dimaksud adalah asal bicara saja. Namun, berbicara secara benar dan bermutu baik tidaklah mudah, karena harus mempertimbangkan dampak, makna, serta faedah dari pembicaraan.
Berbicara yang baik dan benar adalah pembelajaran yang harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus diterapkan. Dalam belajar berbicara, hendaklah berbicara dari hati dan batin secara hidup untuk memperkaya komunikasi.
Jadi, ada tiga dasar untuk membangun komunikasi yang baik dalam keluarga:
- Menggunakan pikiran secara baik dan benar. Dalam hal ini, hendaklah selektif dalam menggunakan kata-kata dan kalimat. Setiap suami dan istri hendaknya berpikir sebelum berbicara. Jangan pernah berbicara secara emosional, walaupun bukan berarti berbicara tanpa perasaan.
- Mengedepankan hati nurani yang murni. Ini penting untuk menjamin ketulusan hati dalam berbicara. Berbicara dengan tulus dalam membangun komunikasi biasanya mempertimbangkan perasaan pasangan dalam menggunakan kata-kata dan kalimat. Bukan hanya itu, tetapi juga menempatkan diri pada posisi pasangan sebelum berbicara.
- Mengoperasikan kasih. Jika komunikasi didasari oleh kasih, maka kalimat yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa kasih, yaitu bahasa yang keluar dari kelembutan hati. Namun, perlu dipahami bahwa bahasa kasih kadang-kadang berwujud kalimat yang tegas dan keras, tetapi tujuannya adalah untuk kebaikan semua pihak. MT
Minggu 22 Juni 2025
PESAN MINGGU INI 15 JUNI 2025
MEMBANGUN KARAKTER PEMBERI DALAM KELUARGA
“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Korintus 9:6-7)
Semua ciptaan Allah dilengkapi dengan kemampuan untuk memberi. Tanah memberi makanan pada tumbuhan, tumbuhan memberi daun dan buahnya kepada makhluk hidup. Matahari memberi sinarnya, dan air memberi kesegaran. Namun, semuanya itu terjadi secara otomatis dan alami. Berbeda dengan manusia, yang justru secara naluriah lebih cenderung ingin menerima. Oleh karena itu, sikap memberi harus dididik dan dibangun secara sengaja. Padahal, memberi adalah nilai yang baik dan benar bagi semua orang percaya.
Dalam kitab Taurat, Allah memerintahkan umat-Nya untuk memberi dan mempersembahkan berbagai persembahan, termasuk persembahan persepuluhan. Perintah ini dilanjutkan dalam kitab para nabi dan juga dalam Perjanjian Baru. Dengan demikian, seluruh Kitab Suci menulis perintah agar umat-Nya dibentuk menjadi pribadi yang memiliki karakter pemberi. Membangun karakter pemberi harus dimulai dari dalam keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mengasuh, mendisiplinkan, dan mendidik anak-anak mereka. Ini berarti mengabdikan diri untuk menuntun anak-anak secara sengaja, terencana, dan berkesinambungan agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter baik dan benar.
Panggilan orang tua untuk mendidik anak-anak dalam keluarga harus diterima dengan sukacita, sebagai bentuk tanggung jawab untuk membentuk karakter dan mengembangkan potensi diri. Dalam hal ini, orang tua tidak boleh melupakan pentingnya membangun potensi dan karakter pemberi sebagai nilai baik dan benar Kristiani yang harus ditanamkan secara sengaja dan terencana tentu saja berdasarkan standar Firman Tuhan. Membangun karakter pemberi dalam keluarga harus dimulai melalui keteladanan yang ditunjukkan oleh orang tua. Setelah memberi keteladanan secara berulang, langkah selanjutnya adalah mengajarkan perintah Tuhan, karena karakter pemberi yang dimaksud adalah pemberi yang sesuai dengan Firman Tuhan.
Rasul Paulus menjelaskan bahwa terdapat tiga tahapan dalam membentuk karakter pemberi:
- Tahapan pertama: Memberi, baik sedikit maupun banyak, tidak akan pernah merugikan, justru akan menguntungkan.
- Tahapan kedua: Memberi dengan kerelaan, sesuai dengan kemampuan, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk memberi melebihi kemampuan.
- Tahapan ketiga: Memberi dengan tulus dan penuh sukacita.
Minggu 15 Juni 2025
PESAN MINGGU INI 08 JUNI 2025
PERANAN ROH KUDUS
“Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (Yohanes 14:25-26)
Roh Kudus disebut juga sebagai Penghibur. Dalam Yohanes 14:16, Ia disebut Penolong, dan dalam ayat 17, disebut Roh Kebenaran. Dari penjelasan yang menyusul, kita dapat memahami bahwa sebutan-sebutan ini menjelaskan peranan Roh Kudus. Namun, ada baiknya kita terlebih dahulu memfokuskan perhatian kepada pribadi Roh Kudus sebagai pribadi ketiga dalam Allah Tritunggal.
Dari nama-Nya, “Roh Kudus”, sudah sangat jelas bahwa yang terpenting bukanlah kebesaran dan kuasa-Nya, melainkan kekudusan-Nya. Nama ini menekankan bahwa “Dia adalah Kudus”. Artinya, yang utama bukanlah manifestasi kebesaran dan kuasa yang mungkin dinyatakan melalui hamba-hamba-Nya, tetapi manifestasi kekudusan yang tercermin dalam karakter dan tabiat umat-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
Manifestasi kuasa dan kebesaran memang penting, tetapi bukan yang terpenting. Manifestasi yang terpenting adalah kekudusan. Karena kekudusan adalah yang terutama, maka Dia disebut Roh Kudus bukan roh kebesaran atau roh kekuasaan. Namun demikian, Roh Kudus juga adalah “Roh Kebenaran”, sebab kekudusan tidak dapat dipisahkan dari kebenaran. Kudus dan benar merupakan karakter Kristus yang harus diteladani oleh semua orang percaya. Jadi, yang harus dituju bukanlah kebesaran atau kekuasaan, tetapi kehidupan yang kudus dan benar. Hidup yang kudus juga merupakan wujud dari hidup dalam kebenaran. Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa peranan terpenting Roh Kudus adalah menuntun kita kepada kekudusan dan kebenaran hidup.
Yohanes 16:13 berkata, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.” Dalam hal ini, Roh Kudus menginsafkan orang berdosa akan kesalahannya sehingga mereka mengalami pertobatan.
Selanjutnya, Roh Kudus akan menuntun orang yang telah bertobat untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan, menjadikan firman itu sebagai standar kebenaran dalam hidupnya. Tentu saja, peranan Roh Kudus sangat banyak dan sangat penting. Namun, marilah kita mengutamakan yang terpenting: yaitu dituntun untuk hidup dalam kekudusan dan kebenaran. MT
Minggu 08 Juni 2025
PESAN MINGGU INI 01 JUNI 2025
KETULUSAN KUNCI KEBAHAGIAAN KELUARGA
“Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela: Bilakah Engkau datang kepadaku? Aku hendak hidup dalam ketulusan hatiku di dalam rumahku. Tiada kutaruh di depan mataku perkara dursila; perbuatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku. Hati yang bengkok akan menjauh dari padaku,kejahatan aku tidak mau tahu.” (Mazmur 101:2-4)
Mazmur 101 ini adalah merupakan gambaran jenis hati yang perlu dimiliki seorang raja Israel bila memerintah sesuai kehendak Allah. Konsep-konsep kepemimpinan dalam gereja pun sangat jelas dalam pemaparan Mazmur pasal 101 ini. Rasul Paulus menyatakan konsep ini sangat jelas dalam Kisah Para Rasul 24:16 “Sebab itu aku senantiasa berusaha hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia”.
Semua pemimpin harus menjaga ketulusan hatinya supaya jangan sampai tercemar. Sebab kalau ketulusan hati sudah tercemar oleh motivasi dan tujuan yang menyimpang maka iman, kehidupan doa dan hubungan dengan Allah akan terganggu hingga rusak sama sekali. Konsep ketulusan hati atau hati nurani yang murni ini juga dapat diterapkan dalam keluarga sesuai dengan pernyataan pemazmur : “Aku hendak hidup dalam ketulusan hatiku di dalam rumahku”.
Semua orang percaya atau para pengikut Kristus yang setia hendaklah memprioritaskan segala sesuatu yang menyenangkan Allah dalam keluarga. Kesalehan sejati karena ketulusan hati menerapkan kebenaran firman Allah. Pertama-tama dan utama diwujudkan dan dikembangkan dalam keluarga. Jadi segala aktifitas rohani seperti berdoa, membaca firman Tuhan, memberi nasihat dan pengarahan Alkitabiah kepada semua anggota keluarga hendaklah dilakukan dalam ketulusan hati. Mengasihi, memberi perhatian atau kepedulian dalam keluarga hendaklah pula didasari dan diterapkan dalam ketulusan hati.
