Rabu 12 Juni 2019
MELIHAT KESALAHAN
Hakim-hakim 10-11; Ayub 39; Kisah Para Rasul 19:1-20
Ayat Mas / Renungan
Hakim-hakim 11:36 “Tetapi jawabnya kepadanya: “Bapa, jika engkau telah membuka mulutmu bernazar kepada TUHAN, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kauucapkan itu, karena TUHAN telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni bani Amon itu.”
Bila kita membaca kitab Hakim-hakim bisa membuat kita bosan dan marah terhadap tingkah umat Israel yang menyandang janji Allah sebagai bangsa pilihan. Tetapi sesungguhnya bila saja kita jujur hal yang sama terjadi juga dalam sejarah gereja. Bila lebih spesifik lagi ternyata merupakan pengalaman pribadi sebagian besar umat-Nya. Kehadiran bangsa Amon menaklukkan Israel adalah akibat dosa mereka yang memilih menyembah berhala daripada hidup setia beriman kepada Allah. Tetapi Allah adalah Allah yang setia kepada janji-Nya. Dia adalah Bapa yang baik yang setia menunggu kepulangan anak yang hilang. Ketika umat berseru dan bertobat Bapa baik yang menunggu kepulangan anak yang terhilangnya langsung menyambut dengan hati terbuka dan penuh sukacita. Penindasan kejam oleh bani Amon telah mentobatkan umat Israel. Mereka sadar hanya Allah-lah yang berkuasa menolong mereka. Bangsa itupun berteriak meminta tolong kepada Allah. Allah mendengar dan segera bertindak menolong umat-Nya. Allah memanggil dan mengutus seorang pahlawan gagah perkasa bernama Yefta. Yefta adalah anak seorang perempuan sundal dan seorang pelarian karena diusir saudara-saudaranya satu ayah tetapi lain ibu. Tak ada alasan menyalahkan Yefta ayah mereka Gileadlah yang salah karena mengacaukan keluarganya sendiri dengan berpoligami.
Allah yang sudah pasti mengenal Yefta dengan baik tentu mempunyai alasan kuat untuk mengutus Yefta melindungi umat-Nya dari penindasan bani Amon. Ada hal penting perlu kita ketahui dari Yefta. Untuk memastikan penyertaan Allah mengalahkan bani Amon Yefta bernazar. Bila dia menang maka dia akan mempersembahkan siapa saja yang pertama keluar dari rumahnya sepulang dari medan perang. Ternyata anak gadisnyalah yang keluar paling pertama dari rumah untuk menyambut kedatangannya. Yefta betul-betul melaksanakan janjinya kepada Allah. Dan yang tentu lebih menarik adalah kasih setianya kepada Allah dan umat-Nya tentu menjadi dasar untuk mentaati nazar itu. Walupun nazar Yefta mempersembahkan anaknya sebagai korban bakaran tentu tidaklah dilakukan karena bertentangan dengan firman Allah. Penekanan pada pelaksanaan nazar itu adalah bahwa anaknya tidak menikah menunjuk bahwa anaknya dipersembahkan sebagai persembahan yang hidup. Berarti anak gadis Yefta mengabdikan hidupnya pada kesucian dan pelayanan di rumah Tuhan. (MT)
Lebih baik melihat diri sendiri ada pada kelompok yang salah dariapda segera menghakiminya.