Kamis 11 Februari 2021
KEBAPAAN ALLAH
Bapa : – Kebapaan Allah – Pencipta – Abadi
Bacaan sabda : Yeremia 31:1-9
Yeremia 31:9 “Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, di jalan yang rata, di mana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi bapa Israel, Efraim adalah anak sulung-Ku”
Yeremia 31 ini adalah nubuat nabi Yeremia tentang pengembalian Israel ke negeri mereka secara umum, dan pengembalian Yehuda dari negeri pembuangan secara khusus. Dalam nubuatnya nabi Yeremia sudah menyatakan suatu hal penting yang mana Allah telah mengungkapkan kebapaan-Nya. Tetapi orang Israel belum siap. Bagi umat Israel sebutan Bapa kepada Allah tidak tepat, sebab Allah adalah pencipta (Elohim), Tuhan (Adonai), dan bersifat abadi atau ada dengan sendirinya (Yahweh). Sebab itu menyebut Dia sebagai Bapa terlalu ringan, sembarangan dan terasa kurang agung. Itulah sebabnya umat Israel sebagai umat Allah keberatan menyebut Allah sebagai Bapa. Jadi bukan Allah yang tidak berkenan menjadi Bapa bagi mereka. Sikap Israel mengagumkan Allah seagung-agungnya sudah tepat, karena Allah adalah pencipta segala sesuatu. Bila Israel mengakui kemahakuasaan dan kemahabesaran Allah adalah tepat, benar dan harus karena Dia adalah Elohim, Adonai dan Yahweh yang kekal karena Dia ada dengan sendirinya. Tetapi Allah yang memilih mereka sebagai umat pilihan-Nya adalah alasan kuat bagi Israel untuk hidup membangun hubungan dengan Allah dengan kedekatan yang intim seperti hubungan seorang bapa dengan anaknya. Tetapi Israel tetap saja menganggap tidak boleh memanggil Allah sebagai Bapa.
Nabi Yesaya sudah menubuatkan bahwa Allah yang perkasa itu adalah juga Penasehat Ajaib, Raja Damai dan Bapa yang kekal (Yesaya 9:5). Nubuat itu ternyata tidak cukup bagi umat Israel dengan penghormatan yang tinggi memanggil Allah menjadi Bapa. Itulah sebabnya Allah memberi diri-Nya sebagai Bapa umat-Nya melalui nabi Yeremia. Umat Israel selalu saja membuat jarak dengan Allah padahal Allah selalu mendekat. Dalam hal ini umat-Nya tidak siap memikul tanggung jawab bila hidup dekat dengan Allah. Secara khusus orang Yehuda yang tertawan ke Babel telah merasakan akibat hidup jauh dari Allah. Hidup menjauh dari Allah telah menjadikan umat-Nya berperilaku buruk karena tidak menjadikan firman Allah menjadi standar dalam menjalani kehidupan. Mereka tidak bersikap sebagai anak yang hidup dekat dengan Bapa. Padahal Allah tetap bersikap sebagai Bapa yang baik dan dekat kepada umat-Nya. Allah mengijinkan Yehuda terbuang ke Babel, tetapi di negeri pembuangan Allah tetap menjadi Bapa yang dekat dengan umat pilihan-Nya. (MT)
Allah adalah Bapa yang baik bagi umat-Nya walaupun umat-Nya belum siap menjadi anak-Nya.