Keluarga adalah tempat bagi seluruh anggota untuk menerapkan ketulusan hati dalam berucap dan bersikap. Mungkin saja hal itu bisa menimbulkan konflik tetapi biasanya sangat temporer dan berproses untuk semakin saling memahami dan juga saling mengerti, sehingga betul-betul saling mengasihi dengan ketulusan hati. Jadi seorang kepada keluarga hendaklah mengabdi kepada Allah dan kebenaran-Nya dalam ketulusan hati. Hal itu dengan sendirinya membenci dan menjauhi kejahatan. Kemudian akan menjaga kehidupan pribadi dan keluarga dari hal-hal yang tidak menyenangkan hati Allah atau mendukakan Roh Kudus. Jadi bila kepala dan anggota keluarga menaati serta menerapkan firman Tuhan dalam ketulusan hati adalah menjadi jaminan dan kunci tercapainya keluarga bahagia. MT
Minggu 01 Juni 2025
PESAN MINGGU INI 25 MEI 2025
GAYA HIDUP KRISTUS DALAM MENCARI YANG TERHILANG
“Kata Yesus kepadanya: ”Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Lukas 19:9-10)
Hanya beberapa hari sebelum penyaliban-Nya, Yesus masih terus berkarya untuk mencari dan menyelamatkan yang terhilang. Hal itu semakin menjelaskan tujuan kedatangan-Nya. Zakheus mewakili orang yang terhilang dalam pandangan orang Yehuda. Dia adalah pemungut cukai yang bekerja mencari nafkah degan mengumpulkan pajak lebih banyak dari kewajiban penduduk. Hal itu cukup potensioal merugikan dan menyengsarakan rakyat. Akibatnya pemungut cukai dipandang rendah oleh masyarakat. Zakheus sangat tertekan atas kondisi ini, tetapi tidak mudah baginya untuk mengundurkan diri. Dia berusaha mencari solusi yang tepat tetapi dia gagal.
Titik terang dia temukan saat mendengar tentang pribadi Yesus dan ajaran-Nya. Zakheus pun berusaha untuk betemu dengan Yesus. Tetapi dia selalu gagal karena postur tubuhnya yang pendek tak mampu menembus kerumunan orang banyak yang selalu berebut untuk melihat dan bertemu dengan Yesus. Jalan satu-satunya Zakheus memanjat pohon di pinggir jalan yang akan ditemui oleh Yesus. Sangat menarik karena ternyata Yesus menyapa Zakheus dan hari itu juga berkunjung ke rumah Zakheus.
Perhatian Yesus kepada Zakheus menjadi pemberi motivasi kepada gereja untuk memberitakan Injil kepad orang yang tertolak. Kemudian sangat jelas bahwa Yesus memiliki gaya hidup yang sangat jelas selalu menyatakan belas kasih untuk mencari yang hilang. Pada faktanya semua orang berdosa sedang terhilang dan memerlukan keselamatan. Pertemuan Zakheus dengan Yesus adalah merupakan pertemuan seorang yang hilang dengan seorang yang sedang mencari yang hilang. Mencari yang hilang adalah salah satu tujuan Yesus datang ke dunia jadi sangatlah tepat bahwa mencari yang hilang adalah gaya hidup Yesus.
Pertemuan Zakheus dengan Yesus merupakan awal bagi Zakheus tidak lagi terpisah sebagai seorang terhilang karena sudah menjadi anak Tuhan dengan menerima Yesus di rumahnya yang dapat diartikan menerima Yesus sebagai Tuhan dan juruselamatnya. Zakheus pun mewujudkannya melalui pertobatan yang nyata. Dia mengembalikan hasil pemerasannya dan membantu orang-orang miskin. Tentu saja banyak peristiwa yang menunjukkan bahwa Yesus menyatakan gaya hidup-Nya mencari orang terhilang yang tak ditulis para saksi Kristus atau penulis Injil, karena tidak semua yang mereka saksikan mereka tulis. Tetapi peristiwa Zakheus sudah cukup. MT
Minggu 25 Mei 2025
PESAN MINGGU INI 18 MEI 2025
GAYA HIDUP KRISTUS DALAM MEMBERI
“Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yohanes 10:10-11)
Yesus Kristus datang ke dunia untuk menganugerahkan atau memberi keselamatan kepada manusia berdosa. Dalam seluruh karya-Nya tak lepas dari sikap memberi dengan tulus dan sempurna, untuk melihat dan memahami lebih jelas gaya hidup Yesus Kristus dalam memberi salah satunya dapat kita pelajari melalui pernyataan-Nya bahwa Dia adalah Gembala yang baik. Sebagai gembala yang baik Dia tidak menerima berbagai keuntungan dari domba-domba-Nya tetapi memberi keuntungan yang sangat berharga bagi domba-domba-Nya melalui gaya hidup memberi.
Yesus Kristus memberi tuntunan dan pimpinan yang baik dan benar untuk keselamatan umat-Nya. Dia membimbing ke jalan yang benar, Dia menuntun ke rumput yang hijau dan air yang tenang seperti yang dijelaskan dalam mazmur 23. Dia memberi perlindungan sehingga aman dan damai. Dalam hal ini Dia menuntun dan melindungi dengan cara-Nya yang istimewa karena Dia tidak pernah kehabisan cara dalam menuntun dan melindungi umat-Nya.
Kemudian sebagai gembala yang baik Dia memberi kehidupan yang berkelimpahan kepada umat-Nya. Limpah dengan sukacita dan damai sejahtera, limpah dengan kasih dan kemurahan. Dalam Kristus Yesus Allah memenuhi segala keperluan umat-Nya menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya. Puncak gaya hidup memberi diwujudkan Yesus kembali dengan baik untuk umat-Nya melalui kerelaan-Nya memberikan nyawa-Nya untuk keselamatan umat-Nya. Ini adalah puncak dari indah dan berharganya gaya hidup memberi yang dinyatakan Yesus Kristus untuk umat-Nya. Yesus Kristus memberi yang paling berharga dan utama untuk keselamatan umat-Nya. Dalam hal ini Yesus memberi yang terbaik untuk umat-Nya.
Dia tidak berhenti sampai di situ tetapi berlanjut memberi hidup kekal. Dalam 1 Petrus 5:4 “Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu”. Gembala yang baik dan gembala Agung adalah merupakan sebutan pasti yang menggambarkan gaya hidup Yesus Kristus dalam memberi. Dia memberi yang terbaik dan terpenting yang ada pada-Nya untuk umat-Nya. MT
Minggu 18 Mei 2025
PESAN MINGGU INI 11 MEI 2025
GAYA HIDUP KRISTUS DALAM BERDOA
“Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: ”Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Matius 26:39)
Yesus Kristus adalah Tuhan, tetapi dalam mentaati bapa-Nya untuk menjadi manusia menyelamatkan manusia berdosa Dia mewujudkan gaya hidup manusia sesungguhnya yaitu setia dan tekun berdoa. Dalam menjalani gaya hidup berdoa Yesus Kristus berdoa mengajar murid berdoa dan memberikan pengarahan sikap yang benar dalam berdoa :
- Pertama, Yesus berdoa. Ada banyak oknum pembenci Kristen membuat pernyataan: kalau Yesus adalah Tuhan mengapa Dia berdoa kepada Allah bapa? Pernyataan itu muncul karena mengesampingkan Yesus adalah firman yang menjadi manusia. Jadi mereka juga mengesampingkan kemanusiaan Yesus. Padahal Yesus berdoa untuk memberi contoh atau keteladanan bahwa menjadi umat beriman harus menghidupi gaya hidup berdoa yang benar. Dalam doa Yesus di taman Getsemani Yesus memberi tekanan pada “kehendak Bapa” dan mengesampingkan kehendak-Nya. Sangat jelas kehidupan Kristus dalam berdoa, sangat terwujud melalui doa-Nya yang sepenuhnya berserah kepada kehendak Allah Bapa. Berserah kepada kehendak Bapa bukan berarti Yesus Kristus pasif dan berhenti berdoa. Kesungguhan Yesus berdoa terbukti melalui keluh kesah dan peluhnya memohon kepada Bapa. Yesus tahu bahwa Dia harus menghadapi kematian tetapi Dia sangat takut bila Dia ditinggalkan oleh Allah Bapa. Keterpisahan dari Bapa-Nyalah yang betul-betul menyusahkan hati-Nya. Hanya gaya hidup berdoa yang benarlah yang dapat memberi kekuatan kepada Yesus untuk mampu menghadapi keterpisahan-Nya yang hanya sementara itu tetapi justru menjadi jembatan pemulihan hubungan manusia berdosa dengan Allah.
