Jumat 22 November 2019
UMAT TERUTUS
Yesaya 5-6; Mazmur 109:20-31; Wahyu 19
Ayat Mas / Renungan
Yesaya 6:7-8 “Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni. Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku? Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”
Raja Uzia pergi ke bait Allah untuk beribadah. Tetapi dia pergi dengan hati dan pikiran yang tidak benar. Manusia tentu saja tidak mengetahui apa yang ada dalam pikiran Uzia, Tetapi Allah tahu. Akibatnya Uzia diserang penyakit menular dan harus terisolasi karena membahayakan orang lain. Ketika dia wafat kuburannya pun terisolasi dari kuburan raja-raja.
Berbeda dengan nabi Yesaya. Yesaya pergi ke bait Allah yang sama untuk beribadah kepada Tuhan, dengan hati yang tulus. Tuhan menjumpai Yesaya. Perjumpaan Yesaya dengan Tuhan memberi dampak yang besar kepada pertemuan Yesaya dengan manusia. Karena pertemuannya dengan umat adalah sebagai utusan Allah yang membuat berkat mengalir dari kehidupannya kepada umat yang ditemuinya. Saat dia sujud menyembah Allah dia menerima penglihatan pertama yang membuat hatinya berkobar-kobar dan siap sebagai pribadi terutus untuk umat Allah. Pertemuannya dengan Allah adalah syarat utama baginya untuk menjadi hamba yang siap dipakai Allah untuk memberitakan Firman kepada umat Allah. Penglihatan itu menghasilkan perubahan total dalam kehidupannya. Belum lagi suatu pengalaman spiritual yang melayakkan hidupnya menjadi alat yang berguna di tangan Allah. Pengalaman spiritual yang dimaksud adalah saat bibirnya yang najis itu disentuh dan disucikan oleh Tuhan. Dari bibir yang disentuh Tuhan itu pun mengalirlah nubuat-nubuat yang penuh rahmat yang melukiskan kehadiran Kristus yang lengkap dengan karya penyelamatan-Nya kepada manusia berdosa yang sedang berjalan menuju kebinasaan.
Raja Uzia menjadi ancaman bagi orang lain karena keangkuhannya sedangkan Yesaya menjadi berkat bagi orang lain karena kerendahan hatinya. Kerendahan hati Yesaya lah yang menuntunnya menyadari kenajisannya khususnya yang berhubungan dengan tutur katanya. Allah bertindak membersihkan mulut dan hati Yesaya setelah mengaku atas keadaan dirinya yang sesungguhnya. Setelah dikuduskan barulah Yesaya diutus. Allah pun sudah memberitahukan konsekuensi orang yang terutus yaitu tertolak. Karena pemberitaan kebenaran sering membuat hati pendengar justru memberontak kepada Tuhan. Tetapi kebenaran harus terus diberitakan. Tetapi bila perintah untuk pergi sebagai utusan menguasai hati, maka tentunya semua umat Tuhan akan seperti nabi Yesaya yang menanggapi dengan hati yang berkobar-kobar “Inilah aku, utuslah aku” karena sesungguhnya semua orang percaya adalah umat terutus. (MT)
Bila perintah pergi menguasai hati umat terutus maka hatinya akan berkobar-kobar mentaati Firman.