Kamis 10 Juli 2025
TERIMA KASIH SEBAGAI UNGKAPAN IMAN
Bacaan Sabda : Mazmur 9:2-3
“Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib; aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur bagi nama-Mu, ya Mahatinggi,” (Mazmur 9:2-3)
Saya hampir dapat menyimpulkan bahwa salah satu kata yang paling sering diucapkan di seluruh dunia adalah “terima kasih” atau ungkapan syukur. Ketika kita disambut, diberi sesuatu, diberi kesempatan, disapa, atau sekadar diberi senyuman, biasanya kita merespons dengan ucapan “terima kasih”. Bahkan dalam situasi yang tidak menyenangkan, kata ini tetap muncul. Seorang bawahan yang dimaki dan diusir oleh atasannya dengan kata, “Sudah, pergi sana!” tetap menjawab dengan, “Terima kasih.” Penulis sendiri pernah menerima surat berisi hinaan dengan kata-kata kasar dan kotor, namun di bagian bawah surat itu masih ditulis, “Terima kasih.”
Sejak kecil, kita diajarkan untuk selalu mengucap syukur atas semua yang kita terima, baik dari sesama manusia, apalagi dari Tuhan. “Terima kasih” adalah kata yang sangat indah dan merupakan salah satu ungkapan iman Kristiani yang paling penting. Rasul Paulus pernah berkata: “Mengucap syukurlah dalam segala hal.” (1 Tesalonika 5:18). Apa pun keadaan kita, dan seberapa banyak penderitaan maupun kesulitan yang telah kita lalui, jika hari ini kita masih hidup, itu saja sudah cukup menjadi alasan untuk terus bersyukur.
Berterima kasih memang terdengar mudah, bahkan terlalu mudah. Namun menjadi sulit ketika ucapan syukur harus datang dari lubuk hati yang dalam, seperti yang tertulis dalam Mazmur 9:2-3: “Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Nya yang ajaib.” Saat manusia memberikan sesuatu, kita dapat melihat pemberi itu secara langsung dan merasa wajar untuk mengucap terima kasih. Namun tidak semua orang mampu melihat tangan Tuhan di balik tangan manusia. Di sinilah letak kedalaman iman.
Mazmur 126, yang menjadi bacaan hari ini, merupakan ungkapan syukur umat Israel karena dibebaskan dari pembuangan. Tentu saja ada tokoh atau pihak yang berjasa secara manusiawi dalam proses tersebut. Tetapi umat Israel mampu melihat karya Tuhan yang bekerja melalui mereka, sehingga mereka bersyukur dengan segenap hati. Lebih dari sekadar ucapan bibir yang bersih, syukur kepada Tuhan harus dibuktikan melalui kerja keras, kegigihan, keuletan, dan semangat pantang menyerah. Orang yang bersyukur siap membajak saat waktunya membajak, siap menabur saat waktunya menabur, siap menuai saat waktunya menuai, dan siap melayani kapan pun dibutuhkan.
Mari kita jadikan “terima kasih” bukan sekadar kata, tetapi sebagai gaya hidup dan wujud iman yang nyata. MT
Tak ada alasan untuk tidak berterima kasih kepada Tuhan, tetapi tak terhingga alasan untuk terus berterimakasih kepada Tuhan.