- Kedua, gaya hidup Kristus dalam berdoa sangat nyata. Melalui doanya di taman Getsemani, Yesus Krisus bukan hanya berserah dan tunduk kepada kehendak Bapa, tetapi Dia menyerahkan diri-Nya seutuhnya kepada Bapa. Yesus Kristus menyerahkan diri-Nya mengalami berbagai siksaan dan juga mengalami kematian walaupun itu sangat berat. Doa Yesus dikabulkan Bapa, bukan dengan melalukan cawan penderitaan tetapi memberikan kekuatan untuk meminum cawan penderitaan Yesus berawal di taman Getsemani dan puncak gaya hidup berdoa Yesus puncaknya juga di taman Getsemani. MT
Minggu 11 Mei 2025
PESAN MINGGU INI 04 MEI 2025
GAYA HIDUP SEDERHANA KRISTUS
“Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,” (Ibrani 5:7-8)
Gaya hidup sederhana adalah gaya hidup yang bersahaja, hidup apa adanya atau tidak mengada-ada yang tidak ada. Bisa saja di mengerti sebagai gaya hidup yang memposisikan diri secara benar dan tepat di hadapan Tuhan dan sesama. Tokoh besar dan dapat dijadikan menjadi rujukan untuk gaya hidup sederhana adalah Yesus Kristus dalam hidupnya sebagai manusia. Gaya hidup sederhana yang Dia tunjukkan antara lain adalah: “Dia sungguh-sungguh berdoa kepada Allah Bapa”.
Penulis Ibrani menjadikan doa Yesus di taman Getsemani sebagai fakta nyata bahwa Yesus berdoa dengan permohonan yang sungguh-sungguh disertai dengan tangisan dan keluhan sebagai wujud kesungguhan-Nya. Dalam hal ini Yesus yang adalah Tuhan memposisikan diri-Nya sebagai manusia yang hidup bergantung sepenuhnya kepada Allah. Gaya hidup sederhana-Nya adalah menerima fakta bahwa Allah Bapa mengutus-Nya menjadi manusia ke dunia untuk menyelamatkan manusia berdosa (Yohanes 34:16).
Tentu saja Yesus tetap Mahakuasa karena Dia adalah Tuhan, tetapi Dia tetap menjalani gaya hidup sederhana sebagai manusia terutus ke dunia tetapi tetap manusia sempurna yang hidup tanpa dosa. Kemudian gaya hidup sederhana yang dijalani Yesus adalah “Belajar menjadi taat dari apa yang diderita-Nya”. Yesus belajar walaupun Dia adalah Tuhan. Yesus menjadi manusia tanpa dosa adalah merupakan karakter yang terus dipertahankan sampai Dia disalibkan dan dikuburkan, bangkit dari kematian hingga Dia naik ke surga. Cobaan dan berbagai hambatan yang menghadang-Nya dihadapi dengan benar, berani dan tepat dan dijadikan sebagai pelajaran untuk mengasah ketaatan-Nya.
Yesus yang adalah Tuhan menyatakan gaya hidup sederhana melalui belajar dengan kesediaan menderita dan berkorban sebagai ujian untuk membuktikan ketaatan-Nya. Yesus bisa saja menunjukkan diri sebagai Tuhan dalam menghadapi semua yang memusuhi, mengejek bahkan menyiksa-Nya. Tetapi Yesus tetap memposisikan diri sebagai manusia yang tak berdosa untuk mewujudkan ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya, Dan hal-hal inilah yang semakin menyatakan gaya hidup sederhana-Nya sebagai manusia tak berdosa. MT
Minggu 04 Mei 2025
PESAN MINGGU INI 27 APRIL 2025
MEMBAWA PERBENDAHARAAN KE DALAM RUMAH TUHAN
“Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Maleakhi 3:10)
Gereja yang adalah organisme tak mungkin terlepas dari konsep organisasi karena salah satu tugas gereja adalah tugas koinonia yang terpanggil untuk hidup bersekutu. Karena sebuah persekutuan atau komunitas resmi yang melembaga maka kehidupan bersama harus ditata dengan baik. Roh Kuduslah yang menuntun orang percaya untuk hidup bersekutu atau hidup dalam komunitas dalam satu pasal penuh (Matius 18).
Dalam ayat 19-20 “Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Sering firman Tuhan ini diarahkan pada doa dan ibadah bersama, padahal saat orang percaya membangun suatu komunitas berarti menggalang persekutuan dengan tujuan yang sama. Bila setiap orang dalam komunitas itu memberi sumbangsih dengan setia maka kuasa campur tangan Allah akan nyata atau Allah akan menyatakan karya-Nya dalam dan melalui komunitas yang dijalankan dan dibangun dalam kasih dan kuasa Tuhan.
Salah satu sumbangsih setiap anggota komunitas adalah membawa persembahan untuk mengisi perbendaharaan yang dibutuhkan untuk operasional komunitas melalui berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan. Allah sendirilah yang berfirman agar membawa persembahan untuk perbendaharaan rumah Tuhan. Menurut perintah Allah melalui hukum taurat persembahan itu disebut perpuluhan atau persepuluhan dari pendapatan. Dalam perjalanan sejarah rupanya umat Tuhan melupakannya, sehingga umat Tuhan pada zaman Maleakhi hidup dalam kekurangan. Allah memakai nabi Maleakhi untuk menegur umat dan memperbaharui janji-Nya agar umat-Nya kemudian memberi persembahan persepuluhan untuk mengisi perbendaharaan rumah Tuhan.
Tetapi akhir-akhir ini persembahan persepuluhan bukan hanya dilupakan tetapi dianggap sebagai suatu cara gereja memperkaya diri. Apa pun tuduhan tak berdasar yang kuat, tetaplah setia kepada firman Tuhan. Tetapi bagaimana pun dan apapun istilahnya berilah dukungan untuk perbendaharaan rumah Tuhan. Memberi dengan tulus adalah nilai kekristenan yang baik dan benar. MT
Minggu 27 April 2025
PESAN MINGGU INI 20 APRIL 2025
BERKORBAN KARENA YESUS BANGKIT
“Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (1 Korintus 15:13-14)
Rasul Paulus sangat terganggu karena ternyata dalam gereja di Korintus ada yang meragukan kebangkitan jasmani Yesus. Mungkin pengaruh kaum Saduki cukup besar kepada jemaat. Saduki sangat menentang kepercayaan adanya kebangkitan jasmani. Jadi bisa saja petobat Saduki masih tetap pada konsep dan keyakinan lama mereka. Dalam 1 Korintus 15 ini rasul Paulus menjelaskan fakta kebangkitan jasmani Yesus dari kematian secara jelas dan detail. Yesus yang sudah bangkit itu bertemu dengan para murid beberapa kali. Dalam pertemuan mereka berbicara, makan bersama bahkan Yesus memberi Amanat Agung kepada murid-murid-Nya.
Jadi kebangkitan tubuh jasmani Yesus dari kematian adalah fakta yang tak terbantahkan. Secara tegas rasul Paulus menyatakan bila Yesus tidak bangkit dari kematian maka sia-sialah iman dan pemberitaan umat-Nya. Kemudian rasul Paulus menyatakan bahwa kebangkitan Yesus dari kematian adalah merupakan jaminan kebangkitan orang percaya dari kematian. Kebangkitan Yesus adalah wujud janji-Nya yang berkata: “Akulah kebangkitan dan hidup, barang siapa percaya kepada-Ku ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan percaya kepadaku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayalah engkau akan hal in?” Yohanes 11:25-26.
Kemudian, rasul Paulus sendiri menyatakan bahwa dialah yang terakhir bertemu dengan Yesus melalui fakta pertemuannya dengan tubuh kebangkitan Yesus. Hal itu mengubah pemahaman Paulus tentang Allah Yang Maha Esa. Kebangkitan Yesus mengubah hidup Paulus sehingga pertemuannya dengan Yesus yang bangkit itu menjadikan tujuan hidupnya berubah dan mempunyai arah yang pasti. Untuk Yesus yang bangkit itu rasul Paulus rela menderita dan mengorbankan hidupnya. Dalam perjalanan penginjilan rasul Paulus sering dihadapkan dengan bahaya yang mengancam hidupnya, tetapi dia tidak pernah mundur melainkan tetap maju.
Apa gerangan tenaga pendorong yang membuatnya siap dan rela berkorban, menderita dan menghadapi kematian. Sudah pasti bukan harta dan bukan pula tahta atau ketenaran. Tenaga pendorong itu adalah kebangkitan Yesus sebagai jaminan akan kehidupan dan keselamatan kekal. Jadi kebangkitan Yesus adalah dasar dari semangat pengorbanan semua orang percaya seperti yang dihidupi rasul Paulus. MT
Minggu 20 April 2025
PESAN MINGGU INI 13 APRIL 2025
MEMBERI YANG YESUS AJARKAN
“Lalu Ia berkata: ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.”” (Lukas 21:3-4)
Semua manusia berpotensi memberi sesuatu kepada sesama dengan tujuan untuk membantu. Dan kalau memberi kepada lembaga bertujuan untuk mendukung kemajuan lembaga. Tetapi biasanya semua manusia memberi dengan tujuan dan motivasi yang sangat beragam, namun memberi tetaplah merupakan nilai kehidupan yang baik. Dalam pertumbuhan gereja tak terlepas dari persembahan Jemaat. Jadi jemaat pun harus juga diajar memberi secara benar. Sebagai pengikut Kristus hendaklah memberi seperti ajaran Yesus.
