Senin 09 Juli 2018
MEMILIH PEMIMPIN (1 Samuel 8:1-22)
Baru saja pilkada terselenggara dengan baik di negeri tercinta Indonesia. Pesta demokrasi sudah usai dan pemimpin-pemimpin daerah sudah terpilih. Siapa dan bagaimana pemimpin terpilih, sudah harus diterima sebagai pemimpin lima tahun ke depan. Memilih pemimpin secara demokratis bukanlah system yang sempurna, tetapi sistem ini adalah merupakan sistem yang kelemahannya lebih kecil dari sistem pemilihan yang ada. Belakangan ini gereja pun ternyata memakai sistem demokrasi dalam memilih pemimpinnya. Tentu saja gerejapun menyadari sistem demokrasi ini bukanlah sistem Alkitabiah dalam memilih pemimpinnya. Dari awal umat Allah Perjanjian Lama adalah bangsa Teokrasi. Sebagai bangsa Teokrasi, umat Allah langsung dipimpin oleh Allah sendiri. Pemimpin seperi Musa, Yosua, para hakim Israel, nabi-nabi dan para imam hanya alat Allah dalam memimpin umat-Nya. Mereka adalah pilihan Allah langsung, tanpa campur tangan manusia.
Ketika bangsa ini meminta dipimpin seorang raja karena ingin seperti bangsa lain, berarti mereka telah menolak Allah menjadi Raja. Status umat Allah sebagai bangsa Teokrasi terancam. Allah memerintahkan Samuel mengangkat raja dengan syarat bahwa raja haruslah pilihan Allah dan m emerintah sesuai dengan hukum Allah sendiri. Sejarah terus berlanjut dan tentu saja dalam kendali Allah sendiri. Konsep Teokrasi betul-betul sudah hilang dari peradaban manusia. Gereja yang diharapkan dapat melanjutkannya ternyata tidak mampu. Gereja pun dalam memilih pemimpinnya menganut sistem demokrasi. Pemimpin dipilih berdasarkan suara terbanyak. Pada hal sejarah membuktikan bahwa kebenaran dan yang benar cenderung ada pada pihak minoritas.