Inspirasi…

PENSIL

Pembuat pensil itu menaruh pensil yang baru seleai dibuatnya ke samping sebentar, sebelum ia memasukkannya ke dalam kotak.

“Ada lima hal yang perlu kau ketahui,” katanya kepada pensil, “sebelum kau kukirim ke seluruh dunia. Hendaknya kau ingat selalu pesanku berikut ini, dan jangan sampai lupa. Yakinlah kau bakal berhasil menjadi pensil yang terhebat !”

Satu : kau bakal bisa melakukan banyak hal besar, tetapi hanya bila kau mau membiarkan dirimu dipegang dalam tangan seseorang.

Dua : kau akan menderita tiap kali engkau diruncingkan, tapi kau butuh itu agar bisa menjadi pensil yang lebih baik.
Tiga : kau bakal bisa mengoreksi tiap kesalahan yang mungkin kaulakukan.
Empat : Bagian terpenting dari dirimu adalah apa yang ada didalam.
Lima : Pada tiap permukaan di mana kau dipakai, tinggalkanlah jejakmu. Apapun kondisinya, kau harus terus lanjutkan menulis.

Pensil itu mengangguk mengerti dan berjanji akan mengingat nasihat tersebut. Dan memasuki kotak yang akan dieksport itu dengan suatu tekad kuat dalam hatinya. Bertukar tempatlah dengan pensil itu; ingatlah nasihat yang sama tadi dan yakinlah, kaupun pasti akan berhasil menjadi orang terbaik.

Satu : kita bakal bisa berbuat banyak hal besar, tetapi hanya apabila kita membiarkan diri kita berada dan dipegang dalam tangan-Nya, serta mengizinkan orang lain mengakses talenta yang kau miliki.

Dua: Engkaupun akan menderita saat diruncingkan, yaitu dalam proses melewati macam problema hidup, tapi kita butuh itu agar jadi lebih kuat.

Tiga : kita bakal mampu memperbaiki kesalahan apapun yang mungkin kaulakukan.
Empat : Bagian terpenting dari dirimu adalah apa yang ada didalam, yakni hati nuranimu.
Lima : Dalam setiap peristiwa dan lembaran hidup yang kita jalani, kita harus meninggalkan jejak. Tak peduli bagaimanapun situasinya, kau harus tetap melanjutkan tugasmu. “Jadilah terang dan garam dunia¨.

Dengan mengerti, menghayati dan mengingatnya, marilah kita lanjutkan hidup kita, berbekalkan suatu tujuan untuk memberi arti bagi hidup kita.


BATU, KERIKIL, DAN PASIR

Pada awal kelas filsafat di sebuah universitas, profesor berdiri dengan beberapa item yang terlihat berbahaya di mejanya. Yaitu sebuah toples mayonaisse kosong, beberapa batu, beberapa kerikil, dan pasir. Mahasiswa memandang benda-benda tersebut dengan penasaran. Mereka bertanya-tanya, apa yang ingin profesor itu lakukan dan mencoba untuk menebak demonstrasi apa yang akan terjadi.

Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, profesor mulai meletakkan batu-batu kecil ke dalam toples mayonaisse satu per satu. Para siswa pun bingung, namun profesor tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu. Setelah batu-batu itu sampai ke leher tabung, profesor berbicara untuk pertama kalinya hari itu. Dia bertanya kepada siswa apakah mereka pikir toples itu sudah penuh. Para siswa sepakat bahwa toples tersebut sudah penuh.

Profesor itu lalu mengambil kerikil di atas meja dan perlahan menuangkan kerikil tersebut ke dalam toples. Kerikil kecil tersebut menemukan celah di antara batu-batu besar. Profesor itu kemudian mengguncang ringan toples tersebut untuk memungkinkan kerikil menetap pada celah yang terdapat di dalam stoples. Ia kemudian kembali bertanya kepada siswa apakah toples itu sudah penuh, dan mahasiswa kembali sepakat bahwa toples tersebut sudah penuh.

Para siswa sekarang tahu apa yang akan profesor lakukan selanjutnya, tapi mereka masih tidak mengerti mengapa profesor melakukannya. Profesor itu mengambil pasir dan menuangkannya ke dalam toples mayones. Pasir, seperti yang diharapkan, mengisi setiap ruang yang tersisa dalam stoples. Profesor untuk terakhir kalinya bertanya pada murid-muridnya, apakah toples itu sudah penuh, dan jawabannya adalah sekali lagi : YA.

Profesor itu kemudian menjelaskan bahwa toples mayones adalah analogi untuk kehidupan. Dia menyamakan batu dengan hal yang paling penting dalam hidup, yaitu : Kesehatan, pasangan anda, anak-anak anda, dan semua hal yang membuat hidup yang lengkap.

