Senin 09 Juni 2025
ISTRIKU PENOLONG YANG SEPADANG DENGANKU
Bacaan Sabda : Kejadian 2:18-25
“Tuhan Allah berfirman: ”Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kejadian 2:18)
Persepsi yang menyimpang sering muncul ketika istri dipahami hanya sebagai penolong yang mendampingi suami dalam membangun keluarga. Penyimpangan ini terjadi karena konotasi umum dari kata “penolong” sering disamakan dengan kata “pembantu”. Istilah pembantu cenderung diartikan sebagai peran sampingan, bukan yang utama. Seolah-olah, meskipun pembantu tidak ada, pekerjaan tetap dapat berjalan lancar dan tidak terganggu. Padahal, Allah memberikan penolong karena menurut-Nya, “penolong” adalah pribadi yang esensial—mutlak harus ada. Tanpa penolong, pernikahan dan keluarga tidak akan pernah terbentuk.
Kata “penolong” yang digunakan di sini adalah kata yang sama dengan yang digunakan Musa ketika menyebut Allah sebagai penolong yang menyelamatkannya dari pedang Firaun (Keluaran 18:4). Daud juga menyebut Allah sebagai penolong dalam kesesakan (Mazmur 46:1), dan Rasul Paulus menyatakan bahwa Allah adalah penolong yang memampukannya untuk hidup dan berani memberitakan Injil (Kisah Para Rasul 26:22–23).
Dengan demikian, makna “penolong” menjadi sangat penting dan tidak bisa dianggap remeh. Tanpa penolong, Musa akan binasa oleh pedang Firaun, Daud akan tenggelam dalam kesesakan, dan Paulus mungkin tidak akan mampu memberitakan Injil. Namun, perlu juga dijaga agar kita tidak terjerumus ke dalam pemahaman yang keliru dari arah yang berbeda.
Istri sebagai penolong bukan berarti lebih tinggi atau berkuasa atas suami—seperti kesan dari ayat-ayat tadi bahwa Allah sebagai penolong adalah yang Mahatinggi. Itu tidak berlaku dalam konteks relasi antara suami dan isteri.
Dengan jelas, kita dapat memahami bahwa alasan Allah menciptakan isteri bagi suami adalah untuk menjadi penolong yang sepadan. Istilah “sepadan” menunjukkan bahwa penolong ini tidak lebih rendah, dan juga tidak lebih tinggi, dari suaminya.
Betul seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair: “Perempuan dibentuk bukan dari tulang kaki untuk diinjak-injak laki-laki, bukan dari tulang kepala untuk menguasai laki-laki, tetapi dari tulang rusuk, yang dekat di hati—untuk dirangkul dan dikasihi.” MT
Istri diposisikan sebagai penolong bagi suami, tetapi penolong yang sepadan.