Rabu 01 November 2023
HUBUNGAN YANG DISATUKAN ALLAH
Bacaan Sabda : Matius 19:1-5
“Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Matius 19:5-6)
Orang-orang Farisi memakai segala cara untuk mendapatkan kesalahan dari Yesus. Kali ini mereka memakai topik hubungan suami dan istri, tentang boleh atau tidak boleh bercerai. Kembali mereka mengharapkan Yesus memberi jawaban boleh, agar langsung menghakimi Yesus sebagai pelanggar hukum taurat atau pelanggar firman Tuhan. Tetapi jawaban Yesus tidak sesuai dengan harapan orang Farisi. Yesus sangat jelas menyatakan jawaban tegas bahwa hubungan suami istri adalah hubungan permanen yang tidak boleh cerai dengan alasan apapun selain oleh kematian. Yesus memberi alasan yang sangat tegas bahwa mereka adalah kesatuan yang sangat utuh yaitu dua menjadi satu. Lebih tegas lagi Yesus menyatakan bahwa yang mempersatukan suami istri itu adalah Allah, sehingga manusia tak boleh menceraikan. Orang Farisi pun mempertanyakan “Mengapa Musa memberi surat cerai?” Farisi kembali mengajukan pertanyaan jebakan kedua kali. Mereka mengharapkan Yesus memberi jawaban yang salah dengan menyalahkan Musa. Tetapi Yesus memberi jawaban yang menghentikan Farisi melancarkan pertanyaan jebakan. Yesus menjawab bahwa Musa mengeluarkan surat cerai bukanlah karena boleh bercerai tetapi karena kekerasan hatimu.
Dalam gereja selalu ada pelanggaran kekudusan pernikahan dalam bentuk perzinahan, kemudian gereja terpaksa merestui bukan karena boleh tetapi memberi solusi supaya tidak terus menerus melakukan perzinahan dan pelanggaran hukum. Seperti kejadian adanya kehamilan sebelum menikah. Biasanya pasangan diberi disiplin tetapi juga diberi solusi dan pelayanan gerejawi agar pernikahan mereka dilegalkan. Kalau gereja membiarkan saja tanpa pelayanan atas nama kekudusan justru gereja membuat pasangan tersebut menjadi liar dan terus menerus hidup dalam perzinahan dan pelanggaran hukum. Gereja melayani bukan karena setuju dengan perzinahan, bukan juga karena boleh melainkan langkah untuk mencegah kesalahan yang semakin buruk. Kadang-kadang gereja dihadapkan bukan pada pilihan hitam putih, melainkan kondisi abu-abu. Gereja bukan memilih benar atau salah melainkan memilih yang salahnya lebih sedikit daripada memilih yang salahnya jauh lebih besar. (MT)