Pada suatu kesempatan Yesus mengajar murid-murid-Nya memberi melalui praktek yaitu memberi yang dilakukan jemaat saat memasukkan persembahan ke dalam peti persembahan. Kesadaran memberi rupanya sudah cukup baik sehingga orang kaya dan orang miskin sama-sama memberi dengan cara memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan yang sudah disediakan. Dalam hal ini Yesus mengajarkan penilaian Allah tentang nilai pemberian Yesus menyatakan bahwa pemberian orang kaya yang sudah tentu lebih banyak dari pemberian atau persembahan janda miskin namun menurut Yesus tidaklah lebih banyak dari 2 peser persembahan janda miskin. Alasannya adalah orang kaya memberi dari kelimpahannya, sedangkan janda miskin memberi dari kekurangannya.
Jadi melalui pengajaran Yesus dalam hal memberi persembahan tidaklah diukur melalui angka-angka walaupun tak mungkin terpisahkan dari angka-angka. Persembahan seseorang tidak diukur dari besar jumlah persembahannya tetapi dari besar kecilnya konsep pengorbanan yang menyertai hati dan pikiran pemberi persembahan tersebut. Tentu saja orang kaya itu sangat mudah memberi dengan jumlah yang banyak yang tentu saja tetap mempunyai nilai yang baik di hadapan Allah tetapi janda miskin yang hanya mempersembahkan 2 peser tentu melibatkan konsep pengorbanan karena mungkin saja dia harus mengurangi kebutuhannya agar ikut memberi persembahan.
Prinsip melibatkan pengorbanan berlaku juga dalam pelayanan. Kebesaran nilai pelayanan dalam pandangan Allah bukanlah pada kebesaran nilai pelayanan dalam pandangan manusia pada umumnya. Bukan pula pada keberhasilan dan pengaruh serta ketenaran. Allah menghargai pelayanan adalah pada kadar pengabdian, pengorbanan, iman sejati dan kasih hamba-hamba-Nya. MT
Minggu 13 April 2025
PESAN MINGGU INI 06 APRIL 2025
PEMBERIAN TOTAL YANG AJAIB
“Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32)
Memberikan sesuatu yang berharga kepada orang lain merupakan karunia yang harus disyukuri. Tentu memberi dalam pengertian sungguh memberi dengan tulus tanpa mengharapkan balasan dan tak punya suatu tujuan tersembunyi di balik pemberian itu. Para pemberi yang mempunyai hati dan karunia untuk memberi, selalu memberi untuk memberi, bukan memberi untuk mengharapkan kembali. Allah menciptakan segala sesuatu dengan naluri dan kemampuan memberi.
Matahari memberi sinarnya, pohon-pohon memberi buahnya, hewan memberi daging dan telurnya, bagaimana dengan manusia? Manusia pertama Adam dan Hawa hidup dengan pemberian-pemberian di taman Eden berupa pemberian Tuhan juga pemberian pohon-pohon berupa buah segar untuk melanjutkan kehidupannya.
Bagaimana dengan manusia? Manusia pun mempunyai karunia memberi dari Allah sehingga diberi tugas untuk menguasai dalam pengertian mengelolah dan melestarikan ciptaan-Nya. Sebagai penguasa dengan kemampuan untuk menjaga, memelihara dan menguasai ciptaan-Nya. Tetapi pemberian terbaik yang diberikan Allah kepada manusia adalah dicipta segambar dengan Allah, agar manusia hidup dalam persekutuan dengan Allah dan hidup untuk memuliakan Allah.
Pemberian Allah kepada manusia sangat istimewa yang terkategorikan sebagai pemberian terbaik yang harus dipergunakan dengan baik dan benar sebagaimana mestinya. Sebagai ciptaan mulia, maka manusia haruslah terus hidup secara mulia dengan hidup taat kepada Allah. Tetapi karena godaan iblis maka manusia justru tidak taat, dan ketidaktaatan itulah yang disebut dosa, karena manusia hidup menyimpang dari tujuan Allah yang menciptakannya. Dosa membuat manusia binasa karena upah dosa adalah maut atau hidup terpisah dari Allah. Tetapi karena kasih-Nya kepada manusia, maka Allah merencanakan jalan keselamatan bagi manusia dengan mengaruniakan Anak-Nya Yang Tunggal menjadi korban terhukum menggantikan manusia.
Mengaruniakan anak-Nya inilah yang merupakan “Pemberian total yang ajaib” Allah kepada manusia. Melalui Anak-Nya Yang Tunggal memungkinkan manusia selamat dari maut. Melalui Putra-Nya Yang Tunggal hubungan Allah dan manusia dipulihkan. Manusia berdosa beroleh selamat dengan syarat menerima pemberian-Nya yang ajaib. Percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat. MT
Minggu 06 April 2025
PESAN MINGGU INI 30 MARET 2025
MEMAHAMI NILAI-NILAI GBI-KA
“Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya” (Galatia 5:22-24)
Hidup di luar Kristus biasanya tetap mempertahankan hidup dalam keinginan daging atau tetap dengan perbuatan tabiat dosa. Tetapi hidup dalam Kristus akan terarah kepada hidup dalam tuntunan Roh, dikuasai Roh sehingga melalui hidupnya akan terwujud buah-buah Roh Kudus. Buah-buah Roh Kudus inilah yang disimpulkan menjadi nilai-nilai hidup kekristenan. Gaya hidup yang merupakan wujud buah-buah Roh Kudus melalui kehidupan pengikut Kristus adalah proses panjang yang harus dijadikan sebagai nilai kehidupan yang dicapai. Pencapaian ini tentu tidak mudah tetapi kedekatan hidup dengan Kristus akan memungkinkan untuk dapat memperolehnya.
Rasul Paulus menjelaskan ada sembilan(9) karakter sebagai buah-buah Roh Kudus, tetapi GBI Karang Anyar meringkasnya menjadi empat pokok sebagai nilai-nilai kehidupan yang perlu dicapai :
- Berkarakter Kristus dalam pengertian menjadikan Kristus menjadi teladan dalam bersikap. Karakter Kristus menjadi standar untuk hidup benar atau berkarakter benar di hadapan Allah dan sesama. Tentu tidak mudah, dan hal itulah yang memnbuat umat Tuhan harus terus hidup setia, karena Kristuslah teladan hidup yang berarti seumur hidup haruslah terus belajar semakin benar, semakin kudus berarti setiap waktu, sepanjang hidup harus terus belajar dan berjuang untuk hidup berkarakter Kristus.
- Berhati Bapa, berhati bapa adalah mempunyai hati yang mengasihi dan limpah dengan pengampunan. Perlu juga kita pahami konsep kasih Bapa adalah kasih yang luas, dalam dan penuh kearifan sehingga untuk terbentuk menjadi pengikut Krtistus berhati Bapa sangat ditentukan oleh kehidupan yang dibangun semakin dekat dengan Kristus.
- Bermental pemimpin. Bermental pemimpin bukanlah merupakan kemampuan dan kecerdasan menguasai melainkan kerelaan untuk melayani. Jadi sangat ditentukan oleh kedewasaan kerohanian yang lahir dari kehidupan yang semakin intim dengan Kristus.
- Bersikap hamba. Bersikap hamba adalah memposisikan diri secara tepat dan benar di hadapan Allah dan sesama atau hidup sebagai pelayan Tuhan dan juga pelayan sesama.
Tentu saja dengan ketulusan hati tanpa embel-embel ada tujuan tersembunyi. Nilai benar bukan untuk dibanggakan tetapi untuk dilaksanakan. MT
Minggu 30 Maret 2025
PESAN MINGGU INI 23 MARET 2025
PELAYAN SEBAGAI PANGGILAN HIDUP
“Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini.” (1 Timotius 4:6)
Surat kiriman rasul kepada Timotius adalah merupakan surat pengembalaan yang memberi penjelasan tentang pelayanan pastoral dalam gereja lokal. Rasul Paulus menugaskan Timotius untuk menggembalakan jemaat Efesus dengan pendampingan sehingga surat kirimannya ini adalah merupakan fakta pendampingannya. Salah satu hal yang selalu diingatkan rasul Paulus adalah agar Timotius sadar bahwa dia adalah pelayan atau dipanggil dan dibentuk untuk menjadi seorang pelayan. Seperti Yesus datang ke bumi bukan untuk dilayani melainkan melayani (Matius 20:28) adalah teladan bagi semua pengikut-Nya bahwa menjadi seorang pelayan merupakan panggilan hidup.
Kita semua dipanggil untuk melayani bukan untuk dilayani. Lebih jelasnya kita semua adalah pelayan yang melayani. Melayani dalam pengertian menghamba bukan menjadi tuan atau ngebos. Rasul Paulus yang sudah lebih dulu menjalani kehidupan sebagai pelayan menasehati anak rohaninya, Timotius agar memposisikan diri sebagai pelayan dalam gereja Tuhan di Efesus. Bukan hanya berstatus pelayan tetapi menghargai panggilan hidupnya sebagai pelayan.
