Sabtu 31 Agustus 2019
KARUNIA BAHASA ROH
2 Raja-raja 8; Yohanes 3; 1 Korintus 14:1-25
Ayat Mas / Renungan
1 Korintus 14:18-19 “Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua. Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.“
Permasalahan besar di Korintus adalah penekanan yang berlebihan kepada karisma dan kurang kepada karakter. Artinya ketidakseimbangan antara karisma dan karakter. Itulah sebabnya dalam 1 Korintus 14:1, rasul Paulus meminta agar seluruh Jemaat mengejar karakter dan mengusahakan untuk memperoleh karunia. Artinya baik karakter maupun karunia sama-sama penting dan dibutuhkan. Dan salah satu karunia yang ditonjolkan Jemaat Korintus adalah bahasa roh. Jadi sejak pelayanan rasul Paulus hingga sekarang dan selanjutnya pengalaman memperoleh karunia berbahasa lidah akan menjadi selalu mendatangkan pro dan kontra. Hal itu terjadi karena karunia bahasa lidah adalah salah satu perdebatan teologi yang belum tuntas.
Terjadinya pro kontra ini sesungguhnya tidak perlu terjadi bila saja para hamba Tuhan bersikap seperti rasul Paulus tidak menyalahkan orang berbahasa roh karena rasul Paulus sering mengalami pengalaman spiritual berbahasa roh. Tetapi rasul Paulus sepertinya mengalaminya saat berdoa secara pribadi bukan dalam persekutuan.
Dalam kenyataan di dalam praktek sering bahasa lidah dipahami sebagai tanda seseorang telah dipenuhi roh Kudus. Mengingat bahasa roh dapat dipahami sebagai tanda lahiriah maka tidak sedikit jemaat yang menyukainya. Kemudian dampak yang buruk bermunculan. Karena berbahasa roh dianggap sebagai tren baru sebagai standar kerohanian. Maka terjadilah sikap saling menyalahkan antara yang berbahasa roh dan yang tidak pernah mengalami berbahasa roh. Sesungguhnya bila saja semua hamba Tuhan bersikap seperti Rasul Paulus maka hal saling menyalahkan, yang menciptakan kegaduhan dalam gereja Tuhan tidak perlu terjadi. Rasul Paulus cukup jelas menyatakan bahwa pengalaman spiritual berbahasa roh itu adalah karunia Allah yang sangat berharga. Itulah sebabnya dia mengatakan bahwa dia bersyukur kepada Allah karena dia lebih sering berbahasa roh dari semua Jemaat di Korintus. Tetapi Rasul Paulus tidak pernah memamerkan bahasa rohnya dalam pertemuan Jemaat. Rasul Paulus tidak mau menikmati sukacita mengalami pengalaman spiritual indah berbahasa roh bila hal itu mengganggu orang lain. Dia memilih berdoa dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh Jemaat dalam satu pertemuan. Menurut Rasul Paulus berdoa bukan saja berbicara kepada Allah tetapi juga mengajar orang lain. Jadi lebih baik dan lebih berguna menggunakan bahasa manusia. (MT)
Pengalaman spiritual berbahasa roh itu indah dan penting tetapi bukanlah standar kerohanian bukan pula untuk dipamerkan.