Selasa 17 Januari 2023
TIDAK KEHILANGAN IMAN
Bacaan Sabda : Ayub 14:1-22
“Ah, kiranya Engkau menyembunyikan aku di dalam dunia orang mati, melindungi aku, sampai murka-Mu surut; dan menetapkan waktu bagiku, kemudian mengingat aku pula! Kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi? Maka aku akan menaruh harap selama hari-hari pergumulanku, sampai tiba giliranku; maka Engkau akan memanggil, dan aku pun akan menyahut; Engkau akan rindu kepada buatan tangan-Mu.” (Ayub 14:13-15)
Ayub kehilangan harta, keluarga dan kesehatannya, tetapi dia tidak kehilangan iman dan akal sehatnya. Tetapi seperti manusia pada umumnya Ayub gelisah karena mengetahui fakta adanya kematian. Mungkin saja Ayub telah mulai berpikir akan kematiannya yang segera tiba karena penyakit kulit ganas yang terus saja menggerogoti tubuhnya. Ayub gelisah bukan karena penderitaan yang ditimbulkan bencana yang merampas segala perolehan dan keluarganya, melainkan pemahamannya yang jelas akan pastinya kematian yang bisa saja cepat akan menjemputnya. Tetapi Ayub juga mengetahui bahwa hidup tidak berakhir pada saat datangnya kematian.
Dalam ayat 7 Ayub melanjutkan “Karena bagi pohon masih ada harapan apabila ditebang ia bertunas kembali dan tunasnya tidak berhenti tumbuh”. Selama pohon berakar di tanah sebagai sumber kehidupannya dia masih bertunas. Ayub memakai analogi ini pada kehidupan manusia. Umat beriman bila terus setia beriman kepada Tuhan sampai mati hidup tidak berakhir, karena dia tetap hidup bersama Tuhan sebagai sumber kehidupan itu. Ayub mengajukan pertanyaan “Kalau manusia mati dapatkah ia hidup lagi?”. Pertanyaan ini bukanlah suatu pertanyaan yang menjelaskan bahwa Ayub belum paham akan adanya kehidupan setelah kematian melainkan suatu sikap imannya yang mengetahui secara pasti akan adanya kehidupan setelah kematian. Lebih jauh lagi Ayub mengatakan “Maka aku menaruh harap selama hari-hari pergumulan sampai tiba giliranku”. Selama hidup di dunia ini adalah merupakan hari-hari pergumulan. Ayub menghadapi pergumulan hidupnya dengan selalu berharap kepada Tuhan.
Ayub mengungkapkan isi imannya dengan berkata “Engkau memanggil, aku menyahut, karena engkau rindu buatan tangan-Mu”. Dalam hal ini Ayub menyatakan Allah memanggil umat-Nya dari kuburan atau dunia kematian. Jadi, Ayub mengungkapkan harapan akan kebangkitan dari kematian. Dalam penderitaannya Ayub tidak terpuruk karena tetap berharap kepada Tuhan. Kalau Allah memberi kesempatan lagi kepadanya dia masih mampu bangkit dari keterpurukannya dan bila penyakitnya itu harus membawanya kepada kematian, Allah pun akan membangkitkannya. Dalam hal ini Ayub menyatakan dua kebenaran saat dia berada dalam sikap dan kehidupan iman yang meluap-luap. Keterpurukan bisa menimpa siapapun, tetapi bila hidup berharap kepada Tuhan masih ada kesempatan bangkit. Kematian bisa menimpa semua orang, tetapi bila hidup dalam Tuhan ada kebangkitan dari kematian. (MT)