Dalam menjalani kehidupan sebagai pelayan hendaklah terus terpanggil dan terbentuk menjadi seorang pelayan Kristus yang baik. Menjadi pelayan Kristus yang baik berarti berkarakter baik dan mempunyai hubungan dan komunikasi yang baik dengan sesama. Hal ini tentu tidak mudah tetapi bila ada usaha serius untuk membentuk diri bersama Yesus tentu dapat menjalaninya. Tidak sedikit godaan dan cobaan untuk melalaikannya, tetapi kesadaran dan usaha serius untuk menghargai panggilan Kristus akan menjadi dasar dan motivasi yang tepat untuk mencapai terbentuk menjadi pelayan Kristus yang baik.
Kemudian “Terdidik dalam soal-soal pokok iman”. Pada saat Timotius dipercayakan untuk menjadi seorang pelayan di Efesus untuk menjadi terdidik belum mempunyai fasilitas lembaga pendidikan. Cara satu-satunya untuk menjadi terdidik adalah membaca kitab suci seperti yang diperintahkan rasul Paulus kepada Timotius dalam 1 Timotius 4:13-15. Bukan hanya membaca kitab suci tetapi harus tekun mengoperasikan karunia Roh Kudus dalam pelayanan.
Belajar melalui membaca Kitab suci disertai dengan mempraktekkannya menjadi dasar yang kuat untuk tetap hidup menjadi seorang pelayanan Tuhan yang terpanggil untuk melayani. MT
Minggu 23 Maret 2025
PESAN MINGGU INI 16 MARET 2025
KETEKUNAN DALAM TUGAS PELAYANAN
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.” (Roma 5:3-4)
Belakangan ini ada suatu semangat untuk membuka ladang pelayanan berupa mendirikan gereja yang baru. Tentu saja hal ini sangat membanggakan karena para pemuda gereja mengambil peran aktif dalam perluasan kerajaan Allah dalam wujud membuka dan mendirikan gereja yang baru. Tetapi fakta yang tak terbantahkan adalah sangat mudah juga bagi mereka menutupnya karena banyaknya faktor yang menghambat. Berarti bukan hanya mempunyai semangat memulai melainkan juga ada semangat mengakhiri. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya adalah semangat tidak disertai dengan ketekunan. Dalam pelayanan semangat sangat dibutuhkan, tetapi semangat saja tidak cukup harus disertai dengan ketekunan.
Ketekunan sejati adalah ketekunan diuji oleh fakta-fakta yang terjadi dalam medan atau lokus pelayanan. Ada dua fakta yang menguji ketekunan :
- Kegagalan untuk mencapai target. Membuat target untuk dicapai dalam waktu tertentu dalam pelayanan tidaklah salah bahkan boleh dikatakan wajar walaupun tidak harus. Para pembuat target biasanya adalah orang yang sangat ideal dan penuh semangat. Kelemahan mereka adalah kurang realitis dan lemah dalam hal ketekunan. Bila target mereka tidak tercapai biasanya segera kecewa dan tidak jarang mengambil langkah mundur. Padahal seharusnya idealis haruslah diperjuangkan dan target hendaklah terus diusahakan dengan semangat ketekunan. Bila belum tercapai terimalah fakta sebagai kenyataan bukan fakta yang buruk yang harus disesali.
- Kesengsaraan atau kesulitan yang datang menerpa. Firman Tuhan mengatakan bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan. Tetapi perlu diingat bahwa kesengsaraan itu tidaklah otomatis menghasilkan ketekunan. Kesengsaraan yang menghasilkan ketekunan adalah kesengsaraan yang diresponi secara benar dan tepat. Kesengsaraan itu jangan dihindari dengan cara melawan, tetapi hendaklah dihadapi dengan cara yang bijak.
Ketika Yusuf dibuang dan dijual saudara-saudaranya dia tidak melawan. Dia mencoba berkomunikasi dengan kakak-kakanya, selanjutnya dia berdoa dan berserah kepada Tuhan. Ketika dia difitnah istri Potifar dia tak berusaha menyerang istri Potifar melainkan mencoba membangun komunikasi yang baik kepada Potifar. Kalaupun akhirnya dia dipenjara, dipenjarapun dia tetap membangun komunikasi dengan tahanan yang lain. Dalam hal ini ketekunannya betul-betul teruji dan sejati. MT
Minggu 16 Maret 2025
PESAN MINGGU INI 09 MARET 2025
MELAYANI DENGAN BERKAT YANG TUHAN BERI
“Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” (Maleakhi 3:10)
Memberi persembahan persepuluhan sudah dilakukan Abraham sebelum umat menerima hukum taurat melalui Musa. Ada kemungkinan kebudayaan rakyat di Ur-kasdim negeri yang ditinggalkan Abraham sebelum mentaati panggilan Tuhan melakukannya sebagai perintah agama. Setelah Abraham keluar dari negeri Ur-kasdim dia melanjutkannya tetapi dengan konsep yang baru. Abraham melakukannya sebagai persembahan kepada Allah.
Kemudian memberi persembahan persepuluhan menjadi perintah yang dilakukan oleh umat. Tetapi pada akhir-akhir ini ada banyak komentar yang buruk terhadap gereja yang menggalang dana operasional gereja melalui himbauan kepada jemaat agar setia dalam hal mempersembahkan persepuluhan.
Dampak dari sikap menyalahkan ini cukup merugikan gereja secara umum karena terjadi sikap saling menyalahkan di antara para hamba Tuhan sehingga cukup membingungkan jemaat. Memberi persepuluhan adalah merupakan suatu perintah untuk belajar memberi sebagai wujud keterlibatan orang percaya kepada pelayanan gereja. Boleh juga dinyatakan bahwa memberi persepuluhan adalah bagian dari pelayanan gereja melalui berkat yang Tuhan beri. Biasanya bila gereja sudah nyaman dan mapan mulailah mencari hal-hal sepele untuk diperdebatkan.
Sudah jelas memberi persembahan persepuluhan adalah bagian dari Firman yang perlu ditaati. Jadi untuk apa dikomentari. Faktanya semua gereja menggalang dana untuk kebutuhan operasional pelayanan dan menghimbau jemaat memberi persembahan dengan cara-cara yang baru seperti menghimbau jemaat memberi persembahan dengan sukarela. Apa dan bagaimanapun caranya gereja hendaklah melatih umat untuk terlibat dalam pelayanan termasuk di dalamnya melayani Tuhan melalui berkat yang Tuhan beri.
Pada pasca pembuangan Yehuda kembali mengalami kesusahan sehingga mulai menganggap sia-sia hidup beribadah. Padahal yang terjadi adalah mereka beribadah hanya secara ritual belaka tanpa kesungguhan hati. Allah mengutus Maleakhi menegor Yehuda agar bertobat. Salah satu kesalahan Yehuda adalah tidak lagi memberi persepuluhan, dalam hal ini umat pun harus bertobat. Jadi memberi adalah bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan gereja, memberi dalam bentuk persepuluhan dan bentuk serta istilah yang lain. Firman Tuhan secara tegas menantang dengan berkata “ujilah aku”. Artinya memberi tak akan mengurangi melainkan menambah berkat agar terus melayani melalui berkat yang Tuhan beri. MT
Minggu 09 Maret 2025
PESAN MINGGU INI 02 MARET 2025
MENGUTAMAKAN KEHENDAK ALLAH
“Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” (Kolose 3:1-2)
Raja Salomo menulis kitab Pengkhotbah dengan tema: “Kesia-siaan hidup yang terlepas dari Allah”. Dia secara tegas menyatakan segala yang ada di bawah matahari adalah suatu kesia-siaan. Istilah di bawah matahari mengandung pengertian segala sesuatu perbuatan dan perolehan tanpa terang firman Allah atau di luar kehendak Tuhan. Berbagai perbuatan besar dan perolehan yang sangat banyak telah dilakukan dan dimiliki oleh raja Salomo, tetapi pada masa tuanya dia sadar bahwa semuanya adalah bernilai di bawah matahari. Salomo menyadari betapa dia jauh dari kehendak Allah dan segala tindakan dan perolehannya disimpulkan di luar dan tanpa Allah. Sehingga semuanya menjadi sia-sia.
Pada masa tuanya Salomo merasa sangat penting, memberi pesan penting ini kepada semua umat Tuhan agar memfokuskan diri hidup dan bertindak sesuai kehendak Tuhan. Sebaliknya rasul Paulus menulis kepada jemaat di Kolose agar jemaat mencari perkara yang di atas sebagai kebalikan segala sesuatu di bawah matahari yang sia-sia.
Mencari dan memikirkan perkara yang di atas adalah menyatakan bahwa semua orang percaya hendaklah menyerahkan diri kepada Tuhan agar sikap dan kelakuan ditentukan dan diatur oleh Kristus. Dengan kata lain hidup sesuai dengan kehendak Allah. Dalam menilai, mempertimbangkan dan memikirkan segala seuatu, kemudian memutuskan kehendak Tuhan dalam memutuskan dan melakukan segala seuatu. Dengan demikian tujuan dan sasaran menjadi benar dan tepat, karena mencari dan memikirkan perkara yang di atas adalah mencari hal-hal rohani atau memprioritaskan perbuatan yang mempunyai nilai kekekalan, seperti melawan dosa.
