Sabtu 18 Januari 2020
KRISIS PEMIMPIN
Yehezkiel 21-22; Yesaya 50; Filipi 2:12-30
Ayat Mas / Renungan
Yehezkiel 22:30-31 “Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya.
Maka Aku mencurahkan geram-Ku atas mereka dan membinasakan mereka dengan api kemurkaan-Ku; kelakuan mereka Kutimpakan…”
Masalah terbesar Yehuda adalah krisis pemimpin berkepanjangan. Bukan persoalan pemimpin yang tak ada, tetapi pemimpin yang bertindak dan berkepribadian sebagai pemimpinlah yang tidak ada. Sebab pemimpin Yehuda pada zaman itu adalah para imam dan para nabi. Jadi yang berstatus pemimpin cukup banyak, karena di Yehuda imam dan nabi cukup banyak. Pada saat nabi Yehezkiel bernubuat Yehuda sudah tidak mempunyai raja, tetapi imam dan nabi masih terus dijadikan sebagai pemimpin. Sangat mengejutkan, ternyata mereka yang berstatus pemimpin telah menyalahgunakan kepemimpinan mereka. Imam-imam berubah setia kepada Allah dan tidak menghargai panggilan sebagai pemimpin umat lebih buruk lagi karena jabatan dijadikan hanyasekedar mencari keuntungan pribadi dan kepuasan penuh dosa. Sedangkan nabi-nabi mengoles diri dengan kapur artinya bersembunyi di balik kenabian bukan mempraktekkan tugas kenabian. Mereka mengatakan memperoleh penglihatan nyatanya tidak. Mereka menyatakan memperoleh wahyu untuk dinubuatkan ternyata hanyalah upaya agar mereka tetap dipandang sebagai nabi. Hal itu menjadi membingungkan umat, karena nubuat mereka sering bertentangan dengan nubuat nabi Yehezkiel.
Firman Tuhan yang perlu dinubuatkan nabi Yehezkiel adalah merupakan keluhan Allah karena terjadinya krisis kepemimpinan di tengah umat pilihan-Nya. Khususnya umat yang masih tinggal di Yerusalem. Nabi Yehezkiel langsung memahami keluhan Allah tersebut. Nabi Yehezkiel mengetahui bahwa umat Allah bukan kekurangan imam dan bukan pula kekurangan nabi. Nabi dan imam banyak dalam pengertian sebagai jabatan, tetapi masalahnya adalah mereka tidak melakukan tugas imamat dan nabi secara baik dan benar. Bukan saja lalai dalam tugas tetapi juga lalai dalam praktek kehidupan. Mereka tidak hidup bagaimana seharusnya seorang imam dan nabi hidup sesuai firman Allah. Dengan kata lain para imam dan nabi pada zaman itu tidak mempunyai kelayakan untuk menjadi seorang pemimpin untuk umat-Nya. Tidak ada niatan baik dari imam dan nabi untuk mendirikan dan memperbaiki tembok yang sudah hampir runtuh.
Hal itu menggambarkan keadaan tidak adanya sikap melawan kebobrokan rohani dan kebobrokan moral yang melanda umat. Dapat juga berarti runtuhnya semangat berdoa merendahkan hati memohon pertolongan Tuhan untuk menuntun umat-Nya. Lebih lanjut dapat diartikan para orang baik berdiam diri, tidak mau mengambil resiko, lebih baik berkompromi. Pesannya adalah saatnya umat-Nya sungguh-sungguh hidup sebagai umat sejati dan meningkatkan doa syafaat. (MT)
Berstatus pemimpin saja tidak cukup, tetapi harus juga bertindak sebagai pemimpin.