Selasa 10 Januari 2023
AYUB SETIA KEPADA ALLAH
Bacaan Sabda : Ayub 2-3
“Tetapi jawab Ayub kepadanya: ”Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.” (Ayub 2:10)
Tentu saja iblis sudah mengakui kesetiaan Ayub, tetapi iblis kembali melancarkan serangan pamungkasnya dengan cara merampas kesehatan Ayub. Ayub diserang dengan mendatangkan penyakit kanker kulit yang ganas menyerang sekujur tubuh Ayub. Kemudian iblis pun memakai istrinya mempengaruhi Ayub agar meninggalkan Tuhan dan mengutuk Tuhan sebelum kematian menjemputnya. Dalam hal ini kembali Ayub membuat suatu pernyataan “Apakah tidak mau menerima yang buruk dari Allah?”, sebagai suatu bukti kesetiaannya. Dalam hal ini Ayub mengakui kedaulatan Allah dan juga yakin bahwa semua orang berasal dari Allah atau yang diizinkan Allah terjadi pada umat-Nya pasti bertujuan untuk mendatangkan kebaikan.
Jadi semua orang percaya harus siap menghadapi semua kemungkinan terburuk, bisa terjadi namun tetap setia kepada Allah dan berharap terus akan pertolongan-Nya. Teruslah beriman kepada Allah sebagai pribadi yang mengasihi di tengah kesukaran ketika menghadapi pencobaan, maka bila terus setia akan memperoleh kekuatan baru dan kemenangan. Terus tekun hidup setia melakukan firman Allah dan membuat umat menang dalam menghadapi cobaan dalam bentuk apapun.
Ayub cukup kuat dan teguh tetapi Ayub adalah manusia biasa. Waktu dalam menghadapi cobaan itu membuatnya mulai berpikir dan bersalah karena mengutuki hari kelahirannya (Ayub 3:11-13). Penderitaan Ayub terbesar adalah bahwa dia merasa Allah telah meninggalkannya, Ayub berterus terang kepada Allah mengungkapkan perasaannya. Ayub mengutuki kelahirannya adalah sebagai ungkapan perasaan karena menurutnya untuk apa dia lahir kalau harus menderita dan tak bisa mengabdikan hidup dan karyanya kepada Tuhan dan sesama. Tetapi Ayub tidak mengutuki Allah. Seruan-seruannya dengan mengutuki hari kelahirannya adalah merupakan ungkapan penderitaan dan keputusasaannya, bukan seruan untuk menentang Allah. Mengutuki hari kelahirannya dapat dinyatakan hanyalah kelemahan bukan kejahatan, namun dapat juga hal itu dilakukan Ayub karena dia mulai dilanda oleh keragu-raguan sehingga dia mengungkapkan keraguannya secara jujur.
Dalam berbagai sikap Ayub menghadapi cobaan berat itu adalah merupakan sikap menghampiri Allah dengan kesedihan untuk memohon belas kasihan Allah. Walaupun sulit bagi Ayub untuk menerima kenyataan yang menimpanya, dia tetap yakin bahwa Tuhan tidak mungkin salah. Ayub terkadang salah sangka kepada Tuhan oleh karena keterbatasannya memakai tujuan Allah atas dirinya, namun dia tak pernah berburuk sangka. (MT)