Dalam ayat 5 dinyatakan secara tegas mematikan kedagingan, pencabulan, kenajisan, hawa nafsu dan keserakahan. Hal itu berarti menjadikan kehendak Tuhan pusat dari semua keinginan dan tujuan hidup. Lebih jelasnya lagi dalam ayat 12-17 agar kita mengenakan watak Kristus karena menjadikan perkataan Kristus diam dalam hati dan pikiran. Untuk betul-betul hidup mengutamakan kehendak Tuhan segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukan hendaklah dalam nama Tuhan Yesus. Bila dalam nama Tuhan Yesus sudah tentu tidak menyimpang dari kehendak-Nya. Dan dalam nama Tuhan Yesus ada jaminan hidup berkemenangan. MT
Minggu 02 Maret 2025
PESAN MINGGU INI 23 FEBRUARI 2025
HIDUP BERSAMA ALLAH
“Tetapi Aku akan hadir di tengah-tengahmu dan Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku.” (Imamat 26:12)
Pada mulanya Adam dan Hawa sungguh nyaman hidup bersama Allah. Setiap jengkal taman Eden dipenuhi kehadiran Allah. Jadi kemanapun Adam dan Hawa pergi di lingkungan yang ditetapkan Allah untuk mereka, selalu saja menikmati indahnya di hadirat Allah. Tetapi setelah mereka jatuh dalam dosa, mereka justru menghindar dari hadirat Allah secara otomatis kehadiratan Allah yang selama ini membahagiakan, menjadi sesuatu yang menyiksa jiwa mereka karena dosa. Rasa bersalah dan kesadaran akan dosa membuat mereka menghindar dari hadirat Allah.
Adam dan Hawa melarikan diri dari hadirat Allah, tetapi Allah berinisiatif mencari mereka. Dosa menjauhkan manusia dari Allah, tetapi Allah Yang Mahakasih berinisiatif mencari manusia yang berdosa. Manusia yang berdosa tidak akan pernah hidup di hadirat Allah dengan usahanya sendiri. Tetapi Allah Yang Mahakasih-lah yang berhasil meraih manusia berdosa bagi dirinya.
Ada pendapat yang menggambarkan bahwa Allah lebih aktif membangun hubungan dengan manusia berdosa: “Kalau kita melangkah satu langkah menghampiri Allah maka Allah akan menyambut dengan dua langkah”. Dalam hal ini Allah memang aktif tetapi hanyalah sikap meresponi manusia yang menghampiri. Lebih aktif tidak cukup, karena aktif belum tentu berinisiatif. Jadi pendapat di atas belum sesuai dengan isi iman kristen. Bukan manusia yang berinisiatif tetapi Allah. Manusia cukup meresponi inisiatif Allah.
Kitab Imamat adalah Kitab yang menulis dialog Allah dengan Musa. Allah mengambil inisiatif memberi perjelasan bagaimana umat meresponi kasih dan kuasa Allah yang sudah menyelamatkan umat dari perhambaan di Mesir. Berulang-ulang Kitab Imamat menyebutkan bahwa Allah menyatakan diri kepada Musa dan Musa menyimpannya dalam bentuk tulisan. Rasul Paulus mengutipnya dengan menyebut, sebab Musa menulis tentang kebenaran karena hukum taurat: “Orang yang melakukannya akan hidup karenanya” (Roma 10:5). Jadi Kitab Imamat adalah inisiatif Allah mengarahkan umat melalui Musa, mengenai cara menghampiri Allah melalui darah perdamaian. Juga menjelaskan standar kehidupan kudus yang ditetapkan Allah bagi umat pilihan-Nya.
Kitab Imamat bukanlah penjelasan bagaimana cara umat untuk menghadirkan Allah, tetapi bagaimana umat untuk meresponi kehadiran Allah. Karena Allah adalah Yang Mahahadir di tengah umat-Nya. Jadi sesungguhnya “Kita hidup bersama Allah sadar atau tidak sadar” MT
Minggu 23 Februari 2025
PESAN MINGGU INI 16 FEBRUARI 2025
HUBUNGAN YANG TULUS
“Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah” (Kejadian 6:9)
Kita sudah sangat terbiasa dengan pendapat “Perjanjian Lama adalah zaman taurat dan Perjanjian Baru adalah zaman anugerah”. Betulkah pendapat kita ini? Sekali lagi Paulus harus katakan bahwa tidak ada maksudku menyalahkan yang satu dan membenarkan yang lainnya. Malah saya sangat menghargainya karena sudah pasti pendapat ini datang dari hamba Allah yang sudah membaca Alkitab serta mempelajarinya dengan tekun. Hanya saja ada baiknya kita berpijak pada kebenaran bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah. Kita jangan pernah mempertentangkannya karena Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu adalah satu keseluruhan.
Lagi pula Allah yang berfirman melalui Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Allah yang sama. Melalui kisah Nuh jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya sejak awal Allah telah menyatakan diri sebagai Tuhan yang selalu bertindak berdasarkan kasih anugerah-Nya yang sempurna. Nuh betul adalah seorang pribadi yang mempunyai jejak rekan hidup yang benar di tengah manusia yang jahat. Tetapi tetaplah Nuh seorang manusia yang berdosa. Walaupun demikian Allah tetap dapat dihampiri seorang berdosa seperti Nuh. Alkitab menyatakan bahwa “Nuh hidup bergaul dengan Allah”. Hidup bergaul dengan Allah adalah bukti kehidupan yang totalitas membangun hubungan dengan Allah.
Hal itu dapat terjadi bukan sebagai usaha seorang Nuh untuk hidup layak bagi Allah melainkan sebagai respon Nuh atas kasih karunia Allah. Karena memang Allah tetaplah Allah yang Maha Kudus yang tidak pernah berhenti mencurahkan kasih karunia-Nya kepada orang berdosa. Nuh hidup benar dihasilkan kasih karunia Allah oleh iman Nuh. Iman Nuh kepada Allah membawa Nuh untuk hidup sujud dalam penyembahan yang total kepada Allah. Penyembahan total kepada Allah memungkinkan Nuh hidup bergaul dengan Allah.
2 Petrus 2:5 menyatakan Nuh bukan saja hanya hidup benar tetapi Nuh adalah pemberita kebenaran. Berita kebenaran yang dinyatakan Nuh adalah berita anugerah keselamatan sesuai jalan yang ditentukan Allah dalam seluruh Alkitab tidak terlepas dari kasih karunia-Nya yang sempurna. (MT)
Minggu 16 Februari 2025
PESAN MINGGU INI 09 FEBRUARI 2025
ALLAH MENGERTI DAN MENGENAL
Kata Filipus kepadanya : “Mari dan lihatlah!” Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang Dia “Lihat inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan didalamnya!” Kata Natanael kepada-Nya: ”Bagaimana Engkau mengenal aku?” Jawab Yesus kepadanya “Sebelum Filipus mengenal Engkau Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.” (Yohanes 1:47-48)
Semua orang ingin dikenal dan dimengerti orang lain, seperti Natanael merasa tersanjung karena dikenal dan dimengerti oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus mengenal Natanael bukan hanya melalui tindakannya tetapi juga kemurnian motif yang melatarbelakangi tindakannya. Pernahkah saudara disalah mengerti oleh orang lain? Pernahkah orang lain menyalahtafsirkan motif saudara? Atau pernah jugakah orang lain memutarbalikkan maksud saudara? Tentu jawabannya pernah! Dan banyak juga menjawab bukan hanya pernah saja tetapi sering. Tidak perlu terganggu karena orang lain itu sama dengan saya dan saudara.
Kita tidak mempunyai hikmat dan pengertian yang cukup untuk mengetahui segala hal. Saya bisa saja mengenal dan menilai seseorang melalui tindakan nyatanya, tetapi saya bekerja keras melawan diri saya sendiri agar tidak mencoba mencaritahu motif di balik perbuatannya, karena biasanya hampir selalu salah.
Tetapi Allah tidak hanya tahu apa yang saudara lakukan, Dia juga tahu mengapa saudara melakukannya dan juga tahu tujuan saudara melakukannya. Jadi bila ada orang yang salah menafsirkan saudara, Allah sangat mengetahui dengan sempurna cerita yang sebenarnya.
Jadi tetaplah tenang dalam tuntunan Allah berdasarkan hikmat-Nya. Allah tahu mengapa saudara harus berjuang dan mengalami kesulitan. Tetaplah tegar seperti Ayub yang mengkhotbahi diri sendiri saat menghadapi pencobaan besar dengan dengan menyimpulkan: “Ia tahu jalan hidupku” (Ayub 23:10).
