Minggu 28 September 2025
KAYA TAPI MISKIN
Bacaan Sabda : Wahyu 3:14-22
“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Wahyu 3:14-22)
Laodikia dibangun oleh Antiokhus II dari Siria pada abad ketiga sebelum Masehi. Kota ini terkenal sebagai pusat keuangan, penghasil karpet, pakaian dari wol hitam, serta produksi obat mata yang tersohor di seluruh kekaisaran Romawi. Tidak mengherankan jika Laodikia menjadi kota yang sangat makmur. Ketika kota ini hancur akibat gempa besar pada tahun 60 M, penduduknya mampu membangunnya kembali tanpa bantuan asing maupun dari kekaisaran Romawi.
Kondisi ekonomi yang makmur juga memengaruhi kehidupan jemaat. Sebagian besar anggota jemaat di Laodikia hidup dalam kecukupan. Karena kota ini tidak menghadapi tekanan dari kelompok penganiaya maupun ancaman dari kekaisaran, jemaat Laodikia pun hidup tanpa tantangan besar. Mereka adalah jemaat yang kaya, hidup nyaman, tetapi justru menjadi lengah secara rohani.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus menegur jemaat ini sebagai jemaat yang “suam-suam kuku”—tidak dingin dan tidak panas. Sikap ini menggambarkan kehidupan rohani yang kompromi dengan dunia, mengikuti pola hidup masyarakat di sekitarnya yang tidak peduli dengan perkara rohani. Yesus bahkan menyatakan dengan keras bahwa jemaat Laodikia sebenarnya “malang, miskin, buta, dan telanjang.” Lebih mengejutkan lagi, Yesus berkata: “Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.”
Namun, di balik teguran keras itu, tersimpan kerinduan Tuhan untuk memulihkan umat-Nya. Dalam Wahyu 3:20 Yesus berkata: “Lihat, Aku berdiri di depan pintu dan mengetuk; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya, dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” Inilah gambaran kasih Kristus yang tidak pernah menyerah.
Kemakmuran telah membuat jemaat Laodikia meminggirkan Kristus, menempatkan Dia di luar pintu. Namun, dari luar pun Yesus tetap mengetuk. Ia rindu membangun kembali hubungan, bukan hanya dengan jemaat secara keseluruhan, tetapi juga dengan setiap pribadi. Satu orang saja yang membuka pintu hatinya, sangat berharga di mata Tuhan. MT
Kekayaan yang menjadikan kehidupan iman menjadi suam sudah pasti bukan kekayaan yang diresponi sebagai anugerah Tuhan.