Senin 23 Januari 2023
KETEGUHAN IMAN AYUB
Bacaan Sabda : Ayub 24-25
Sabda Renungan : “Hanya sebentar mereka meninggikan diri, lalu tidak ada lagi; mereka luruh, lalu menjadi lisut seperti segala sesuatu, mereka dikeratseperti hulu tangkai gandum. Jikalau tidak demikian halnya, siapa beranimenyanggah aku dan meniadakan perkataanku?” (Ayub 24:24-25)
Di hadapan Bildad, Ayub mengeluh tentang kekejaman dunia secara panjang lebar. Dalam keluhannya jelas mengenai berbagai kejahatan yang biasa dilakukan manusia. Hubungan yang rusak dengan Allah menjadikan manusia mempunyai hubungan yang buruk dengan sesamanya. Manusia menjadi sangat egois membuatnya tak segan-segan berbuat jahat bahkan mencelakakan sesamanya.
Permusuhan antar manusia tak terelakkan, sehingga manusia harus belajar mempertahankan diri. Setiap hari terjadi penindasan yang dilakukan si kaya kepada si miskin tetapi juga tidak jarang si miskin merampas milik orang kaya. Yang kuat menindas yang lemah tetapi lemah pun sering memberontak secara kejam kepada si kuat. Manusia yang egois membuat kekejaman-kekejaman melanda dunia ini.
Sesungguhnya Ayub ingin mengatakan kepada Bildad bahwa dirinya adalah contoh kekejaman dunia. Kekayaannya habis karena kejahatan dunia dan keganasan alam yang bisa menimpa semua orang tanpa mempertimbangkan fasik atau saleh, kafir atau beriman. Tetapi Ayub menambahkan lagi bahwa bagaimanapun kuat dan hebatnya manusia mereka hanya seben- tar bisa meninggikan diri lalu waktu membuat mereka tidak ada lagi. Semua perkataan Ayub bukan asal ucap tetapi berdasarkan kenyataan yang sedang terjadi melanda dunia. Ayub mengarahkan Bildad untuk melihat kenyataan. Bukan hanya Ayub tetapi ada banyak orang yang ditimpa bencana seperti Ayub. Hal itu cukup berhasil menghentikan Bildad, Zofar dan Elifas menuduh dan menghakimi Ayub.
Untuk hal ini tentu Ayub sangat bersyukur kepada Tuhan dan sahabat-sahabat-nya karena di samping tidak membingungkannya, sahabat-sahabatnya pun tidak lagi melakukan kesalahan-kesalahan. Ayub tetap menjaga persahabatan dengan baik. Dia tidak mau menghentikan persahabatannya oleh kesalahpahaman. Bildad akhirnya mengakui keagungan Allah yang sudah pasti tidak mungkin melakukan kesalahan. Dia tetap mengetahui bahwa Ayub adalah manusia biasa seperti dirinya. Jadi tak mun- gkin hidup tanpa kesalahan. Tetapi kesalahan tak selalu mendatangkan hukuman. Sebab kalau itu yang terjadi sudah pasti dia pun akan terhukum juga.
Ada kekaguman tersendiri yang mereka rasakan melihat keteguhan iman Ayub. Ayub tidak pernah mempersalahkan Allah atas penderitaannya. Ayub justru jelas-jelas semakin mendekat kepada Allah. Ayub tidak melihat penderitaannya sebagai hukuman tetapi hanyalah sebagai ujian. Ayub lulus dalam ujian berarti dia naik ke level yang semakin tinggi. (MT)