Bisa terjadi banyak teman yang menjauh dari saudara karena saudara melakukan yang benar, sementara mereka melakukan hal yang sebaliknya. Dan kalau saudara belum pernah mengalaminya teruslah hidup secara benar dan siap. Siaplah suatu saat saudara akan mengalaminya. Allah sangat mengenal dan mengerti kita, tetaplah tenang dan berjuang membangun hidup supaya semakin baik dan benar. Allah selalu bersabda: “Aku Bapamu dan Aku mengenal dan mengerti engkau, hiduplah dalam perjuangan semakin bersih dan tulus, Aku mengenal dan mengerti dirimu sampai ke dalam hatimu.” Tetaplah hidup dalam tuntunan Allah dan pastikan juga bertindaklah dalam hikmat Allah. (MT)
Minggu 09 Februari 2025
PESAN MINGGU INI 02 FEBRUARI 2025
KETULUSAN KRISTUS SEBAGAI TELADAN HIDUP
“Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah.” (2 Korintus 1:12)
Rasul Paulus menolak segala nilai kehidupan yang berdasarkan konsep duniawi. Berulang kali Paulus menasihati agar gereja jangan seperti dunia, karena konsep agamawi dunialah yang menyalibkan Kristus. Konsep agamawi duniawi adalah sikap mengkelompokkan gereja Tuhan berdasarkan kecenderungan-kecenderungan ajaran dan juga pengalaman teologia serta pemimpin-pemimpinnya. Hal ini sangat mengganggu hubungan antara orang percaya atau gereja Tuhan yang dasar hubungannya adalah keteladanan yang sudah diwujudkan oleh Kristus.
Rasul Paulus menegur gereja-gereja Tuhan di Korintus yang ditulis dalam 1 Korintus pasal 1. Mereka membangun hubungan tetapi juga membentuk perbedaan secara sengaja berdasarkan kelompok Paulus dan kelompok Apolos. Rasul Paulus tidak setuju dengan pengelompokkan ini karena sangat bertentangan dengan keteladan Kristus.
Ada juga yang menyatakan diri dari golongan Kristus tetapi mereka adalah guru-guru palsu yang secara sengaja menciptakan hubungan palsu juga dalam gereja Tuhan. Kemudian hal buruk yang ditimbulkan pengelompokan ini adalah kondisi yang buruk yaitu justru mengasihi pemimpin lebih penting dari mengasihi Kristus. Hal ini terjadi juga pada era modern ini. Faktanya ada banyak jemaat dibawa mengagumi gembala dan mentaati gembala lebih dari mengasihi dan mentaati Kristus. Sukacita dan semangat ibadah mereka adalah karena memiliki gembala yang hebat. Tetapi Rasul Paulus mengingatkan gereja Tuhan dalam 2 Korintus pasal 1.
Pusat hidup hubungan dan ibadah adalah Kristus. Kemegahan dalam segala aspek kehidupan adalah ketulusan hati dan kemurnian hati oleh karunia Allah di dalam Kristus. Kemegahan Rasul Paulus dan kemegahan kita orang percaya adalah membangun integritas dan hubungan dengan ketulusan hati di dalam Kristus. Dengan meneladani Kristus maka menolak segala nilai-nilai duniawi dalam membangun hubungan karena sarat dengan kepalsuan. Jadi dalam membangun integritas dengan segala ketulusan tetaplah meneladani Kristus. Teladani ketulusan Kristus dengan sikap setia dan mentaati-Nya bukan yang lain. MT
Minggu 02 Februari 2025
PESAN MINGGU INI 26 JANUARI 2025
MEMBERI DENGAN TULUS
“Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” (Matius 6:2-3)
Memberi dengan tulus adalah nilai rohani yang sangat baik yang dapat dilakukan oleh semua umat Tuhan. Sejak Allah memanggil Abraham, Allah sudah melatihnya untuk memberi. Hal itu terbukti melalui fakta Abraham memberi perpuluhan kepada imam Melkisedek. Hal prinsip dalam memberi persepuluhan adalah melatih umat untuk memberi dengan tulus. Jadi upaya-upaya para hamba Tuhan untuk memberi kritik pendoa kepada gereja yang mengaktifkan persembahan persepuluhan adalah suatu kesalahan yang tidak perlu. Untuk apa disalah-salahkan karena semua gereja mengajar jemaatnya untuk memberi walaupun dengan cara yang berbeda. Justru mengubah cara biasanya bermotivasi agar jemaat memberi lebih banyak lagi. Yesus mengajar orang percaya memberi dengan tulus tanpa mengatur cara tetapi mengajarkan sikap hati dan pikiran atau motivasi yang baik dan benar.
Ada beberapa hal yang perlu kita hindari dalam hal memberi :
- Jangan memberi dengan motivasi membuang. Mungkin kita mempunyai barang yang sudah tak terpakai lagi, atau kita betul-betul sudah tak membutuhkannya lagi kemudian kita beri kepada orang lain. Sebenarnya mungkinsaja orang yang kepadanya kita berikan dan senang karena masih membutuhkan. tetapi jangan kita menganggapnya sebagai nilai memberi. Saudara tidak salah tetapi tidak termasuk dalam sikap memberi dengan tulus.
- Jangan memberi dengan motivasi mengatur dan menguasai. Tidak sedikit orang memberi dengan motivasi mengatur. Apa yang diberikannya kepada orang lain harus digunakan sesuai keinginan yang memberi, kalau tidak dia akan marah. Kemudian ada juga orang yang memberi, kemudian penerima harus tunduk kepadanya. Jelas bahwa walapupun fakta memberi tetapi bukanlah bernilai memberi dengan tulus.
- Jangan memberi dengan harapan dipuji dan dihormati. Biasanya mereka memberi secara pamer bila perlu diumumkan ke publik. Saat penerima pemberiannya tak memujinya dia akan marah dan tersinggung dan tak akan memberi lagi.
- Jangan memberi dengan mengharapkan balasan, sebab bila saudara memberi dengan mengharapkan balasan bukanlah bernilai memberi dengan tulus. Itu dapat dikatakan meminjamkan dengan pembayaran tanpa jangka waktu.
Tuhan Yesus mengajar umat-Nya agar memberi dengan hati yang tulus. Artinya memberi tanpa motivasi mengatur dan menguasai, tanpa minta dipuji, tanpa mengharapkan balasan. Tidak perlu ada yang mengetahuinya, cukup saudara, penerima dan Tuhan yang tahu. Saudara memberi bukan untuk sesuatu tetapi memberi untuk memberi sebagai bagian ketaatan kepada Tuhan. MT
Minggu 26 Januari 2025
PESAN MINGGU INI 19 JANUARI 202
HIDUP BERINTEGRITAS DAN BERIMAN
“Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Matius 5:8-10)
Matius 5:1-12 adalah merupakan ucapan bahagia, sebagai pembuka khotbah Yesus di bukit yang diucapkan secara tegas namun indah dalam Matius pasal 5-7. Ajaran Yesus ini adalah ajaran yang sangat sempurna yang tak membutuhkan analisa dan penafsiran yang rumit. Karena semakin diuraikan dan ditafsirkan ada kemungkinan mengakibatkan terjadinya penyimpangan dari tujuan Yesus. Kadang-kadang saya terganggu dengan komentar sebagian umat Tuhan yang menyatakan ada gereja yang sangat minim dengan pengajaran padahal semua orang percaya mendapat pengajaran langsung dari Yesus saat membaca khotbah Yesus di bukit secara berulang-ulang. Khususnya pasal 5:1-12 bila disimpulkan adalah “berbahagialah orang yang berintegritas dan beriman karena mereka hidup dalam karunia dan tuntunan Allah.”
Umat yang hidup dalam karunia dan tuntunan Allah, bisa diuraikan panjang lebar, tetapi dalam renungan ini mencoba menjelaskan tiga hal :
- Seorang yang takut akan Allah. Orang yang takut akan Allah adalah orang percaya yang mempunyai kesadaran yang dalam dan keyakinan yang teguh bahwa dia selalu dihadapan Allah sehingga hidupnya diarahkan untuk hidup semakin dekat dengan Allah. Kesadaran hidup dihadirat Allah menjadikannya bersih dalam bersikap tulus dalam berbicara, karena bila salah berarti dia menipu Allah dan diri sendiri.
- Orang yang otentik atau orang beriman yang selalu secara tegas berperilaku sesuai dengan firman Allah. Biasanya orang yang otentik menyadari bahwa hidup dan perilakunya masih jauh dari standar firman Allah sehingga tak pernah berhenti untuk membangun perilakunya agar semakin otentik dengan kehendak Allah.
- Orang yang sabar, tekun dan setia. Semboyan yang mereka bangun adalah kalau sudah memulai yang baik, benar dan tepat maka harus terus melangkah dan selalu siap menghadapi cobaan dan selalu berjuang melewati rintangan. Mungkin mereka bukan pelari yang cepat tetapi mereka adalah pejalan kaki yang tangguh yang terus melangkah sampai tujuan.
