Minggu 28 Desember 2025
KIDUNG PUJIAN AYAH ZAKARIA
Bacaan Sabda : Lukas 1:57-80
“Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang diperoleh dalam pengampunan dosa mereka.” (Lukas 1:76-77)
Ayah Zakaria adalah sosok yang sangat beruntung. Saat melaksanakan tugas pelayanannya di Bait Allah, ia didatangi oleh malaikat Gabriel yang membawa kabar baik dari surga. Malaikat itu menyampaikan bahwa istrinya, Elisabet, yang selama ini dikenal mandul dan telah lanjut usia, akan melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu akan menjadi pelopor bagi kedatangan Mesias dan harus diberi nama Yohanes, yang berarti “Tuhan berbelaskasihan.”
Sungguh kabar yang menggembirakan, tetapi wajar bila Zakaria sempat ragu. Ia bukan menolak kuasa Allah, melainkan sudah lama menerima kemandulan istrinya sebagai bagian dari kehendak Tuhan yang membawa kebaikan. Ia mungkin merasa bahwa doa mereka telah dijawab dengan cara lain, yaitu dengan kekuatan untuk menerima kenyataan. Berbeda dengan Elkana, suami Hana, yang menjadikan kemandulan istrinya alasan untuk menikah lagi, Zakaria justru tetap setia mendampingi Elisabet. Alkitab mencatat, “Zakaria dan Elisabet benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah serta ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat” (Lukas 1:6).
Namun, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk meragukan firman Allah, sebab “bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Walaupun Zakaria dikenal setia dan saleh, ketidakpercayaannya membuat ia harus menanggung akibat: menjadi bisu hingga anak yang dijanjikan itu lahir. Tuhan tidak menghukumnya untuk menjatuhkan, tetapi untuk membentuk imannya agar lebih kuat. Dalam masa sembilan bulan tanpa suara itu, Zakaria belajar mendengar lebih banyak, merenungkan janji Allah, dan menanti dengan sabar waktu-Nya yang sempurna.
Ketika anak itu lahir, Elisabet menyampaikan bahwa nama anak mereka adalah Yohanes, sesuai perintah malaikat. Namun, menurut budaya Yahudi, ayah-lah yang berhak memberi nama secara resmi. Maka Zakaria menulis di atas papan kecil, “Namanya adalah Yohanes.” Seketika itu juga lidahnya terlepas, dan ia dapat berbicara kembali. Ketidakpercayaan membuatnya bisu, tetapi ketaatan memulihkan suaranya.
Begitu dapat berbicara, Zakaria segera menaikkan kidung pujian bagi Tuhan. Ia memuliakan Allah yang telah menepati janji-Nya. Roh Kudus memenuhi dirinya, dan pujiannya pun menjadi nubuat. Dengan fasih ia menyatakan, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan bagi mereka.”
Melalui kisah Zakaria, kita belajar bahwa iman yang sempat goyah dapat dipulihkan oleh kasih karunia Tuhan. Dalam setiap keheningan yang diizinkan Allah, selalu ada maksud untuk meneguhkan iman dan mempersiapkan hati agar kita semakin taat kepada-Nya. MT
Iman yang lemah akan dipulihkan oleh kasih anugerah Kristus.








