Jumat 18 Juli 2025
HARMONI ANTARA IMAN DAN ILMU
Bacaan Sabda : Roma 7:21-26
“Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku.” (Roma 7:21)
Di sebuah desa kecil di Tapanuli Utara, tinggallah sebuah keluarga sederhana: Bapak Pontas dan istrinya, Sorta. Mereka dikaruniai dua orang anak laki-laki yang diberi nama Badia dan Bisuk. Dalam bahasa Batak, Badia berarti “kudus” atau “saleh”, sedangkan Bisuk berarti “cerdas dan bijaksana”. Bapak Pontas memberi nama kedua anaknya dengan harapan bahwa mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang saling mendukung dan melengkapi. Harapan itu pun menjadi kenyataan. Badia melanjutkan pendidikan di sekolah teologi dan menjadi seorang pendeta yang saleh, sedangkan Bisuk masuk fakultas hukum dan menjadi pengacara yang jujur dan bijaksana.
Kedua kakak-beradik ini menjalin hubungan yang sangat erat dan saling memengaruhi dalam membangun kehidupan yang seimbang. Badia, yang awalnya hanya menekuni Firman Tuhan dan hidup dalam kesalehan, mulai tertarik memperluas wawasan setelah sering berdiskusi dengan adiknya yang gemar membaca buku-buku politik dan sosial. Dari Bisuk, Badia belajar bahwa seorang hamba Tuhan tidak hanya perlu hidup kudus, tetapi juga harus berilmu dan berpikir ilmiah. Bagi Badia, sekolah teologi bukan sekadar tempat mendalami Firman, tetapi juga tempat untuk membentuk orang percaya agar berilmu, berhati suci, hidup saleh, dan berpikiran luas.
Ada sebuah pendapat yang berkata: “Pendeta yang saleh tapi tidak berilmu bagaikan malaikat yang bodoh, Pendeta yang berilmu tapi tidak saleh bagaikan iblis yang terpelajar.” Sehingga, pendeta yang saleh sekaligus berilmu bukanlah malaikat yang bodoh, bukan pula iblis yang cerdas, tetapi manusia yang hidup sesuai dengan kehendak Allah. Sementara itu, Bisuk yang semula sangat mengandalkan rasio dan kurang terbuka terhadap hal-hal spiritual, perlahan berubah. Kedekatannya dengan Badia yang gemar membaca buku-buku rohani membuatnya tertarik kepada iman Kristen. Bisuk pun menjadi seorang yang tidak hanya rasional, tetapi juga memiliki iman yang kuat. Jika sebelumnya ia hanya memiliki kecerdasan intelektual, kini ia juga memiliki kecerdasan spiritual.
Renungan ini mengingatkan kita akan sebuah kebenaran penting: “Ilmu tanpa iman adalah buta, Iman tanpa ilmu adalah lumpuh.” Kecerdasan intelektual tanpa kecerdasan spiritual bisa membuat seseorang membabi buta dan tak terkendali. Sebaliknya, kecerdasan spiritual tanpa intelektualitas membuat seseorang hidup timpang dan stagnan. Mari kita meneladani semangat Badia dan Bisuk – satu hidup dalam kesalehan dan satunya dalam hikmat duniawi – tetapi keduanya bertumbuh bersama dalam iman dan ilmu. Itulah yang disebut kehidupan yang seimbang dan berkenan di hadapan Allah. MT
Beriman tanpa berilmu bagikan malaikat bodoh sedang berilmu tanpa beriman bagaikan iblis yang cerdas.