Sabtu 25 Juni 2022
YEFTA DAN NAZARNYA
Bacaan Sabda : Hakim-hakim 11:1-40
“Lalu bernazarlah Yefta kepada TUHAN, katanya: “Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran.” (Hakim-hakim 11:30-31)
Yefta adalah anak Gilead dari salah seorang istrinya yang berlatar belakang perempuan sundal. Dalam Alkitab banyak menjelaskan fakta pada tokoh iman hidup berpoligami. Semuanya mendatangkan persoalan buruk dan serius kepada para tokoh. Jadi ditampilkannya mereka bukan untuk dicontoh atau diteladani melainkan untuk dihindari. Yefta diusir oleh saudara-saudaranya sehingga dia memasuki kelompok para petualang. PAda saat bani Amon berperang melawan Israel, rupanya terjadi kekosongan kepemimpinan di Israel para tua-tua Israel pun meminta Yefta melawan Amon dan menjadi pemimpin Israel. Maka Yefta turut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi kepala dan penglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya ke hadapan Tuhan di Mizpa (ayat 11). Cukup menarik karena bukan para tua-tua Israel yang membawa perkaranya kepada Tuhan tetapi justru si petualang Yeftalah yang membawa perkaranya kepada Tuhan. Sikap rendah hati tak mengandalkan kekuatannya menunjukkan bahwa Yefta tetap memelihara imannya kepada Allah. Sebagai Hakim Israel Yefta cukup berhasil membawa Israel setia kepada Allah setelah berhasil mengalahkan orang Amon.
Ada hal yang perlu kita pelajari dari Yefta dia bernazar dan setia serta menggenapi nazarnya walaupun sangat berat untuk dilaksanakannya. Dia membuktikan kasihnya kepada Allah yang lebih penting dari kasih kepada anaknya. Dia bernazar akan mempersembahkan sesuatu yang pertama keluar dari rumahnya sebagai korban bakaran setelah mengalahkan Amon. Dari janjinya ini dia sepertinya yakin bahwa yang menyambutnya adalah binatang peliharaan sehingga dia menjanjikan akan mempersembahkan kepada Allah sebagai korban bakaran. Ternyata yang keluar dari rumah pertama menyambutnya adalah putri kesayangannya. Sulit baginya untuk melaksanakan nazarnya tetapi dia takut kepada Allah sehingga dia tetap menggenapi nazarnya. Tentu saja bukan sebagai korban bakaran tetapi dipersembahkan untuk menjadi pelayan Tuhan di rumah Tuhan seumur hidupnya tanpa menikah, karena mempersembahkan manusia sebagai korban bakaran adalah kekejian bagi Allah. Hal itu jelas karena putri kesayangan Yefta diberi kesempatan mengembara ke pegunungan untuk menangisi kegadisannya, setelahnya baru dia melayani di rumah Tuhan seumur hidupnya. Yefta mengerti resiko tak menepati nazar karena dia mengasihi Allah. (MT)