Kamis 19 Januari 2023
MENDENGARKAN BUKAN MENUDUH
Bacaan Sabda : Ayub 17-18
“Semangatku patah, umurku telah habis, dan bagiku tersedia kuburan. Sesungguhnya, aku menjadi ejekan; mataku terpaksa menyaksikan tantangan mereka. Biarlah Engkau menjadi jaminanku bagi-Mu sendiri! Siapa lagi yang dapat membuat persetujuan bagiku?” (Ayub 17:1-3)
Penderitaan Ayub telah membuatnya pasrah dan berserah kepada Allah. Dia sungguh-sungguh telah siap menghadapi kematian. Dalam kelemahan dia sering memandang dirinya sebagai orang yang ditinggalkan Allah sudah kenyang dengan cemoohan dan penghakiman kawan-kawannya tak ada lagi daya padanya selain tabah dengan keyakinannya bahwa dia telah berjuang untuk hidup benar. Sekiranya pun ia mati dia akan mati sebagai orang benar. Kemudian dia selalu berjuang melawan pikirannya untuk terus meyakini bahwa Allah itu maha adil. Dia selalu berusaha memisahkan penderitaannya dengan keadilan Allah. Penderitaannya adalah satu hal sedangkan keadilan Allah adalah hal lain. Dia berjuang untuk tidak mencampur adukannya. Bencana yang menimpanya adalah hal yang bisa dialami semua orang tanpa membedakan orang itu baik benar atau jahat. Sedangkan Allah tetaplah Allah yang Maha adil walaupun banyak pendapat mengenai dia. Karena Allah adalah tetap Allah walaupun berbagai pendapat keyakinan mengenai dia yang sesungguhnya bertentangan dengan atributnya sebagai Allah.
Ayub membutuhkan sahabat yang betul-betul pendamping sejati untuk mengurangi rasa sakit yang terus menyerangnya. Nyatanya sahabat-sahabatnya justru menghakiminya secara brutal. Bildad adalah sahabat yang setia mendengarkan Ayub saat mengungkapkan perasaannya. Tetapi Bildad pun ternyata bukanlah pendengar yang baik. Dia segera berkata “Bilakah engkau habis bicara”. Bildad tidak sabar mendengarkan curahan hati Ayub sebaliknya dia kembali menghakimi Ayub. Tidak tanggung-tanggung Bildad menuduh Ayub sebagai orang fasik yang sudah padam dan masuk dalam kegelapan.
Ada rangkaian tuduhan yang sangat kasar dan kejam kepada Ayub sebagai penyebab Ayub ditimpa bencana dan harus menderita. Ayub menjadi pendengar yang kuat atas fitnah dan tuduhan-tuduhan tak berdasar yang digencarkan oleh orang-orang dekat Ayub semasih sukses dan kuat. Dalam hal ini Ayub tinggal diam dan terkesima mendengar kata-kata melemahkan dari orang-orang yang diharapkan memberi penghiburan dan kekuatan kepadanya. Sekarang Ayub betul-betul ditinggal sendirian. Orang-orang dekat menyerangnya. Kondisi yang sangat menyakitkan ini menjadikan Ayub merasa ditinggalkan semua orang. Ayub betul menaruh hati dan perasaan dan harapannya kepada Allah. Tetapi kondisi ini menjadikan Ayub merasa yang tinggal bersamanya hanya satu yaitu Allah. (MT)