Dia kemudian membandingkan kerikil untuk hal-hal yang membuat hidup anda nyaman seperti pekerjaan anda, rumah anda, dan mobil anda. Akhirnya, ia menjelaskan pasir adalah hal-hal kecil yang tidak terlalu penting di dalam hidup saudara.

Profesor menjelaskan, menempatkan pasir terlebih dahulu di toples akan menyebabkan tidak ada ruang untuk batu atau kerikil. Demikian pula, mengacaukan hidup anda dengan hal-hal kecil akan menyebabkan anda tidak memiliki ruang untuk hal-hal besar yang benar-benar berharga


SEBUAH PENGORBANAN

Berkorban rasanya hal yang paling sulit dilakukan, terkadang berkorban bukan hanya harta, tapi perasaan. Harta bisa dicari tapi perasaan mudah luka dan terkadang membekas sampai selamanya. Apakah saat ini anda merasa harus memilih salah satu diantara dua, sehingga salah satu harus ada yg dikorbankan, ataukah anda dihadapkan pada hal yg anda kasihi dan harus anda lepaskan, artinya berkorban. Dan kenapa seringkali hal yang harus kita korbankan itu adalah hal yang paling penting dalam hidup kita? Jawabannya adalah karena kalau kita berkorban hal yang tidak penting, bisa dikatakan itu bukan berkorban namanya, itu hal biasa saja. Jadi, ketika kita harus berkorban, apakah kita harus melakukannya?

Saya pernah membaca cerita sebuah kisah nyata mengenai seorang wanita yang sedang hamil. Ia adalah salah seorang aktifis yg menentang adanya aborsi. Ternyata ia sendiri dihadapkan pada keadaan yg mengharuskan dirinya mengaborsi kandungannya, sebab bayinya didiagonsa memiliki ketahanan tubuh yang rapuh, jika anak itu dilahirkan, umurnya hanya 2 hari saja. Dan bukan hanya itu saja, ada resiko yang akan mengakibatkan kematian si ibu kalau dia melahirkan anak tersebut. Dokter menyarankan ia untuk mengugurkan kandungannya. Ia merasa terjepit diantara keadaan bahwa ia adalah seorang penentang aborsi sementara nyawanya terancam kalau ia tidak mengaborsi anak tersebut. Namun ia berdoa dan ia mengambil suatu keputusan bahwa ia akan melahirkan anaknya. Ia berkata bahwa anak itu layak untuk hidup walaupun hidupnya hanya sebentar. Suaminya pasrah dan menerima keputusan tersebut. Akhirnya ketika bayi itu lahir, ibunya meninggal. Pengorbanan si ibu ternyata tidak sia-sia, anak itu ternyata bertahan hidup selama 2 minggu dan ketika anak bayi itu meninggal, ia mendonorkan ginjal dan jantungnya untuk 2 nyawa bayi lain yang terancam meninggal. Ibu itu mengorbankan dirinya, agar bayi tersebut bisa menghidupkan nyawa bayi-bayi lain. Ternyata dalam suatu pengorbanan yg harus kita pilih, Tuhan memiliki rencana-Nya sendiri, hanya tinggal maukah kita menjalaninya, maukah kita mengorbankan harta kita, perasaan kita, bahkan nyawa kita sekalipun? Untuk sesuatu yang lebih besar.

Maka ketika kita dihadapkan kepada pengorbanan, berdoalah kepada Tuhan, apakah yang menjadi kehendak-Nya, seperti ketika Abraham harus mengorbankan anak tercintanya, Ishak. Ketika Abraham pasrah kepada Tuhan dan ia mengorbankan anaknya, Allah memberikan berkat berlimpah-limpah dan berkali-kali lipat kepadanya. Jika Allah melakukan hal yang sama kepada Abraham, maka Ia-pun pasti akan melakukan hal yang sama kepada kita anak-anak-Nya juga.

Dalam pengorbanan, ada rencana Tuhan yang amat besar. Maukah kita berkorban untuk sesuatu yang akan kita dapatkan lebih besar?


HIDUP YANG DIPAKAI TUHAN

Hari ini kita akan mempelajari Firman Tuhan dengan tema kehidupan yang dipakai oleh Tuhan maksudnya, supaya kita bisa menggenapi tujuan Allah dalam kehidupan kita yang justru mendatangkan anugerah besar dalam kehidupan kita.

Pekerjaan Tuhan ada dimana-mana. Zakaria dan Elisabeth dipakai Tuhan (Lukas 1:5-24). Demikian pula Yusuf dan Maria dipakai Tuhan di tempat kerja dan keluarganya. Setiap kita dipakai Tuhan di tempat kita masing-masing, ada yang dipakai Tuhan untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan sepenuh waktu di gereja, ada pula yang dipakai Tuhan untuk melakukan pekerjaan Tuhan di dunia pendidikan, kesehatan dan pemerintahan. Maka kita harus memakai pekerjaan kita sebagai sarana untuk melakukan tujuan Tuhan dalam hidup kita sehingga kita bisa berkata Pekerjaanku adalah pelayananku.

