Kamis 02 September 2021
MULIA – KEKAYAAN DAN REPUTASI
Mulia : Kekayaan – Reputasi – Nilai
Bacaan sabda : Mazmur 103:1-22
Mazmur 103:15-17 “Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi. Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu,”
Bila kata mulia dihubungkan kepada manusia maka kemulian manusia selalu diartikan dengan kekayaan, reputasi dan nilai kehidupan. Semua manusia tentu mendambakan kekayaan dan bekerja keras untuk memperolehnya. Tentu saja kekayaan itu tidak salah. Dalam kenyataan orang kaya lebih dihormati dari orang miskin, lagi pula orang kaya akan selalu lebih berkesempatan untuk berlaku banyak kebajikan walaupun tidak selalu. Orang kaya biasanya lebuh dihormati, itulah sebabnya dalam pandangan manusia kekayaan adalah juga merupakan kemuliaan manusiawi. Kemudian yang dianggap sebagai seorang yang mulia atau terhormat adalah seorang yang mempunyai reputasi yang baik. Bila seorang manusia mempunyai kekayaan dan juga mempunyai reputasi yang baik maka dia mempunyai kemuliaan ganda, tetapi menurut Yesus kemuliaan gandanya belum memadai membawa dia memasuki kerajaan Allah. Dia sulit meninggalkan kekayaan dan reputasinya atau salah satu diantaranya. Pemuda kaya ini lebih baik dari orang kaya yang menyatakan kepada dirinya “bagimu banyak kekayaan, bersenang-senanglah”. Karena kemungkinan besar dia mempunyai reputasi yang buruk.
Ada lagi seorang kaya yang setiap hari berpesta pora tetapi hidup di luar Tuhan terbukti dari ketidak perduliannya kepada penderitaan Lazarus. Jadi ketiga orang kaya yang dikisahkan dalam Kitab Injil dan berhubungan dengan ajaran Yesus adalah manusia yang mempunyai kemuliaan, tetapi sangat tidak memadai memasuki kerajaan surga. Selain kekayaan dan reputasi nilai atau bobot kehidupan adalah juga merupakan kemuliaan manusiawi. Nilai ini berhubungan dengan kecerdasan dan kebijaksanaan tanpa atau diluar Tuhan adalah kesia-siaan kata raja Salomo. Pemazmur juga secara tegas menyatakan bahwa kemuliaan manusia hanyalah sebentar, seperti rumput yang berbunga memamerkan keindahannya sebentar saja kemudian layu.
Pemazmur sangat menyadari betapa rapuhnya kemuliaan seorang manusia bila hanya diukur melalui kekayaan, reputasi dan kecerdasan. Pemazmur tidak memandang kemuliaan manusia sebagai suatu yang buruk, hanya saja bila dijadikan sandaran dan tujuan hidup sangat sia-sia. Tetapi pemazmur justru menempatkannya secara benar dan tepat. Kemuliaan manusiawi adalah alasan untuk bersyukur kepada Allah. Karena kemuliaan manusia adalah merupakan pemberian Allah yang sangat berharga, tetapi bukan untuk diandalkan melainkan untuk dijadikan alasan bersyukur kepada Tuhan dan untuk kemuliaan Tuhan. Dan terus terus diingat bahwa kemuliaan manusia adalah pemberian Tuhan. (MT)
Kemuliaan manusia bukan untuk diandalkan tetapi hendaklah dijadikan alasan bersyukur kepada Allah.