Rabu 16 Juli 2025
SENSASI ATAU IMAN YANG MURNI ?
Bacaan Sabda : Yohanes 11:17-44
“Jawab Yesus: ”Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yohanes 11:25)
Seandainya Tuhan Yesus menampakkan diri kepada orang-orang yang telah menyalibkan-Nya setelah kebangkitan-Nya, tentu banyak orang akan terpesona, terkagum-kagum, bahkan ketakutan. Mungkin saja mereka akan percaya kepada-Nya. Namun, dasar kepercayaan seperti itu bukanlah iman yang murni—hanya sekadar karena takut atau terpesona. Yesus yang bangkit justru menampakkan diri hanya kepada sekelompok orang terbatas, yaitu mereka yang sebelumnya telah mendengar janji kebangkitan-Nya dan mengikut Dia dengan sungguh-sungguh.
Sejak sebelum penyaliban, Yesus memang tidak mengejar popularitas atau sensasi. Dalam Markus 1, setelah menyembuhkan beberapa orang, Ia justru mengasingkan diri. Dalam Markus 5, setelah membangkitkan anak Yairus dari kematian, Yesus berpesan agar tidak seorang pun memberitahukan hal itu. Yesus tidak ingin orang percaya kepada-Nya hanya karena mujizat. Ia menghindari ketenaran yang lahir dari pesona dan kehebohan. Pada kenyataannya, ada dua cara berpikir yang umum di tengah masyarakat:
- Pola Pikir Sensasional. Masyarakat dengan cara berpikir ini mudah terpukau oleh hal-hal yang ajaib, spektakuler, dan tidak biasa. Mereka menginginkan segala sesuatu yang instan dan mengejutkan. Ketika seorang tokoh publik – seperti artis, pengusaha, atau tokoh agama – bertobat dan menjadi pengkhotbah, mereka langsung berbondong-bondong hadir, bukan karena kebenaran, tapi karena sensasi. Padahal, Yesus tidak menginginkan iman yang lahir dari pesona semata. Ia menolak menjadi objek kekaguman yang dangkal, karena iman yang sejati lahir dari hati yang mengerti dan percaya kepada kebenaran-Nya, bukan sekadar kagum pada mujizat-Nya.
- Pola Pikir Rasional. Masyarakat dengan pola pikir ini menghargai proses, pembelajaran, dan kedewasaan iman. Mereka lebih menghormati pengkhotbah atau pemimpin rohani yang dibentuk lewat proses pendidikan, pembinaan karakter, dan pengalaman hidup. Mereka percaya kepada Yesus bukan karena sensasi, tetapi karena kekuatan dan kebenaran ajaran-Nya. Bagi mereka, mujizat masih tetap mungkin terjadi karena Yesus tidak berubah. Namun, mujizat bukan dasar iman mereka. Dasar iman mereka adalah Yesus dan Firman-Nya, karena Yesus itu sendiri adalah mujizat terbesar.
Pengikut Kristus dengan pola pikir rasional biasanya lebih stabil, lebih dewasa, dan lebih setia dalam iman. Sedangkan pengikut dengan pola pikir sensasional memang cenderung lebih banyak jumlahnya, namun lebih mudah goyah. Namun, kita tidak perlu mencela mereka. Sebab, Roh Kudus tetap sanggup menuntun semua orang—baik yang rasional maupun sensasional—melalui pengalaman hidup, agar semakin dewasa dalam iman. MT
Manusia bisa tidak setia, tetapi Allah tetap setia kepada janji-Nya.