MENINGGALKAN TAHUN YANG BURUK
“Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.” (2 Petrus 3:8)
Setiap tanggal 31 Desember, kita biasanya meninggalkan tahun yang lama. Oleh sebagian suku di Indonesia, tahun yang lama disebut sebagai “tahun yang buruk.” Istilah “tahun yang buruk” dianalogikan dengan benda seperti sepatu atau pakaian yang sudah lama dibeli lalu dipakai—semakin lama dipakai, semakin buruk kondisinya. Karena itu, tahun yang lama disebut sebagai tahun yang buruk.
Ada juga kelompok masyarakat yang menyebutnya sebagai “tahun yang lewat,” dalam pengertian tahun yang sudah dilewati. Jadi, tahun yang buruk itu telah dilewati dan karena itu ditutup saja, maka muncullah istilah “tutup tahun.” Bila kemudian diadakan ibadah syukur tutup tahun, artinya bagaimana pun kondisi tahun yang sudah dilewati, tetap harus disyukuri, karena di dalam Yesus kita diajar untuk mengucap syukur atas segala sesuatu.
Namun, kita juga perlu merenungkan waktu atau tahun-tahun yang kita lewati dengan tepat, dengan bercermin pada firman Tuhan yang dinyatakan oleh Rasul Petrus: “Di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun, dan seribu tahun sama seperti satu hari.” Bila dipahami dengan teliti, hal itu berarti bahwa bila manusia menghitung waktu seribu tahun, bagi Allah itu hanya satu hari. Sebaliknya, bila Allah menghitung waktu seribu tahun, bagi manusia itu seperti satu hari. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak terikat oleh waktu, sedangkan manusia sangat terikat oleh waktu.
Allah memandang waktu dari sudut kekekalan, suatu perspektif yang tidak dapat dipahami oleh keterbatasan manusia. Itulah sebabnya Allah dapat menyelesaikan pekerjaan satu hari yang, menurut manusia, seharusnya dikerjakan seribu tahun. Tetapi Allah juga dapat menyelesaikan pekerjaan seribu tahun—pekerjaan yang menurut manusia bisa dilakukan dalam satu hari. Dalam hal ini, Allah berkarya tanpa terikat oleh keinginan manusia, karena Dia berdaulat penuh dalam bekerja untuk kebaikan umat-Nya.
Karena itu, dalam meninggalkan tahun lama yang disebut “tahun buruk,” marilah kita menutupnya dengan rasa syukur kepada Allah yang tidak terikat waktu, tetapi yang memberikan waktu bagi kita untuk dilewati setahun demi setahun. Dan perlu kita pahami bahwa walaupun Allah tidak terikat oleh waktu, Dia terikat oleh janji-janji-Nya kepada umat-Nya. Bila Dia berjanji menyertai kita sampai akhir zaman, berarti Dia akan menyertai hari demi hari dan tahun demi tahun.
Jadi, tutup tahun adalah meninggalkan yang buruk dan menyongsong yang baru. Buruk karena sudah lama dan terlewati; baru karena awal yang segar dan terus melaju. MT
Minggu 28 Desember 2025








