Jumat 12 September 2025
STOP DISKRIMINASI
Bacaan Sabda : Yakobus 2:1-13
“Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang.” (Yakobus 2:12)
Keasyikan yang melanda umat Tuhan pada akhir zaman ini adalah terlalu sibuk memperbincangkan kepercayaan. Tidak heran jika seminar-seminar dengan topik tertentu yang membahas kepercayaan Kristen cukup diminati. Namun, perlu kita sadari bahwa keasyikan memperbincangkan kepercayaan justru bisa menjadi salah satu ciri ketidakdewasaan orang Kristen.
Mendengar dan memperbincangkan Firman Allah memang mudah dan dapat dilakukan siapa saja. Tetapi, semua itu akan menjadi sia-sia jika tidak ditindaklanjuti dengan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis ingin menolong kita dengan memberi sebuah ujian praktis: bayangkan dua orang dengan latar belakang berbeda — seorang yang sangat kaya dan seorang yang sangat miskin — datang ke sebuah tempat ibadah. Perhatikan bagaimana para pelayan Tuhan dan jemaat memperlakukan mereka. Mungkin kita akan kecewa melihat kenyataan yang terjadi. Ketika orang kaya masuk, ia disambut dengan sangat terhormat:“Silakan, tuan, duduk di tempat yang baik ini.” Para pelayan menyapanya dengan senyum ramah dan wajah berseri.
Namun, ketika orang miskin masuk, para pelayan memandangnya dengan penuh kecurigaan. Beberapa orang bahkan menghindar, sementara seorang pelayan menyambut dengan senyum terpaksa sambil berkata:“Berdirilah di sana!” atau:“Duduklah di lantai ini, dekat tumpuan kakiku.”
Tentu hal itu sangat menyakitkan. (Penulis yakin ini bukan terjadi di GBI Karang Anyar, sebab di gereja kita masih banyak kursi kosong, bahkan tersedia sofa empuk di bagian belakang bagi siapa saja.) Yakobus menegaskan: “Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.” (Yakobus 2:1).
Dengan tegas Yakobus menegur jemaat Tuhan: “Stop diskriminasi!” Jangan memperlakukan orang berdasarkan status sosial. Jangan menilai orang dari latar belakang suku atau bangsa. Kita bisa belajar dari pengalaman Bapak Ahok yang berkali-kali diserang secara diskriminatif, tetapi tetap menanggapinya dengan bijaksana dan tegas, meskipun sering terkesan marah. Dari beliau kita tahu betapa kejam dan menyakitkannya diskriminasi itu.
Karena itu, bukan lagi waktunya kita hanya sibuk memperbincangkan iman. Waktunya sekarang adalah mengamalkan iman dengan bersikap adil, benar, dan penuh kasih kepada sesama. Sebab, sikap kita terhadap orang lain mencerminkan sejauh mana kedewasaan iman kita kepada Tuhan. MT
Teruslah memperkatakan iman dan kebenaran bersamaan dengan mengamalkannya.