Memakai pekerjaan sebagai pelayanan akan mendatangkan anugerah yang besar. Yusuf memakai hidup dan pekerjaannya untuk melakukan pekerjaan Tuhan maka ia mendapat anugerah besar. Yesus senantiasa disertai dan disupport oleh Allah sehingga Ia berhasil dalam menjalankan tugasnya.

Ketulusan hati membuat kita bisa dipakai Tuhan melakukan tujuan Tuhan dalam hidup dan pekerjaan kita. Yusuf dipakai Tuhan karena ia seorang yang tulus hati (Matius 1:18-25). Ketulusan hati membuat Yusuf mendapat kepercayaan sangat besar untuk melahirkan dan merawat bayi Yesus bersama Maria. Ketulusan adalah salah satu syarat utama kalau ingin dipercaya Tuhan kalau cinta Yusuf tidak tulus kepada Maria menjelek-jelekkannya pada orang lain. Kalau kita tulus tidak mungkin kita menjelekkan orang lain yang justru menunjukkan kejelekan diri kita sendiri.

Yusuf bisa membedakan petunjuk dari Tuhan atau bukan dan Yusuf taat melakukan apa yang diperintahkan Tuhan. Yusuf rela berkorban dengan menerima Maria dan merawat bayi Yesus. Kalau kita memiliki hati yang tulus kita juga akan rela mengorbankan segala sesuatu bahkan hal-hal yang tidak diperintahkan Tuhan secara langsung. Mari kita miliki hidup yang dipakai Tuhan agar mendatangkan Anugrah besar.


BERSUKACITA DI DALAM TUHAN

Ada seorang pria yang malang. Ia menjadi wartawan Nazi Jerman pada perang dunia kedua. Setiap hari ia menerima siksaan. Ia ditempatkan dari satu sel ke sel lain dalam dinginnya udara dan kegelapan.

Suatu saat ia dipindahkan ke sebuah sel yang sedikit berlubang. Melalui surat yang ditunjukan kepada keluarganya. Ia bersukacita “Saya begitu bersukacita”. Melalui sebuah lubang saya dapat menatap indahya langit dan mega di siang hari, juga gemerlapnya di malam hari.

Pengalaman sukacita itu juga ia bagikan kepada teman yang ada di sel yang lain disampingnya. Temannya itu sangat berbahagia mendengar indahnya langit dan mega di siang hari. Hatinya dipenuhi kegembiraan mendengar cerita gemerlap bintang di malam hari karena, dari selnya itu ia tidak bisa melibat indahnya langit dan matahari di siang hari.

Sangat di sayangkan, tidak lama kemudian ia dieksekusi mati dengan gas beracun bersama ratusan ribu orang lainnya. Harapannya untuk menghirup udara yang lebih luas dan bebas tidak tercapai. Namun sukacita telah ia peroleh, meski hanya sesaat.

Dalam situasi yang sulit, sukacita itu dapat dialami oleh setiap orang. Tentu saja kalau orang tersebut mau menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan, Sang Pemberi Hidup. Orang yang bersukacita di dalam Tuhan itu menemukan kebahagiaan yang abadi.

Dalam kisah di atas, seorang tawanan yang mengalamu sukacita itu membagikan pengalamannya itu kepada temannya. Ia menularkan pengalaman kebahagiaan itu kepada sesamanya yang membutuhkannya. Sesama yang sangat merindukan sesuatu yang indah. Sesuatu yang dapat membuat ia bersukacita. Pengalaman sukacita yang dibagikan itu ternyata membantu sesama mengalami sukacita yang sama.

Setiap hari kita juga mengalami sukacita dalam berbagai bentuknya. Ada berbagai alasan yang membuat kita bersukacita. Namun sebagai orang beriman, sukacita kita itu meski berlandasan iman kita akan Tuhan. Iman itu mendorong kita untuk senantiasa melakukan hal – hal yang baik bagi sesama kita. Iman itu mampu membantu kita untuk tetap setia kepada Tuhan yang telah memanggil kita menjadi umat-Nya.

Pertanyaannya adalah apakah perjumpaan kita dengan sesama membawa sukacita bagi kita? Atau justru sebaliknya, perjumpaan dengan sesama itu mengurangi sukacita kita? Untuk itu, kita mesti belajar dari tawanan Nazi dari kisah di atas ini. Ia membagikan sukacitanya kepada sesama ditengah pergumulan hidup yang sedang dialaminya. Ia memenuhi kerinduan sesamanya untuk memiliki sukacita dalam hidupnya.

Karena itu, mari kita berusaha untuk mengalami sukacita dalam hidup kita yang nyata yaitu sukacita di dalam Yesus Kristus dan kita bagikan sukacita kita dengan sesama yang kita jumpai.