Dalam tiga ayat yang dikutip dari ucapan bahagia Yesus maka orang berintegritas itu adalah orang yang suci hatinya atau orang yang tulus. Mereka juga adalah pembawa damai artinya tak memiliki kebencian. Mereka adalah orang yang siap dianiaya atau menderita untuk memperjuangkan kebenaran. Itulah sebabnya mereka layak melihat Allah, disebut anak-anak Allah dan memiliki kerajaan sorga. MT
Minggu 19 Januari 2025
PESAN MINGGU INI 12 JANUARI 202
INDAHNYA KETULUSAN
“Biarlah hatiku tulus dalam ketetapan-ketetapan-Mu, supaya jangan aku mendapat malu.” (Mazmur 119:80)
Semuanya kita tanpa terkecuali mendambakan ketulusan, karena ketulusan itu adalah merupakan hal yang penting dalam segala aspek kehidupan. Dalam dunia kerja ketulusan adalah suatu yang terpenting walaupun ketulusan itu semakin tersingkir dari lapangan pekerjaan. Dalam lapangan kerja sering terjadi praktek-praktek menjilat atasan untuk mendapat perhatian. Akan semakin buruk apabila antar personil berkompetisi untuk memberikan jilatan-jilatan yang ampuh dalam merebut perhatian atasan atau pimpinan. Tetapi tidak semua pemimpin bisa dijilat seorang pemimpin yang berintegritas sudah pasti tidak dapat dijilat dan juga seorang yang tulus tak akan pernah menjilat ke atasan atau pemimpin. Karena sesungguhnya penjilat sekualitas dengan para pemimpin yang bisa dijilat.
Seorang yang tulus hati dalam dunia kerja biasanya akan menderita bila hidup dalam suatu komunitas yang terbiasa menjilat atasan, tetapi bila terus bertahan maka praktek-praktek jilat menjilat secara lambat dan pasti akan semakin berkurang yang pada akhirnya akan hilang. Orang yang tulus hati itu biasanya kuat walaupun seara karier dalam dunia kerja tidak secepat para penjilat dalam hal kemajuan. Tetapi biasanya akan bertahan sehingga kemajuan karier lambat. Walaupun lambat biasanya pasti. Orang yang tulus buat sementara atau dalam waktu yang lama akan dimusuhi dan dipersulit tetapi pada waktunya akan dicintai dan beroleh kemudahan.
Dalam hidup berjemaat pun sering juga menemukan orang-orang yang tidak tulus, ya terlalu kasar kalau disebut penjilat. Kehadirannya biasanya cukup bersambut karena sikap-sikap yang cukup menyenangkan. Tetapi waktu akan membuka kedoknya sehingga biasanya tak bertahan. Sungguh menyenangkan hidup dengan tulus walaupun sering disalah mengerti hingga dibenci dan difitnah. Tetapi di tengah-tengah orang yang membencinya dia tetap kuat dan tak tergoyahkan. Itulah alasan untuk menyatakan bahwa ketulusan itu indah. Ketulusan itu tidaklah dilahirkan tetapi dibentuk dan dibangun. Haruslah ada usaha sengaja dan sungguh-sungguh untuk membangun diri menjadi seoang yang tulus.
Pemazmur menyadarinya sehingga dia berkata “Biarkan hatimu tulus dalam ketetapan-ketetapan-Mu”. Dalam kalimat pemazmur ini sangat jelas bahwa ketulusan hati itu tidaklah diminta melainkan diharapkan dan dirindukan. Kemudian diusahakan bersamaan degan kerinduan pertolongan Tuhan untuk memperolehnya. Ketulusan utama adalah terhadap firman Tuhan artinya melakukan firman dengan ketulusan. MT
Ketulusan adalah nilai kehidupan yang indah dan bernilai sebab itu berusahalah untuk memilikinya.
Minggu 12 Januari 2025
PESAN MINGGU INI 05 JANUARI 2025
KETULUSAN HATI
“Sebab TUHAN adalah adil dan Ia mengasihi keadilan; orang yang tulus akan memandang wajah-Nya.” (Mazmur 11:7)
Karena Allah selalu bertindak adil dan tulus kepada umat-Nya maka Dia pun menganjurkan agar umat-Nya pun menjalani kehidupan dengan sikap yang adil dan hati yang tulus. Adil adalah sikap atau tindakan yang menghargai hak dan kewajiban setiap individu tanpa memandang perbedaan, ras, agama, gender atau latar belakang sosial ekonomi. Bila seseorang bersikap adil maka dia sedang menciptakan dan membangun hubungan yang harmonis dengan sesama manusia dalam menjalani kehidupan. Sedangkan tulus berarti sungguh-sungguh dengan hati yang juga terwujud dalam perbuatan. Hal itu membuat satunya kata, tindakan dan perbuatan. Jadi adil dan tulus adalah merupakan sifat yang menciptakan hubungan yang harmonis dengan sesama. Tidak mudah menjadi orang yang adil dan tulus sebab itu harus ada upaya sengaja untuk membangun diri agar terbentuk menjadi yang adil dan tulus.
Pemazmur merangkaikan dua kata adil dan tulus karena adil sama-sama potensial dalam membangun hubungan harmonis dengan sesama. Khususnya ketulusan hati adalah merupakan sutau nilai yang perlu dimiliki semua orang percaya agar memandang wajah Tuhan atau hidup dekat dan intim kepada Tuhan. Mazmur 24:3-4. ”Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus? Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu”.
Mazmur 24:3-4 bila disimpulkan adalah orang yang berkesempatan hidup dekat dengan Tuhan adalah mereka yang mempunyai ketulusan hati. Ketulusan hati bukanlah pemberian Tuhan melainkan usaha semua orang percaya membentuk diri selalu bertindak dengan hati yang tulus. Orang tulus melihat wajah Allah, orang yang murni hatinya akan melihat Allah. Hati yang tulus dan hati yang murni adalah merupakan nilai hidup yang dapat dibangun, tetapi tanpa melibatkan Tuhan dalam hidup sangatlah sulit untuk memilikinya.
Pemazmur memberikan tekanan pada para penyembah, pemuji dan pelayan Allah harus secara serius mengusahakan hati yang bersih dan kehidupan yang benar. Hal itu berarti tulus menyembah, tulus memuji dan tulus melayani serta tulus berbuat baik dalam kebenaran kepada semua orang. Tulus adalah urusan hati sebagai inti dalam semua hal yang berhubungan dengan berbuat kepada Tuhan dan sesama. Hati yang tulus atau tuluskah kita hanya Tuhan dan kita yang tahu. Dan kita tak mungkin menipu Tuhan dan diri sendiri, sebab itu “Tuluslah”. MT
Minggu 05 Januari 2025
PESAN MINGGU INI 29 DESEMBER 2024
PRAJURIT KRISTUS YANG KUAT
“Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya.” (2 Timotius 2:3-4)
Menderita sebagai pengikut Kristus adalah panggilan hidup. Menjadi panggilan karena penderitaannya adalah sebagai konsekuensi pengikut Kristus bukan sebagai hukuman atas sebuah kejahatan. Pengikut Kristus sejati adalah prajurit yang baik yang taat asas dan taat atasan juga taat aturan. Sebagai seorang yang taat asas berarti mentaati firman Tuhan. Sebagai atasan Dia adalah seorang yang menundukkan diri kepada otoritas.
Sebagai seorang yang taat aturan Dia adalah seorang yang siap mendisiplinkan diri untuk hidup terus belajar meningkatkan potensi diri. Istilah prajurit juga memberi penjelasan bahwa menjadi prajurit berarti pengikut Kristus harus siap berjuang siap berperang berani menghadapi bahaya. Dia berjuang berarti berjuang untuk membentuk hidup semakin indah dan benar di hadapan Allah. Dimulai dengan membuang dan meninggalkan serta menanggalkan dosa dan manusia lama agar hidup semakin kudus dalam mengenakan manusia yang baru.
Rasul Paulus menyatakan bahwa kita sebagai manusia memang tidak Kudus tetapi sedang berjalan menuju kepada kekudusan itu. Hal itu adalah perjuangan yang terkadang mengalami penderitaan. Tetapi bila terus berjuang akan semakin kuat untuk terus melangkah pada tujuan.
Kemudian sebagai prajurit haruslah siap memasuki medan peperangan. Peperangan adalah sikap menyerang untuk mengalahkan musuh. Peperangan juga terkadang membawa kita kepada situasi bertahan. Menyerang dan bertahan adalah hal yang sangat berhubungan erat dengan peperangan. Jadi semua prajurit Kristus harus siap dalam situasi tersebut. Bertahan berhubungan dengan sikap mempertahankan hidup tetap setia beriman walaupun serangan berupa pencobaan menerpa.
Sedangkan menyerang berhubungan dengan sikap mengadakan penyerangan untuk memukul mundur hingga mengalahkan lawan. Lawan yang harus dikalahkan itu adalah iblis. Itulah sebabnya disebut peperangan rohani melalui doa peperangan yang langsung mengarahkan serangan kesasaran yang tepat yaitu kubu pertahanan iblis. Firman Tuhan menyatakan lawanlah iblis itu maka ia akan lari daripadamu.
Selanjutnya sebagai prajurit Kristus harus berani menghadapi bahaya. Pajurit Kristus diutus bagaikan domba di tengah-tengah serigala. Suatu situasi yang sangat berbahaya bahkan keselamatan terus terancam. Tidak ada cara yang yang lain selain hadapi dengan berani. Hadapi dengan kecerdasan tetapi juga dengan kejujuran. Artinya kita tahu datang segera kepada Tuhan dan tulus mengakui kelemahan dan kekurangan. MT
Minggu 29 December 2024








