Jumat 13 Januari 2023
ALLAH PEMURAH BUKAN PENGHUKUM
Bacaan Sabda : Ayub 8-9
“Sekalipun aku benar, mulutku sendiri akan menyatakan aku tidak benar; sekalipun aku tidak bersalah, Ia akan menyatakan aku bersalah. Aku tidak bersalah! Aku tidak pedulikan diriku, aku tidak hiraukan hidupku! Semuanya itu sama saja, itulah sebabnya aku berkata: yang tidak bersalah dan yang bersalah kedua-duanya dibinasakan-Nya.” (Ayub 9:20-22)
Nasehat-nasehat sahabat Ayub cenderung mencurigai Ayub mempunyai suatu kesalahan. Ayub mempertimbangkan bahwa ada kemungkinan dia mempunyai kesalahan yang tidak disadari dan belum diketahuinya. Jadi Ayub mulai gencar memeriksa diri sendiri agar mengetahui kesalahannya yang membuat Allah marah kepadanya. Tetapi dari pernyataan Ayub jelas bahwa Allah sedang mengawasinya, bukan dengan murka tetapi dengan belas kasihan. Ayub merasa diri dicobai Allah hingga sampai batas kekuatannya, tidak melampaui batas kekuatannya.
Saat Ayub mulai mengendorkan keinginannya untuk membela diri Bildad sahabatnya datang mengunjunginya tetap dengan mengajak Ayub untuk mencoba mengetahui kesalahan apa gerangan yang dilakukannya. Salah satu perkataan Bildad kepada Ayub adalah bila engkau bersih dan jujur maka pastilah Allah akan membelamu. Argumentasi Bildad sama saja dengan argumentasi Elifas. Jadi sama saja mereka menuduh Ayub telah berdosa sehingga dia dihukum Allah. Jadi jalan satu-satunya yang harus dilakukan Ayub adalah mengaku dosa, mohon ampun dan bertobat.
Elifas dan Bildad sama-sama mendasari argumennya pada pemahaman bahwa Allah itu Maha-adil, jadi tidak mungkin menghukum orang yang tidak bersalah. Allah tidak akan mendatangkan kesulitan kepada orang yang hidupnya benar. Ayub meresponi argumen Bildad dengan sikap yang mulai melunak. Dia berkata “Sungguh aku tahu bahwa demikianlah halnya masakan manusia benar di hadapan Allah?”. Ayub mengakui bahwa dia tidak mungkin benar sempurna di hadapan Allah. Dia mulai mengaku bahwa dirinya tak mungkin tanpa kesalahan. Tetapi dia sudah berusaha secara maksimal supaya hidup dalam kebenaran dan menjauhi kesalahan. Ayub tetap tidak percaya bahwa penderitaannya bukanlah merupakan hukuman Allah atas kesalahannya.
Jadi Ayub masih tetap mengeluh bahwa kalaupun Allah yang menghukumnya itu adalah merupakan kedaulatan Allah, dia tidak perlu mengetahui alasan Allah karena dia tidak mungkin mampu mengetahuinya. Ayub tetap tak menerima penderitaannya adalah hukuman dia tetap menerimanya sebagai musibah yang bisa menimpa siapa saja. Itulah sebabnya Ayub tidak kehilangan imannya dan tidak juga menyalahkan Tuhan. Dia malah mengambil langkah semakin berseru dan berdoa kepada Tuhan. Ayub tetap saja mempercayai Allah sebagai penolong dan pelindung. Allah bagi Ayub tetaplah Bapa yang baik, Tuhan pemurah bukan penghukum yang mendatangkan bencana. (MT)