Minggu 19 July 2020
ELIFAS – SAHABAT AYUB
Elifas : – Sahabat Ayub – MeELIFAS – SAHABAT AYUBmbuat pernyataan – Ada benar dan salah
Bacaan Sabda : Ayub 4-5
Ayub 4:17 “Mungkinkah seorang manusia benar di hadapan Allah, mungkinkah seseorang tahir di hadapan Penciptanya?”
Elifas adalah sahabat pertama Ayub yang meresponi keluhan Ayub. Kita harus memegang kesepakatan yang dijelaskan Alkitab yaitu mereka itu bersahabat. Karena mereka bersahabat maka mereka bebas pula memberi nasehat. Tentu pendapat dan nasehat dari seorang sahabat tidak semua dan tidak harus benar. Ada yang benar dari seorang sahabat memberi pendapat dan nasehat adalah untuk kebaikan sahabatnya.
Elifas merasa perlu menyatakan dua hal kepada sahabatnya:
- Pertama adalah kemungkinan Ayub telah berdosa sehingga dia harus menerima resiko dari dosanya. Elifas dalam hal ini berusaha memberikan padangan teologis kepada sahabatnya. Sangat disayangkan pandangan teologisnya salah. Elifas menyatakan bahwa orang yang benar akan senantiasa makmur dan orang berdosa menderita. Jadi menurutnya kemakmuran, kesehatan dan keberhasilan adalah petunjuk bahwa seseorang benar, sedangkan kemiskinan dan penderitaan adalah petunjuk bahwa bahwa seorang hidup tidak benar dan berdosa. Dalam Ayub 42:7-9. Allah menyatakan bahwa pendapat Elifas adalah pandangan teologi yang salah. Dalam hal ini Elifas adalah sahabat yang memberi pendapat tanpa memaksa Ayub harus percaya juga tanpa bermaksud menghakiminya.
- Kedua Elifas menyatakan kemungkinan Ayub dihukum Allah. Kalimat yang digunakan Elifas adalah “berbahagialah manusia yang ditegur Allah”. Elifas menyatakan pendapat dan pandangan teologianya bahwa bila Allah menegur seseorang dan tegurannya itu ditanggapi secara tepat maka pastilah terbebas dari segala penderitaan. Kalau dipelajari sejenak kelihatannya pandangan teologia Elifas ini benar dan tepat. Tetapi penulis Ibrani mengkritisi pandangan teologi yang salah ini, karena beberapa tokoh beriman hidup teraniaya dan menderita kekurangan serta ada banyak yang tersiksa dan terbunuh. Bahkan orang-orang benar ini hampir seumur hidupnya terjajah (Ibrani 11:36-39).
Jadi penderitaan dan kesulitan tidaklah selalu cara Allah untuk menegur umat-Nya. Orang saleh tidak selalu terlepas dari kehidupan yang sulit. Sahabat Ayub lainnya Bildad dan Zofar juga memberikan pandangan yang sama. Tetapi tetap saja mereka sebagai sahabat yang menghakimi. Mereka tidak mampu melihat mengapa hal ini bisa terjadi kepada Ayub. Mereka sama-sama tidak mengetahui negosiasi antara Allah dengan iblis. Jadi penderitaan Ayub ini dapat disimpulkan bahwa bersifat kasuistik yang mungkin saja bisa menimpa umat beriman lainnya. Hanya saja tetaplah sahabat yang tak tergoda menghakimi siapapun yang sedang mederita (MT)
Sahabat sejati akan selalu siap mendampingi tanpa tergoda menghakimi.