Pesan Minggu Ini

KONFLIK DALAM KELUARGA

“Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu, sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka.” (1 Tesalonika 4:11-12)

Konflik dalam keluarga adalah hal yang sangat umum dan tidak bisa dihindari. Menghindari konflik adalah usaha yang sia-sia, bahkan dalam hubungan dengan diri sendiri kita sering mengalami konflik batin. Apalagi dalam kehidupan suami istri, perbedaan karakter, sudut pandang, dan kebiasaan sangat mungkin menimbulkan konflik. Penyebab umumnya adalah banyaknya perbedaan, kesalahpahaman, dan hambatan komunikasi yang efektif. Maka, yang penting bukan menghindari konflik, melainkan menemukan sikap yang benar dalam menghadapinya.

Ada tiga sikap umum dalam merespons konflik: pesimis, emosional, dan rasional :

  1. Sikap Pesimis. Sikap ini menganggap konflik selalu merugikan hubungan, sehingga memilih mengubur masalah daripada menghadapinya. Akibatnya, komunikasi menjadi tersumbat, dan hubungan suami istri menjadi hambar meski masih bertahan. Masalah yang disembunyikan tidak pernah terselesaikan dan bisa muncul kembali dalam bentuk lain.
  2. Sikap Emosional. Sikap ini menanggapi konflik secara spontan dan meledak-ledak, tanpa memahami akar masalah terlebih dahulu. Biasanya terjadi saling tuding, saling menyalahkan, dan bahkan melukai perasaan pasangan. Situasi ini sering digambarkan seperti perseteruan anjing dan kucing, yang penuh ketegangan dan tanpa solusi.
  3. Sikap Rasional. Sikap ini adalah cara terbaik dalam menghadapi konflik. Suami dan istri duduk bersama dengan tenang, saling mengemukakan pendapat, dan mempelajari bersama akar permasalahan. Dengan dialog terbuka dan suasana penuh kasih, mereka bisa mencapai kesepakatan yang adil dan membangun. Sikap rasional membuat konflik menjadi kesempatan untuk bertumbuh dalam hubungan.

Dari ketiga sikap tersebut, reaksi rasional adalah yang paling tepat. Namun, harus disertai dengan ketaatan pada Firman Tuhan. Dalam Matius 5:13–16, Yesus mengajarkan prinsip hukum positif dan hukum negatif:

  • Hukum positif: menjadi terang dunia, yaitu saling mengasihi dan mengampuni.
  • Hukum negatif: menjadi garam dunia, artinya jangan melakukan tindakan yang bertentangan dengan kasih.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, setiap konflik dalam keluarga dapat menjadi momentum pertumbuhan iman dan kedewasaan hubungan, bukan perpecahan. MT
Minggu 29 Juni 2025


[Pesan Mingguan 2024 Selengkapnya]