Minggu 22 Maret 2020
MUSA – DALAM NAUNGAN ALLAH
Musa : – Hamba Allah – Dalam naungan Allah – Memandang dari jauh
Bacaan Sabda : Ulangan 34:1-12
Ulangan 34:7, 10 “Musa berumur seratus dua puluh tahun, ketika ia mati; matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang. Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel”
Selama hidupnya Musa mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan Allah. Itulah sebabnya Allah berterus terang juga memberitahukan waktu tepat hari kematiannya. Bukan kematiannya yang menyedihkan hati Musa melainkan tidak ikut memasuki Kanaan. Karena Musa dapat menghadapi kematiannya dengan sukacita. Sepanjang zaman semua umat beriman bila hidup dekat dengan Allah tidak akan takut menghadapi kematian karena yakin akan kepastian keselamatan jiwanya. Ketika Musa melangkah mendaki bukit Nebo untuk menyongsong kematiannya ia sedang menderita kekecewaan besar. Bukan karena kematiannya tetapi karena permohonannya memasuki Kanaan ditolak Allah. Tetapi Musa melangkah untuk menyambut kemenangannya karena memperoleh kehormatan istimewa dikuburkan langsung oleh Allah sendiri. Tidak ada yang mengetahui letak kuburannya tetapi di kemudian hari, Musa berdiri dengan Kristus di atas bukit pemuliaan. Musa melihat sekilas saja tanah yang dijanjikan Allah. Tetapi setelah kematian tentu Musa memperoleh kota yang disediakan Allah untuknya yang jauh lebih indah dari negeri Kanaan.
Musa menerima hukuman berat yang dijatuhkan Tuhan kepadanya dengan rendah hati. Hal itu sama sekali tidak menunjukkan kekerdilan jiwanya melainkan menyatakan kebesaran hatinya. Musa tidak melemparkan kesalahannya kepada orang-orang Israel walaupun mereka memenuhi syarat untuk disalahkan. Musa layak menerima kehormatan karena persekutuannya yang intim dengan Allah. Persekutuannya itu membuahkan ketepatan pengenalannya kepada Allah.
Bila kita mempelajari perjalanan hidup Musa akan membuat kita rindu mengenal Allah. Karena kerinduan terbesar pengikut Kristus adalah mengenal Allah dengan benar. Pengenalan itu sesungguhnya lahir dari persekutuan dengan Allah. Berulangkali Musa dihadapkan kepada kesulitan luar biasa, dan dia selalu menghadapinya memohon petunjuk dari Allah. Memohon petunjuk bukanlah otomatis, tetapi melalui persekutuan yang akrab dengan Allah. Mengalami persekutuan dengan Allah adalah kehormatan dan hak istimewa yang dianugerahkan Allah kepada umat-Nya. Musa akan tetap menjadi teladan bagi kita dalam membangun persekutuan dengan Allah. Setelah mendapat vonis tak masuk Kanaan, Musa tidak melawan, tetapi memusatkan perhatiannya kepada Yosua penggantinya. Musa adalah tokoh Perjanjian Lama yang paling menyerupai Kristus. Dia sungguh adalah “Abdi Allah sejati”. Setelah Musa tidak ada lagi nabi yang bangkit sebesar dia. (MT)
Kematian bukan untuk ditakuti dan dijauhi tetapi untuk disongsong dan dihadapi.